Sabtu, 08 Juni 2013

KEBUTUHAN MANUSIA TERHADAP DAKWAH

BAB I
PENDAHULUAN
a.      Latar Belakang
Berdasarkan informasi Al-Qur’an, ketika di alam arwah manusia telah melakukan kesaksian bahwa Allah adalah Tuhan mereka. Perjanjian ini disebut perjanjian ketuhanan (‘ahd Allah) dan fitrah Allah. Nurcholish Madjid menyebutnya sebagai perjanjian primordial. Namun sayangnya, semua manusia lupa akan perjanjian itu setelah ruh bersatu dengan jasad, dalam proses kejadian manusia dan manusia lahir di alam dunia ini. Selanjutnya, Allah kemudian memberikan din fitrah (agama yang cocok dengan syahadah ketika di alam ruh). Dan din fitrah ini merupakan din al-Dakwah. Dengan demikian, dakwah diperlukan untuk mengaktualkan syahadah ilahiah ke dalam kenyataan hidup dan kehidupan manusia.
            Umat manusia sangat membutuhkan dakwah islamiyah ini. Mereka sangat butuh kepada ajaran agama Allah yang kokoh ini. Dan Allah telah menciptakan manusia ini dalam keadaan penuh kekurangan. Dari sini, maka bagaimana pun luas dan hebatnya pengetahuan mereka, manusia tetap dalam kekurangan dan keterbatasanya. Karena inilah manusia sangat membutuhkan orang yang mengajak untuk kembali kepada Allah. Berkaitan dengan masalah ini Ibnul Qayyim mengatakan :
“ kebutuhan manusia kepada syariat islam ini adalah kebutuhan sangat mendesak, melebihi kebutuhan mereka terhadap yang lainnya. Dan kebutuhan mereka terhadap syariat ini jauh lebih hebat dibandingkan hajat mereka terhadap udara untuk pernafasan mereka, bahkan jauh di atas kebutuhan terhadap makan dan minum. Oleh sebab itu tidak ada seorang pun dari manusia yang kebutuhannya kepada sesuatu jauh lebih hebat di bandingkan kebutuhan mereka terhadap ilmu pengetahuan tentang apa yang di bawa oleh Rasulullah melaksanakannya mendakwahkannya dan bersabar menghadapinya”
Kepentingan dan keutamaan dakwah ini semakin terlihat jelas  ketika fitrah manusia telah mengalamai perubahan seiring dengan penyimpangan dari manhaj yang lurus ini menuju peribadatan kepada selain Allah, baik melalui aturan pendidikan, lingkungan keluarga, atau masyarakat yaang buruh atau dengan adanya da’i – da’i sesat yaitu padat syaitan dari kalangan jin dan manusia. Sebagaimana Sabda Rasulullah :
“ tidak ada seoarang anak yang dilahirkan melainkan di lahirkan di atas fitrah ( Islam). Lalu kedua orang tuanya yang membuatnya jadi yahhudi, Nashrani, atau majusi ( HR. Bukhari dalam kitab Tafsir Surat Rum , 9/465 no/4775 dan Muslim Kitabul Qadar)
Maka tatkala berbagai hal yang merupakan faktor penyebab kesesatan manusia, Allah memberi perintah untuk berdakwah dan Allah menurunkan kitab-kitabNya serta mengutus para Rasul-Nya untuk berdakwah mengajak manusia kembali kepadaNya”.
Selayaknya untuk diungkapkan bahwa konsekuensi keberadaan mereka sebagai pengikut Rasulullah adalah berdakwah mengajak manusia kepada Allah. Bahkan mutaba’ah itu tidak dianggap sempurna kecuali dengan terpenuhinya hal ini.
Dakwah islam bertugas memfungsikan kembali indra keagamaan manusia yang memang telah menjadi fikri asalnya, agar mereka dapat menghayati tujuan hidup yang sebenarnya untuk berbakti kepada Allah. Sayid qutub mengatakan bahwa (risalah) atau dakwah islam ialah mengajak semua orang untuk tunduk kepada Allah Swt. Taat kepada Rosul. Dan yakin akan hari akhirat. Sasarannya adalah mengeluarkan manusia menuju penyembahan dan penyerahan seluruh jiwa raga kepada Allah Swt. Dari kesempitan dunia ke alam yang lurus dan dari penindasan agama-agama lain sudahlah nyata dan usaha-usaha memahaminya semakin mudah sebaliknya, kebatilan sudah semakin tampak serta akibat-akibatnya sudah dirasakan di mana-mana. Dengan demikian dakwah yang menjadi tanggung jawa kaum muslimin adalah bertugas menuntun manusia ke alam terang, jalan kebenaran dan mengeluarkan manusia yang berada dalam kegelapan kedalam penuh cahaya.
Dari uraian di atas, maka dapat disebutkan fungsi dakwah adalah: Dakwah berfungsi untuk menyebarkan islam kepada manusia sebagai individu dan masyarakat sehingga mereka merasakan rahmat islam sebagai Rahmatan Lil ‘Alamin bagi seluruh makhluk Allah SWT. Dakwah berfungsi melestarikan nilai-nilai islam dari generasi ke generasi kaum muslimin berikutnya sehingga kelangsungan ajaran islam beserta pemeluknyadari generasi ke generasi berikutnya tidak terputus. Dakwah berfungsi korektif artinya meluruskan akhlak yang bengkok, mencegah kemungkaran dan mengeluarkan manusia dari kegelapan rohani.
b.      Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulisan makalah ini mempunyai beberapa rumusan yaitu:
1.      Apa Hakikat Dakwah itu?
2.      Apa Hakikat Manusia itu?
3.      Bagaimana Kebutuhan Manusia Terhadap Dakwah?
4.      Apa Manfaat Dakwah bagi Manusia?
5.      Apa Akibat yang akan dialami oleh Manusia ketika ia Tidak didakwahi?

c.       Tujuan Pembahasan
            Berdasarkan rumusan masalah di atas, makalah ini bertujuan untuk:
1.      Mengetahui Apa Hakikat Dakwah itu?
2.      Mengetahui Hakikat Manusia itu?
3.      Mengetahui Kebutuhan Manusia Terhadap Dakwah?
4.      Mengetahui Manfaat Dakwah bagi Manusia?
5.      Mengetahui Akibat yang akan dialami oleh Manusia ketika ia Tidak didakwahi?

d.      Metode Penulisan
Dalam penulisan makalah ini kami menggunakan metode perpustakaan dengan mengambil beberapa sumber buku yang berhubungan dengan pembahasan disertai pengambil materi dari dunia maya atau internet.









BAB II
PEMBAHASAN
KEBUTUHAN MANUSIA TERHADAP DAKWAH
 A.    Hakikat Dakwah
Pengertian dakwah bagi kalangan awam disalahartikan dengan pengertian yang sempit terbatas pada ceramah, khutbah atau pengajian saja. Pengertian dakwah bisa kita lihat dari segi bahasa dan istilah. Berikut akan dibahas pengertian dakwah secara etimologis dan pengertian dakwah secara terminologis.
  1. Pengertian dakwah secara etimologis
Kata dakwah adalah derivasi dari bahasa Arab “Da’wah”. Kata kerjanya da’aa yang berarti memanggil, mengundang atau mengajak. Ism fa’ilnya (red. pelaku) adalah da’I yang berarti pendakwah. Di dalam kamus al-Munjid fi al-Lughoh wa al-a’lam disebutkan makna da’I sebagai orang yang memangggil (mengajak) manusia kepada agamanya atau mazhabnya. Merujuk pada Ahmad Warson Munawir dalam Ilmu Dakwah karangan Moh. Ali Aziz (2009:6), kata da’a mempunyai beberapa makna antara lain memanggil, mengundang, minta tolong, meminta, memohon, menamakan, menyuruh datang, mendorong, menyebabkan, mendatangkan, mendoakan, menangisi dan meratapi. Dalam Al-Quran kata dakwah ditemukan tidak kurang dari 198 kali dengan makna yang berbeda-beda setidaknya ada 10 macam yaitu; mengajak dan menyeru; berdo’a; mendakwa (menuduh); mengadu; memanggil; eminta; engundang; malaikat Israfil; gelar; dan anak angkat.
Dari makna yang berbeda tersebut sebenarnya semuanya tidak terlepas dari unsur aktifitas memanggil. Mengajak adalah memanggil seseorang untuk mengikuti kita, berdoa adalah memanggil Tuhan agar mendengarkan dan mengabulkan permohonan kita, mendakwa/menuduh adalah memanggil orang dengan anggapan tidak baik, mengadu adalah memanggil untuk menyampaikan keluh kesah, meminta hampir sama dengan berdoa hanya saja objeknya lebih umum bukan hanya tuhan, mengundang adalah memanggil seseorang untuk menghadiri acara, malaikat Israfil adalah yang memanggil manusia untuk berkumpul di padang Masyhar dengan tiupan Sangkakala, gelar adalah panggilan atau sebutan bagi seseorang, anak angkat adalah orang yang dipanggil sebagai anak kita walaupun bukan dari keturunan kita. Kata memanggil pun dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia meliputi beberapa makna yang diberikan Al-Quran yaitu mengajak, meminta, menyeru, mengundang, menyebut dan menamakan. Maka bila digeneralkan makna dakwah adalah memanggil.
Sebagaimana telah disebutkan di Bab I, definisi dakwah dari literature yang ditulis oleh pakar-pakar dakwah antara lain adalah:
  1. Dakwah adalah perintah mengadakan seruan kepada sesama manusia untuk kembali dan hidup sepanjang ajaran Allah yang benar dengan penuh kebijaksanaan dan nasihat yang baik (Aboebakar Atjeh, 1971:6).
  2. Dakwah adalah menyeru manusia kepada kebajikan dan petunjuk serta menyuruh kepada kebajikan dan melarang kemungkaran agar mendapat kebahagiaan dunia dan akhirat (Syekh Muhammad Al-Khadir Husain).
  3. Dakwah adalah menyampaikan dan mengajarkan agama Islam kepada seluruh manusia dan mempraktikkannya dalam kehidupan nyata (M. Abul Fath al-Bayanuni).
  4. Dakwah adalah suatu aktifitas yang mendorong manusia memeluk agama Islam melalui cara yang bijaksana, dengan materi ajaran Islam, agar mereka mendapatkan kesejahteraan kini (dunia) dan kebahagiaan nanti (akhirat) (A. Masykur Amin)
Dari defenisi para ahli di atas maka bisa kita simpulkan bahwa dakwah adalah kegiatan atau usaha memanggil orang muslim mau pun non-muslim, dengan cara bijaksana, kepada Islam sebagai jalan yang benar, melalui penyampaian ajaran Islam untuk dipraktekkan dalam kehidupan nyata agar bisa hidup damai di dunia dan bahagia di akhirat. Singkatnya, dakwah, seperti yang ditulis Abdul Karim Zaidan adalah mengajak kepada agama Allah, yaitu Islam.
Setelah kita ketahui makna dakwah secara etimologis dan terminologis maka kita akan dapatkan semua makna dakwah tersebut membawa misi persuasive bukan represif, karena sifatnya hanyalah panggilan dan seruan bukan paksaan. Hal ini bersesuaian dengan firman Allah (ayat la ikraha fiddin) bahwa tidak ada paksaan dalam agama. Maka penyebaran Islam dengan pedang atau pun terror tidaklah bisa dikatakan sesusai dengan misi dakwah.
Dari pembahasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa dakwah menurut bahasa artinya mengajak, menyeru, dan memanggil. Menurut istilah, dakwah adalah suatu proses mengajak manusia untuk mengerjakan kebaikan dan menngikuti petunjuk, menyuruh mereka berbuat baik dan melarang mereka dari berbuat jelek agar mereka mendapat kebahagiaan di dunia dan akhirat, melalui metode dan media tertentu. Bebtuk-bentuk dakwah adalah tabligh, irsyad, tadbir, dan tathwir. Adapun jenis-jenis dakwah adalah dakwah nafsiyah, fardiyah, fi’ah qalilah, dan hizbiyah.
 B.     Hakikat Manusia
1.  Pengertian Manusia
Menurut bahasa, manusia itu sendiri berasal dari kata “Nasia” yang artinya lupa. Maksudnya adalah bahwa manusia hakikatnya lupa akan perjanjian dengan Allah sewaktu di alam ruh. Dalam arti lain, hakikat manusia memang pelupa. Hadits Rasul menjelaskan bahwa manusia adalah tempatnya salah dan lupa.
Al-Qur’an menegaskan kualitas dan nilai manusia dengan menggunakan tiga macam istilah yang satu sama lain saling berhubungan, yakni al-insaan, an-naas, al-basyar, dan banii Aadam. Manusia disebut al-insaan karena dia sering menjadi pelupa sehingga diperlukan teguran dan peringatan. Sedangkan kata an-naas (terambil dari kata an-naws yang berarti gerak; dan ada juga yang berpendapat bahwa ia berasal dari kata unaas yang berarti nampak) digunakan untuk menunjukkan sekelompok manusia baik dalam arti jenis manusia atau sekelompok tertentu dari manusia.
Manusia disebut al-basyar, karena dia cenderung perasa dan emosional sehingga perlu disabarkan dan didamaikan. Manusia disebut sebagai banii Aadam karena dia menunjukkan pada asal-usul yang bermula dari nabi Adam as sehingga dia bisa tahu dan sadar akan jati dirinya. Misalnya, dari mana dia berasal, untuk apa dia hidup, dan ke mana ia akan kembali.
Penggunaan istilah banii Aadam menunjukkan bahwa manusia bukanlah merupakan hasil evolusi dari makhluk anthropus (sejenis kera). Hal ini diperkuat lagi dengan panggilan kepada Adam dalam al-Qur’an oleh Allah dengan huruf nidaa (Yaa Adam!). Demikian juga penggunaan kata ganti yang menunjukkan kepada Nabi Adam, Allah selalu menggunakan kata tunggal (anta) dan bukan jamak (antum) sebagaimana terdapat dalam surah al-Baqarah ayat 35.
“Dan Kami berfirman: “Hai Adam, diamilah oleh kamu dan isterimu surga ini, dan makanlah makanan-makanannya yang banyak lagi baik dimana saja yang kamu sukai, dan janganlah kamu dekati pohon ini, yang menyebabkan kamu Termasuk orang-orang yang zalim.” (QS. Al-Baqarah: 35)
Manusia dalam pandangan al-Qur’an bukanlah makhluk anthropomorfisme yaitu makhluk penjasadan Tuhan, atau mengubah Tuhan menjadi manusia. Al-Qur’an menggambarkan manusia sebagai makhluk theomorfis yang memiliki sesuatu yang agung di dalam dirinya. Disamping itu manusia dianugerahi akal yang memungkinkan dia dapat membedakan nilai baik dan buruk, sehingga membawa dia pada sebuah kualitas tertinggi sebagai manusia takwa.
Al-Qur’an memandang manusia sebagaimana fitrahnya yang suci dan mulia, bukan sebagai manusia yang kotor dan penuh dosa. Peristiwa yang menimpa Nabi Adam sebagai cikal bakal manusia, yang melakukan dosa dengan melanggar larangan Tuhan, mengakibatkan Adam dan istrinya diturunkan dari sorga, tidak bisa dijadikan argumen bahwa manusia pada hakikatnya adalah pembawa dosa turunan. Al-Quran justru memuliakan manusia sebagai makhluk surgawi yang sedang dalam perjalanan menuju suatu kehidupan spiritual yang suci dan abadi di negeri akhirat, meski dia harus melewati rintangan dan cobaan dengan beban dosa saat melakukan kesalahan di dalam hidupnya di dunia ini. Bahkan manusia diisyaratkan sebagai makhluk spiritual yang sifat aslinya adalah berpembawaan baik (positif, haniif).
Karena itu, kualitas, hakikat, fitrah, kesejatian manusia adalah baik, benar, dan indah. Tidak ada makhluk di dunia ini yang memiliki kualitas dan kesejatian semulia itu . Sungguhpun demikian, harus diakui bahwa kualitas dan hakikat baik benar dan indah itu selalu mengisyaratkan dilema-dilema dalam proses pencapaiannya. Artinya, hal tersebut mengisyaratkan sebuah proses perjuangan yang amat berat untuk bisa menyandang predikat seagung itu. Sebab didalam hidup manusia selalu dihadapkan pada dua tantangan moral yang saling mengalahkan satu sama lain. Karena itu, kualitas sebaliknya yaitu buruk, salah, dan jelek selalu menjadi batu sandungan bagi manusia untuk meraih prestasi sebagai manusia berkualitas mutaqqin di atas.
Gambaran al-Qur’an tentang kualitas dan hakikat manusia di atas megingatkan kita pada teori superego yang dikemukakan oleh sigmund Freud, seorang ahli psikoanalisa kenamaan yang pendapatnya banyak dijadika rujukan tatkala orang berbicara tentang kualitas jiwa manusia.
Menurut Freud, superego selalu mendampingi ego. Jika ego yang mempunyai berbagai tenaga pendorong yang sangat kuat dan vital (libido bitalis), sehingga penyaluran dorongan ego (nafsu lawwamah/nafsu buruk) tidak mudah menempuh jalan melalui superego (nafsu muthmainnah/nafsu baik). Karena superego (nafsu muthmainnah) berfungsi sebagai badan sensor atau pengendali ego manusia.Sebaliknya, superego pun sewaktu-waktu bisa memberikan justifikasi terhadap ego manakala instink, intuisi, dan intelegensi ditambah dengan petunjuk wahyu bagi orang beragama bekerja secara matang dan integral. Artinya superego bisa memberikan pembenaran pada ego manakala ego bekerja ke arah yang positif. Ego yang liar dan tak terkendali adalah ego yang negatif, ego yang merusak kualitas dan hakikat manusia itu sendiri.
2.   Tugas manusia
Tugas manusia di muka bumi berdasarkankan tuntunan Al-Qur’an setidaknya ada dua, yaitu sebagai khalifah dan sebagai ma’bud. Dari dua tugas tersebut, dalam perspektif filsafat dakwah, bisa ditarik suatu benang, bahwa tugas manusia adalah sebagai subjek dakwah (da’i) dan objek dakwah (mad’u). karena pada dasarnya da’i dan mad’u merupakan tugas manusia sebagai wujud dari perilaku ma’bud pula, sebagaimana perintah Allah dalam firman-Nya dan sabda Rasulullah saw yang pada intinya memerintahkan untuk melaksanakan dakwah, sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya.
3.  Subjek Dakwah (Da’i)
Da’i/muballigh adalah setiap orang yang mengajak, memerintahkan orang  di jalan Allah (fi-Sabiilillah), atau mengajak orang  untuk memahami dan mengamalkan Al-Qur’an dan As-Sunnah nabi Muhammad SAW. Berhasil tidaknya gerakan dakwah  sangan ditentukan oleh kompetensi seorang da’i, yang dimaksud dengan kompetensi da’i adalah sejumlah pemahaman, pengetahuan, penghayatan, dan prilaku serta keterampilan yang harus dimiliki oleh para da’i, oleh karena itu para da’i harus memilikinya, baik kompetensi substantif maupun kompetensi metodologis
3.  Objek Dakwah (Mad’u)
Objek dakwah (mad’u) ialah orang yang menjadi sasaran dakwah, yaitu semua manusia, sebagaimana firman Allah SWT :
“Dan Kami tidak mengutus kamu, melainka kepada umat manusia seluruhnya sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (QS. As-Saba’: 28)
 C.    Kebutuhan Manusia Terhadap Dakwah
  1. Teori kebutuhan manusia
Secara fitrah manusia menginginkan “kesatuan dirinya” dengan Tuhan, karena itulah pergerakan dan perjalanan hidup manusia adalah sebuah evolusi spiritual menuju dan mendekat kepada Sang Pencipta. Tujuan mulia itulah yang akhirnya akan mengarahkan dan mengaktualkan potensi dan fitrah tersembunyi manusia untuk digunakan sebagai sarana untuk mencapai “spirituality progress”.
Di masa modern sekarang agama adalah kebutuhan pokok yang tidak bisa lupakan, bahkan tidak sesaat-pun manusia mampu meninggalkan agamanya, yang mana agama adalah pandangan hidup dan praktik penuntun hidup dan kehidupan, sejak lahir sampai mati, bahkan sejak mulai tidaur sampai kembali tidur agama selalu akan memberikan bimbingan, demi menuju hidup sejahtera dunia dan akhirat. Ponsel yang tidak dapat dilepaskan dari kehidupan sehari-hari masyarkat Indonesia bisa menjadi alat bantu untuk lebih mendekatkan diri kepada Tuhan melalui fitur-fitur spiritual.
Maraknya penggunaan fitur spiritual ini sebenarnya tak hanya merebak di Indonesia. Menurut Craig Warren Smith, Senior Advisor University of Washington’s Human Interface Technology Laboratory, spiritual computing telah ada di negara-negara lain, seperti penggunaan fitur spiritual untuk umat Budha. Menurut Craig, nantinya fitur spritual akan menjadi faktor penting dalam keagamaan.
Berdasarkan penelitian beberapa ahli dari Georgia Institute of Technology Atlanta dan Computer Science & Engineering, University of Washington tentang Sacred Imagery in Techno-Spiritual Design, biasanya orang memakai fitur spiritual semacam ini untuk mendukung aktivitas ibadah mereka. Misalnya Gospel Spectrum, sebuah sistem visualisasi informasi yang memungkinkan penggunanya mempelajari Bible secara visual. Belum lagi fitur spritual untuk umat Budha dan sebagainya.
Salah satu contoh fitur spiritual yang dekat dengan masyarakat Indonesia saat ini adalah Athan Time. Aplikasi ini mengingatkan penggunanya untuk menjalankan solat lima waktu. Ini merupakan salah satu fitur yang dibuat untuk mendukung praktik techno-spiritual secara efektif. Selain itu, fitur ini juga berfungsi menghubungkan orang dengan pengalaman religius mereka. Beberapa responden dari penelitian yang dilakukan oleh Susan P. Wyche, Kelly E. Caine, Benjamin K, Davison, Shwetak N. Patel, Michael Arteaga, dan Rebecca E. Grinter menyebutkan, penggunaan fitur spiritual Islami, membuat mereka “melihat dan merasakan” spiritualitas yang ada.
Menjelang akhir hayatnya, Abraham Maslow menyadari dan menemukan adanya kebutuhan yang lebih tinggi lagi pada sebagian manusia tertentu, yaitu yang disebut sebagai kebutuhan transcendental. Berbeda dengan kebutuhan lainnya yang bersifa horizontal (berkaitan hubungan antara manusia dengan manusia), maka kebutuhan transcendental lebih bersifat vertikal (berakaitan dengan hubungan manusia dengan Sang Pencipta). Muthahhari, Seorang filsuf muslim dunia yang menghasilkan banyak karya filosofis berharga– pernah menyatakan bahwa manusia itu sejati dan senyatanya adalah sosok makhluk spiritual.
Maka tak aneh kalau kemudian muncul istilah Spritual Quantient (SQ) yang membahas ‘siapa saya’. Istilah SQ menjadi populer melalui buku SQ: Spritual Quotient,The Ultimate Intelligence (London, 2000) karya Danah Zohar dan Ian Marshall, masing-masing dari Harvard University dan Oxford University. SQ diklaim memiliki dasar dan bukti ilmiah. Pakar neurosains pada tahun 1990-an menemukan adanya “Titik Tuhan” atau God Spot di dalam otak. Titik Tuhan ini adalah sekumpulan jaringan saraf yang terletak di daerah lobus temporal otak, bagian yang terletak di balik pelipis. Dari eksperimen yang menggunakan sensor magnetis ditemukan adanya korelasi antara aktivitas berpikir tentang hal sakral seperti kedamaian, cinta, kesatuan, Tuhan dengan aktivitas magnet pada lobus temporal otak. Yang sangat sesuai dengan pembahasan dalammakalah ini adalah berkenaan dengan kebutuhan manusia terhadap spiritual
Berdasarkan kajian terhadap hakikat manusia, dapat dipahami secara filosofis alasan  manusia harus didakwahi. Manusia adalah makhluk yang mudah lupa (tempatnya salah dan lupa). Oleh karena itu, dakwah merupakan hal yang begitu penting bagi manusia, khususnya bagi mad’u sebagai media untuk mengingatkan dan meninjau atas hal-hal yang sering dilupakan manusia (ajaran agama). Tidak hanya untuk mad’u, tetapi penting pula bagi da’i sebagai bahan introsfeksi diri, mengingatkan kembali terhadap hal-hal yang ia lupakan.
  1. Ditinjau dari teori kebutuhan manusia
Dilihat dari teori kebutuhan manusia (kebutuhan spiritual), dapat dipahami pula bahwa manusia membutuhkan akan ketenangan jiwa. Salah satu caranya adalah melalui jalan ibadah. Manusia tidak akan mampu beribadah apabila tidak ada dakwah. Oleh karena itu, dakwah begitu penting bagi manusia.
Ada dua aspek makna pentingnya dakwah bagi manusia, yaitu:
a.  Memelihara dan mengembalikan martabat manusia
Dakwah adalah upaya para da’i agar manusia tetap menjadi makhluk yang baik, bersedia mengimani dan mengamalkan ajaran dan nilai-nilai Islam, sehingga hidupnya menjadi baik, hak-hak asasinya terlindungi, harmonis, sejahtera, bahagia di dunia dan di akhirat terbebas dari siksaan dari api neraka dan memperoleh kenikmatan surga yang dijanjikan. Ketinggian martabat manusia itulah yang dikehendaki Allah SWT. Sehingga manusia dapat menjalakan fungsinya sesuai dengan tujuan penciftaan-Nya, yaitu sebagau khalifah-Nya. Bukannya makhluk yang selalu menimbulkan kerusakan dan pertumpahan darah seperti yang dikhawatirkan oleh para malaikat.
Oleh sebab itu dakwah harus bertumpu pada tauhid, menjadikan Allah sebagai titik tolak dan sekaligus tujuan hidup manusia. Diatas keyakinan tauhid itulah manusia harus melakukan kewajiban menghambakan diri (mengabdi) kepada Allah yang wujudnya secara vertikal menyembah kepada Allah SWT., dan horizontal menjalankan sebuah risalah atau misi yaitu menata kehidupan sesuai dengan yang dikehendaki Allah SWT. Hal ini karena dakwah adalah mengajak orang untuk hidup mengikuti ajaran Islam yang bertumpu pada tauhid. Diatas fondasi tauhid itulah Islam dibangun untuk dipedomani pemeluknya supaya hidupnya selalu baik dan tidak seperti binatang ternak atau makhluk yang lebih rendah dari binatang.
 b.  Membina akhlak dan memupuk semangat kemanusiaan
Dakwah juga penting dan sangat diperlukan oleh manusia karena tanpanya manusia akan sesat. Hidupnya menjadi tidak teratur dan kualitas kemanusiannya merosot. Akibatnya manusia akan kehilangan akhlak seperti nuraninya tertutup, egois, rakus, liar, akan saling menindas, saling “memakan” atau saling “memeras”, melakukan kerusakan diatas dunia, sehingga konstatasi malaikat bahwa manusia sebagai makhluk perusak di bumu dan penumpah darah akan menjadi kenyataan.
Tanpa adanya dakwah manusia akan kehilangan cinta kasih, rasa keadilan, hati nurani, kepedulian sosial dan lingkungan, karena manusia akan menjadi semakin egois, konsumeristis, dan hedonis. Manusia hanya akan mementingkan dirinya sendiri tanpa mau memikirkan lingkungannya dan tidak peduli terhadap kesulitan dan penderitaan masyarakat lain. Manusia juga akan memanfaatkan apa saja untuk memuaskan hawa nafsunya.
Drs. Syukriadi Sambas, M.Si dalam bukunya memperinci kebutuhan manusia terhadap dakwah yaitu sebagai berikut:
  1. Manusia telah bersyahadan ketika di alam roh bahwa Allah adalah Tuhan mereka. Syahadah ini disebut dengan perjanjian ketuhanan (‘ahd Allah) dan fitrah Allah. Namun manusia menjadi lupaakan perjanjian itu setelah ruh bersatu dengan jasaddalam proses kjadian manusia lahir di alam dunia. Dakwah islamini diperlukan untuk mengaktualkan syahadah ilahiyah dalam kehidupan nyata
2.      Imam Syafi’i berkata:
“Cahaya di dalamhati pluktuatif, kadang bertambah dan kadang berkurang”. Karena itu, dakwah diperlukan untuk mengantisifasi keadaan hati yang berkurang dan memposisikannya dalam keadaan bertambah.
  1. Dakwah Islam menjadi dasar dan alasan bagi akal untuk melaksanakan kewajiban beriman kepada Allah, sebab sebelum datangnya dakwah yang dibawa Rasulullah manusia tidak akan mendapat azab. (pendapat ‘Asy’ariyah Bukhoro)
  2. Karakter agama Islam itu sendiri yang mengidentifikasikan dirinya sebagai penyebar kasih saying Tuhan bagi seluruh alam, dan wilayah kerasulan Rasul terakhir berlaku untuk seluruh jagat raya. Dalam halini, Alla berfirman:
 “Dan Tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam. Katakanlah: “Sesungguhnya yang diwahyukan kepadaku adalah: “Bahwasanya Tuhanmu adalah Tuhan yang Esa. Maka hendaklah kamu berserah diri (kepada-Nya)”. (QS. Al-Anbiya: 107-108)

Selanjutnya, dakwah itu harus dilakukan karena alasan sebagai berikut:
  1. Potensi baik dan buruk yang Allah berikan
Hal ini dijelaskan dalam firman Allah SWT berfirman:
“Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya.” (QS. As-Syams: 8)
Dalam ayat di atas dapat difahami bahwa manusia itu mempunyai potensi untuk berbuar baik dan buruk. Maka setiap orang memerlukan nasihat dan pendidikan yang maksimal berupa dakwah untuk mengoptimalkan kebaikan yang ada. Sehingga setiap manusia akan condong kepada kebaikannya, dan keburukan akan terminimalisasi.
  1. Lingkungan keluarga sebagai pendidikan pertama
Rasulullah saw pun bersabda, “Setiap anak dilahirkan dalam keadaan suci, dan orang tuanyalah yang mengarahkannya menjadi Yahudi, Nashrani, atau Majusi” (HR. Bukhari dan Muslim). Berdasarkan hadits ini, lingkungan keluarga merupakan pendidikan awal bagi anak-anak dalam membentuk akhlak, moral, dan kepribadiannya. Pendidikan dalam hal ini bisa disebut dakwah.
D. Manfaat Dakwah Bagi Manusia
1.      Kebutuhan Manusia Kepada Dakwah Melebihi Kebutuhan Mereka Kepada Makanan
Allah swt menciptakan manusia dengan sempurna (ahsana taqwim). Dengan dibekali akal dan nafsu untuk menbedakan manusia dengan makhluk lain. Allah swt telah mengilhamkan kepada manusia jalan yang baik dan jalan yang fujur (sesat). Karena itulah manusia membutuhkan dakwah (nasihat orang lain) agar tidak futur dalam menjalankan ketaatan kepada Allah swt karena perintah Allah swt itu banyak dan berat sehingga manusia membutuhkan teman atau jamaah yang saling mengingkan diantara mereka, begitu juga pada hakikatnya nafsu manusia itu menyukai (condong) kepada hal-hal yang dilarang          ( النفس تهوى ما منع  ). sebagaimana firman Allah swt :
وتواصوا بالحق وتواصوا بالصبر
“dan saling menasehati dalam kebenaran dan saling menasehati dalam kesabaran.”
Manusia terdiri dari tubuh, akal dan hati. Tubuh membutuhkan makanan untuk bisa tegak dan menjalankan aktivitas. Adapun akal harus dimanfaatkan dengan banyak berfikir dan mentadabburi alam semesta ini. Dan hati lebih dari itu semua , karena hati ini tempat dimana Allah memberikan hidayah dan cahaya kepada manusia. Karena itu hati membutuhkan siraman dakwah sehingga tumbuh subur iman (hidayah ) Allah swt. tanpa siraman dakwah, hati akan mengeras dan mati. Sungguh indah ketika Allah menggambarkan bagaimana kerasnya  hati , firman Allah swt:
ثم قست قلوبكم من بعد ذلك فهي كالحجارة أو أشد قسوة وإن من الحجارة لما يتفجر منه الأنهار وإن منها لما يشقق فيخرج منه الماء وإن منها لما يهبط من خشية الله وما الله بغافل عما تعملون
“kemudian setelah itu hatimu menjadi keras seperti batu, bahkan lebih keras lagi. Padahal diantara batu-batu itu sungguh ada yang mengalir sungai-sungai dari padanya dan diantaranya sungguh ada yang terbelah lalu keluarlah mata air dari padanya dan diantaranya sungguh ada yang meluncur jatuh, karena takut kepada Allah. dan Allah sekali-sekali tidak lengah dari apa yang kamu kerjakan.” (Qs. Albaqoroh :74)
Dari ayat diatas jelas bahwa ketika hati manusia menjadi keras, maka ia tidak akan menerima kebenaran dan senantiaasa menjauhi kebenaran tersebut, naudzubillah min dzalik.
2.      Dakwah Melahirkan Kebaikan Pada Diri, Masyarakat Dan Negara
Miswan thohadi dalam bukunya “quantum dakwah dan tarbiyah” mengatakan : “Dakwah Selain kewajiban syariat, dakwah juga merupakan kebutuhan manusia secara universal. Artinya setiap manusia dimanapun ia berada tidak akan pernah hidup dengan baik tanpa dakwah. Dakwahlah yang akan menuntun manusia kepada kebaikan. Sedangkan menjadi ahli kebaikan adalah kebutuhan dasar setiap orang. Maka jangan pernah terpikir sediitpun untuk menjauh dari dakwah dengan alas an apapun. Justru ketika kita merasa kesulitan menjadi baik, maka dakwah inilah yang akan membantu kita memudahkannya. Semakin kita merasa berat meniti jalan islam, semakin besar pula kebutuhan kita terhadap dakwah.[1]
Ia melanjutkan , dakwah adalah kebutuhan setiap manusia, terlebih bagi sang dai sendiri. Menjadi sholih adalah kemestian atas setiap muslim dan menjadi dai adalah jalan yang paling efektif untuk menjadi sholih. Para nabi dan rosul Allah adalah para dai pejuang penegak agama Allah, disaat yang sama mereka juga harus mengamalkannya dalam kehidupan nyata. Allah swt berfirman;
شرع لكم من الدين ما وصى به نوحا والذي أوحينا إليك وما وصينا به إبراهيم وموسى وعيسى أن أقيموا الدين ولا تتفرقوا فيه كبر على المشركين ما تدعوهم إليه الله يجتبي إليه من يشاء ويهدي إليه من ينيب (13)
"Dia telah mensyari'atkan bagi kamu tentang agama apa yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa Yaitu: Tegakkanlah agama dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya. Amat berat bagi orang-orang musyrik agama yang kamu seru mereka kepadanya. Allah menarik kepada agama itu orang yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada (agama)-Nya orang yang kembali (kepada-Nya)." (assyura; 13)
ومن أحسن قولا ممن دعا إلى الله وعمل صالحا وقال إنني من المسلمين (33) ولا تستوي الحسنة ولا السيئة ادفع بالتي هي أحسن فإذا الذي بينك وبينه عداوة كأنه ولي حميم (34) وما يلقاها إلا الذين صبروا وما يلقاها إلا ذو حظ عظيم (35)
“ siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh, dan berkata: "Sesungguhnya aku Termasuk orang-orang yang menyerah diri?"
 dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, Maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara Dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia.
sifat-sifat yang baik itu tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang sabar dan tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang mempunyai Keuntungan yang besar.” (fushilat: 33-35)
Dari sini diketahui bahwa ketika kebaikan itu telah tertanam pada tiap individu, kemudian dari individu ini melahirkan sebuah keluarga yang baik, kemudian dari kumpulan keluarga akan melahirkan masyarakat yang baik, dan tidaklah mustahil dari masyarakat-masyarakat yang telah tertanam ruh kebaikan akan melahirkan negara yang baik pula.


3.      Dakwah Menjadikan Manusia Menjadi Mulia
Firman Allah swt:
وأن هذا صراطي مستقيما فاتبعوه ولا تتبعوا السبل فتفرق بكم عن سبيله ذلكم وصىكم به لعلكم تتقون ( الأنعام : 153 )
“dan inilah jalanku yang lurus, maka ikutilah dia, dan janganlah engkau ikuti jalan-jalan lain, karena itu semua akan menyesatkanmu dari jalanNya. Itulah yang telah diwasiatkan kepadamu agar kamu bertaqwa.” (al-an’am :  153)
Dakwah dalam perspektif yang luas merupakan jalan untuk membangun sistem kehidupan masyarakat yang mengarahkan umat manusia menuju penghambaan totalitas dalam semua dimensi kehidupan mereka hanya kepada Allah swt. jika prosesi ini berjalan dengan baik maka akan tercipta sebuah tatanan masyarakat yang harmonis, yang menjunjung tinggi nilai kemuliaandan menghindarkann diri dari prilaku keji yang berujung pada kehinaan. Jalan dakwah inilah yang telah ditempuh oleh Rosulullah saw dan para rosul sebelumnya. Di atas jalan ini pula mereka mengerahkan segenap potensi yang dimiliki untuk membangun kemulian umat. [2]
Tetapi ketika manusia menjauhi dakwah islam, sehingga egoisme menguasai seluruh elemen bangsa ini. Dimana pedagang hanya mementingkan keuntungan perdagangannya, pegawi hanya mementingkan pekerjaannya, dan begitu seterusnya masing-masing larut dengan urusannya tanpa mempedulikan kebaikan orang lain. Egosime inilah yang telah mencabut rasa percaya satu sama lain di antara warga masyarakat, yang memutuskaan ikatan kasih sayangantar anggota keluarga, dan melemahkan ikatan kemanusiaan antar manusia. Padahal manusia membutuhkan  kerja sama untuk menghadapi kesulitan-kesulitan dan problema kehidupan. Di sini, dakwah berperan memberikan harapan akan lenyapnya egosime dari masyarakat kita.
Karena itulah Allah mensifati umat dakwah  sebagai umat terbaik, karena menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang mungkar demi kemuliaan hidup bersama.[3] Firman Allah swt:
كنتم خير أمة أخرجت للناس تأمرون بالمعروف وتنهون عن المنكر وتؤمنون بالله ولو آمن أهل الكتاب لكان خيرا لهم منهم المؤمنون وأكثرهم الفاسقون (110)
“ kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya ahli kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik. (ali imron : 110)
Hanya dengan dakwah, manusia akan mencapai kemuliaan dan kejayaannya seperti yang pernah tertoreh dalam tinta emas sejarah kemanusiaan. Karena hal itu menunjukkan, bahwa mereka peduli dan menaruh perhatian besar terhadap keadaan kehidupan di sekelilingnya demi kebaikan, kesejahteraan dan kemuliaan hidup umat manusia.

4.      Dakwah Adalah Jalan Menuju Bahagia

Orang-orang yang berjalan di atas dakwah akan merasa bahagia karena mereka melaksanakan perintah Allah swt. Dengan dakwah hati manusia menjadi tenang dan lapang, karena hidayah Allah swt. sebagaimana digambarkan Allah swt dalam surat al-an’am ayat 125:
فمن يرد الله أن يهديه يشرح صدره للإسلام ومن يرد أن يضله يجعل صدره ضيقا حرجا كأنما يصعد في السماء كذلك يجعل الله الرجس على الذين لا يؤمنون 
“ Barangsiapa yang Allah menghendaki akan memberikan kepadanya petunjuk, niscaya Dia melapangkan dadanya untuk (memeluk agama) Islam. dan Barangsiapa yang dikehendaki Allah kesesatannya, niscaya Allah menjadikan dadanya sesak lagi sempit, seolah-olah ia sedang mendaki langit. Begitulah Allah menimpakan siksa kepada orang-orang yang tidak beriman.”
Jiwanya tenang tidak gelisah, karena jiwa mereka terlepas dari segala penghambaan syahwat dan dunia dan menundukkannya hanya kepada Allah swt semata. Seperti yang ditulis fathi yakan di dalam bukunya “musykilatu al-dakwah wa al-daiyah” : “para pelaku dakwah terbebas dari segala penghambaan dunia dan syahwat, sehingga mereka tidak merasakan rasa bahagia kecuali dengan mentaati Allah swt, tidak mengenal jihad (perjuangan) kecuali sebagai pintu menuju kesyahidan dan pintu menuju syurga Allah swt dan memperoleh ridhonya.[4] firman Allah swt :
ولا تحسبن الذين قتلوا في سبيل الله أمواتا بل أحياء عند ربهم يرزقون، فرحين بما أتاهم الله من فضله، ويستبشرون بالذين لم يلحقوا بهم من خلفهم ألا خوف عليهم ولا هم يحزنون، يستبشرون بنعمة من الله وفضل وأن الله لا يضيع أجر المؤمنين.
“janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati; bahkan mereka itu hidup[5]disisi Tuhannya dengan mendapat rezki.
mereka dalam Keadaan gembira disebabkan karunia Allah yang diberikan-Nya kepada mereka, dan mereka bergirang hati terhadap orang-orang yang masih tinggal di belakang yang belum menyusul mereka,bahwa tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.” (ali imron : 169-170)
Ayat diatas adalah hiburan bagi para dai yang berjuang di jalan Allah swt karena Allah swt berjanji akan memberikan kebahagiaan kepada mereka di dunia dan kebahagiaan di akhirat.
5.      Tanpa Dakwah Manusia Menuju Ke Jurang Kehancuran
Dakwah berarti menyeru atau mengajak manusia kepada suatu sistem yang diridloi Allah swt, yaitu islam. Manusia adalah makhluk ciptaan Allah swt. dan Allah maha mengetahui mana yang terbaik untuk mereka dengan memberikan kepada mereka rambu-rambu sehingga tercipta kehidupan yang teratur dan tenang. Karena itulah Allah swt mengutus para rosul untuk menyampaikan risalahnya kepada manusia. Supaya mereka berjalan di atas sistem yang telah Allah gariskan bagi mereka. Tetapi ketika mereka tidak mau berjalan di atas sistem atau menolak apa yang telah dibawa oleh para nabi dan rosul berarti mereka telah menjeburkan diri mereka ke dalam jurang kehancuran. Sebagaimana firman Allah swt :
واتقوا فتنة لا تصيبن الذين ظلموا منكم خاصة واعلموا أن الله شديد العقاب
“dan peliharah dirimu dari siksaan yang tidak khusus menimpa orang-orang yang dzalim saja diantara kamu. Dan ketahuilah bahwa Allah amat keras siksaan-Nya.” (al-anfal : 25)
Dalam sebuah riwayat dari zainab binti jahsy, ia bertanya, “wahai Rosulullah saw apakah kita akan binasa padahal di tengah-tengah kita ada orang – orang yang sholih? Rosulullah saw menjawab: “ya, apabila kemaksiatan telah merajalela.”
Dakwah mutlak diperlukan manusia, terlebih mereka sekarang hidup pada suatu masyarakat yang mengagung-agungkan kebebasan dan HAM (hak asasi manusia). Pelaku-pelaku kehancuran berbagai macamnya berupaya untuk merobohkan dan meruntuhkan nilai-nilai kebaikan. Sehingga kebebasan dan HAM  dianggap sebagai simbol kemajuan, sedang berpegang teguh terhadap ajaran agama dianggap sebagai keterbelakangan.
Dalam situasi (keadaan ) seperti ini, seandainya manusia menjauhi dakwah; seakan tidak lagi membutuhkan dakwah, maka masyarakat tersebut telah bersiap menuju jurang kehancuran.
Begitu juga manusia sekarang hidup di masa, dimana materi menjadi tujuan utama. Waktu (siang dan malam) mereka habiskan untuk mengejar materi. Mereka lalai akan hakikat tujuan diciptakannya manusia.  Banyak diantara mereka yang meninggalkan perintah Allah swt terutama sholat dan menghalalkan apa yang dilarang Allah swt  demi mendapatkan materi. Padahal, Hakikat kehidupan dunia hanyAllah sementara dan kenikmatan  yang fana, sedang akhirat adalah negri abadi selamanya. Keadaan seperti ini persis seperti yang pernah Rosulullah saw perkirakan jauh-jauh hari ketika bersabda:
والله ، ما الفقر أخشى عليكم، ولكني أخشى أن تبسط الدنيا عليكم كما بسطت على من كان قبلكم، فتتنافسونها كما تنافسوها، فتهلككم كما أهلكتهم.[6]
“demi Allah ,tidaklah kemiskinan yang aku (Rosulullah saw ) khawatirkan menimpa kalian, tetapi aku khawatir dilapangkan (dibuka ) dunia pada kalian sebagaimana yang perenah terrjadi pada uamat sebelum kalian. Sehingga kalian berlomba-lomba (mengumpulkan dunia) sebagaimana mereka lakukan, yang menjadi sebab kehancuran kalian sebagaimana mereka dihancurkan.”
6.      Dakwah Sebagai Pembuktian Kesejatian Manusia
من المؤمنين رجال صدقوا ما عاهد الله عليه فمنهم من قضى نحبه ومنهم من ينتظر وما بدلوا تبديلا
“diantara (sebagian ) orang-orang mukmin itu ada orang-orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah; lalu diantara mereka ada yang gugur, dan diantara mereka pula ada yang menunggu-nunggu, dan mereka sedikitpun tidak merubah janjinya.” (al-ahzab : 23)
Dr. atabik luthfi mengatakan : “kata rijal yang tersebut dalam ayat diatas, dan beberapa ayat yang lain dalam konteks dakwah mencerminkan sebuah tanggung jawab, komitmen, kepekaan dan kepedulian. Justru hanya dengan dakwah seseorang bisa mencapai derajat “ar-rujulah”, kelelakian sejati. Alqur’an telah mengabadikan kisah kepedulian dan pebelaan tiga laki-laki terhadap dakwahk, yaitu : seorang laki-laki dari keluarga yasin, seorang laki-laki dari keluarga fir’aun dan seorang laki-laki dari ujung kota. Mereka mampu merasakan dan menghadirkan diri di arena pembelaan dakwah di saat dakwah sangat membutuhkannya.[7]
Dalam sejarah peradaban islam, tidaklah para ulama dan tokoh-tokoh islam dikenal kecuali karena mereka telah membuktikan diri mereka dimedan dakwah dengan perjuangan dan pengorbanan yang begitu besar. Mereka telah mengukir sejarah dengan darah dan tinta mereka demi tegaknya kalimatullah di muka bumi. Karena itu benarlah bahwa dakwah adalah pembuktian kesejatian manusia, karena orang yang berdakwah mampu memberikan yang terbaik untuk orang lain.
7.      Dakwah Adalah Investasi Amal Tanpa Batas
Rosulullah saw bersabda :
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: «من دل على خير فله مثل أجر فاعله»
“barang siapa yang menunjukkan kebaikan , maka baginya pahala seperti orang yang mengerjakannya.” Hr. abu dawud[8]
Dari hadis diatas, diketahui bahwa orang yang senantiasa berdakwah mengajak manusia untuk berbuat baik sesuai yang diajarkan islam berarti ia telah berinvestasi untuk akhirat tanpa batas. Karena ia akan senantiasa mendapatkan pahala orang yang mengerjakan ibadah lantaran dakwahnya kepada dia. Hadis diatas dikuatkan dengan hadis yang diriwayatkan oleh abi hurairah, Rosulullah saw bersabda:
عن أبي هريرة، أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: " إذا مات الإنسان انقطع عمله إلا من ثلاث: صدقة جارية، وعلم ينتفع به، وولد صالح يدعو له "
“apabila manusia meninggal, maka terputuslah amalnya kecuali tiga hal; yaitu shodaqoh jariyah, ilmu yang bermanfaat dan anak sholih yang mendokan orang tuanya.” (hr. tirmidzi)[9]
Dakwah termasuk dalam kategori ilmu yang bermanfaat.
Dakwah lebih baik dari dunia, sebagaimana Rosulullah saw ketika berkata kepada Ali bin abi tholib: 
“wahai ali, sungguh sekiranya Allah member hidayah seseorang karena dakwahmu, itu lebih baik bagimu daaripada unta merah.”(hr. bukhori muslim)
8.      Dengan Dakwah Manusia Lebih Produktif Beramal Dan Tidak Egois (Individual)
وقل اعملوا فسيرى الله عملكم ورسوله والمؤمنون
“katakanlah wahai muhammad, bekerjalah kalian, niscaya Allah swt akan melihat amal kalian, begitu juga rosulNya dan orang-orang beriman.”
Pada hakikatnya dakwah bukanlah rantaian kata-kata yang tersusun menjadi kalimat yang keluar dari lisan semata. Tetapi ia disampaikan dengan lisan dan diwujudkan dengan amal nyata. Karena itulah Allah swt berfirman dalam surat as-shaf :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لِمَ تَقُولُونَ مَا لَا تَفْعَلُونَ (2) كَبُرَ مَقْتًا عِنْدَ اللَّهِ أَنْ تَقُولُوا مَا لَا تَفْعَلُونَ (3)
“Wahai orang-orang yang beriman, kenapakah kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan.” (qs. Asshaf : 1-2)
Kalau kita melihat sirah Rosulullah saw. Beliau adalah teladan dalam segala hal. Beliau adalah orang pertama kali yang melakukan sebelum ia menyuruh umatnya untuk melakukannya. bahkan beliau lebih banyak mencontohkan dengan amalnya. Sebagaimana yang pernah beliau lakukan ketika membangun masjid kuba, beliau sendiri ikut serta dengan mengambil batu-batu untuk pondasi masjid. Di perang akhzab ketika menggali parit, beliau juga yang menghancurkan batu-batu yang besar dimana tidak ada sahabat yang sanggup menghancurkannya.
Inilah sebagian contoh bahwa dakwah melahirkan amal nyata. ada suatu kaidah yang mengatakan “lisanul hal afsoh min lisanil maqol” perbuatan itu lebih mengena dari pada perkataan. karena dakwah tidaklah menciptakan manusia yang pandai beretorika dan berdebat, tetapi ia melahirkan generasi yang bisa membuktikan iman yang menghujam di dalam hati dengan amal dan karya nyata.
9.      Dakwah Adalah Lentera Hidup
Firman Allah swt:
أومن كان ميتا فأحييناه وجعلنا له نورا يمشي به في الناس كمن مثله في الظلمات ليس بخارج منها كذلك زين للكافرين ما كانوا يعملون
 “dan Apakah orang yang sudah mati kemudian Dia Kami hidupkan dan Kami berikan kepadanya cahaya yang terang, yang dengan cahaya itu Dia dapat berjalan di tengah-tengah masyarakat manusia, serupa dengan orang yang keadaannya berada dalam gelap gulita yang sekali-kali tidak dapat keluar dari padanya? Demikianlah Kami jadikan orang yang kafir itu memandang baik apa yang telah mereka kerjakan.”
Imam syakuani menyebutkan di dalam tafsirnya  : yaitu orang kafir yang Allah swt hidupkan dengan islam. Dan cahaya adalah hidayah dan iman.[10]
Begitu juga ia menebutkan sebuah syair berikut :
وفي الجهل قبل الموت موت لأهله ... فأجسامهم قبل القبور قبور
وإن امرأ لم يحي بالعلم ميت ... فليس له حتى النشور نشور
“kebodohan adalah kematian bagi seseorang sebelum ia mati. Tubuhnya adalah kuburan bagi dirinya sebelum ia dikubur (di liang lahad)..sesungguhnya manusia yang hidup tanpa ilmu adalah mayit, maka tidak ada baginya kebangkitan sampai ia dibangkitkan”
Ia juga menyebutkan riwayat bahwa yang diberi cahaya adalah umar bin al-khottob, sedangkan yang masih dalam kegelapan adalah abu jahl bin hisyam. Karena Rosulullah saw pernah berdoa sebelum ayat ini diturunkan:
«اللهم أعز الإسلام بأبي جهل بن هشام، أو بعمر بن الخطاب» .
“Ya Allah muliakanlah islam dengan ibnu hisyam atau umar bin al-khottob.”[11]
Ini menunjukkan bahwa dakwah adalah lentera (cahaya ) hidup bagi manusia.sebaliknya tanpa dakwah manusia hanya akan hidup dalam kegelapan. Karena itulah manusia tidak bisa hidup tanpa dakwah.
E. Akibat Ketika Manusia tidak Didakwahi dan Tidak Melaksanakan Dakwah
Melihat dan mengingat pentingnya dakwah bagi manusia berdasarkan hakikat manusia, hakikat dakwah dan teori kebutuhan manusia, maka akibat yang akan diperoleh manusia apabila manusia tidak didakwahi atau dakwah tidak dilaksanakan adalah sebagai berikut:
  1. Karena manusia pada hakikatnya pelupa, maka manusia akan tetap dalam kebodohan terhadap akhlak dan moralitas sebagaimana yang terjadi pada zaman jahiliyyah.
  2. Manusia tidak akan dapat memenuhi kebutuhan spiritualnya, yang memang sangat penting kebutuhan itu terpenuhi.
  3. Cahaya hati pada manusia selalu dalam keadaan berkurang
  4. Akal tidak akan dipandu oleh pengetahuan-pengetahuan agama (syari’at Islam), sehingga perilakunya cenderung mengikuti akal dan hawa nafsu.
  5. Eksistensi Tuhan tidak akan dikenal oleh manusia,karena melalui dakwah para utusan-Nya lah eksistensi Tuhan ada.
  6. Potensi baik pada manusia yang Allah anugrahkan tidak akan termaksimalkan, malahan potensi keburukan lah yang akan lebih menguasai, disebabkan oleh akal dan nafsu yang membimbingnya.
BAB III
PENUTUP
A.  Simpulan
1.      Pengertian Dakwah
Secara Etimologi, Dakwah berarti Menyeru, mengajak, mengundang. Sedangkan secara terminologi, Dakwah berarti menyeru manusia menuju jalan Allah.

2.      Pengertian Manusia
            Menurut bahasa, manusia berasal dari kata “Nasia” yang artinya lupa. Maksudnya adalah bahwa manusia hakikatnya lupa akan perjanjian dengan Allah sewaktu di alam ruh. Dalam arti lain, hakikat manusia memang pelupa. Hadits Rasul menjelaskan bahwa manusia adalah tempatnya salah dan lupa.
            Ada dua aspek makna pentingnya dakwah bagi manusia, yaitu:
a.       Memelihara dan mengembalikan martabat manusia
b.      Membina akhlak dan memupuk semangat kemanusiaan

3.      Fungsi Dakwah bagi manusia, yaitu:
a.       Kebutuhan Manusia Kepada Dakwah Melebihi Kebutuhan Mereka Kepada Makanan
b.      Dakwah Melahirkan Kebaikan Pada Diri, Masyarakat Dan Negara
c.       Dakwah Menjadikan Manusia Menjadi Mulia
d.      Dakwah Adalah Jalan Menuju Bahagia
e.       Tanpa Dakwah Manusia Menuju Ke Jurang Kehancuran
f.       Dakwah Adalah Investasi Amal Tanpa Batas
g.      Dengan Dakwah Manusia Lebih Produktif Beramal Dan Tidak Egois (Individual)
h.      Dakwah Adalah Lentera Hidup

4.      Akibat Ketika Manusia tidak Didakwahi dan Tidak Melaksanakan Dakwah
a.         Karena manusia pada hakikatnya pelupa, maka manusia akan tetap dalam kebodohan terhadap akhlak dan moralitas sebagaimana yang terjadi pada zaman jahiliyyah.
b.         Manusia tidak akan dapat memenuhi kebutuhan spiritualnya
c.         Cahaya hati pada manusia selalu dalam keadaan berkurang
d.        Akal tidak akan dipandu oleh pengetahuan-pengetahuan agama (syari’at Islam), sehingga perilakunya cenderung mengikuti akal dan hawa nafsu.
e.         Eksistensi Tuhan tidak akan dikenal oleh manusia,karena melalui dakwah para utusan-Nya lah eksistensi Tuhan ada.
f.          Potensi baik pada manusia yang Allah anugrahkan tidak akan termaksimalkan, malahan potensi keburukan lah yang akan lebih menguasai, disebabkan oleh akal dan nafsu yang membimbingnya.



















[1] Miswan thohadi , quantum dakwah dan tarbiyah, Jakarta: al-I’tishom 2008, cet.1 hal146-147
[2] Atabik luthfi, Tafsir da’awi , jakarta: alitishom, 2011. Cet. 1, hal : 8
[3] Ibid hal 10
[4] Fathi yakan, musykilatu al-dakwah wa al-daiyah, beirut: muassasah al-risalah thn. 1983. Cet.9 ,  hal.33
[5] Yaitu hidup dalam alam yang lain yang bukan alam kita ini, di mana mereka mendapat kenikmatan-kenikmatan di sisi Allah, dan hanya Allah sajalah yang mengetahui bagaimana Keadaan hidup itu
[6] Muhammad albukhori, shohih bukhori. Mesir: dar al-hadis, 2004. Cet. 5, juz4 hal 96 no 3158
[7] Ibid hal 15
[8] Sunan abu dawud, bab fi dal ala al-khoir,beirut: almaktabah al-ashriyah,  juz 4 hal 333 no. 5129
[9] Sunan tirmidzi, bab al-waqof, mesir: mustofa albabi alhalabi, juz3 hal 652. No 1376
[10] Muhammad a-syaukani, fathu al-qodir, damaskus : dar ibnu katsir, cet.1 juz2 hal.181
[11] Ibid, hal 182

0 komentar:

Posting Komentar