Sabtu, 08 Juni 2013

KEPEMIMPINAN DALAM DAKWAH

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kepemimpinan dalam dakwah adalah sifat dan ciri tingkah laku pemimpin yang mengandung kemampuan untuk mempengaruhi dan mengarahkan daya kemampuan seseorang atau kelompok guna mencapai tujuan dakwah yang telah ditetapkan. Dengan kata lain pemimpin dakwah adalah orang yang menggerakkan orang lain yang ada di sekitarnya untuk mengikutinya dalam proses mencapai tujuan dakwah. Seorang pemimpin dakwah harus harus berusaha mengembangkan motif-motif dalam diri sasaran dakwah serta mengarahkan motif-motif tersebut kearah tujuan dakwah. Seorang pemimpin dakwah harus memiliki sifat-sifat dan cirri-ciri dinamis yang dapat mempengaruhi dan menggerakkan orang kea rah satu tujuan sehingga terciptalah suatu dinamika di kalangan pengikutnya yang terarah dan bertujuan. Selain cirri-ciri pemimpin secara umum islam menggariskan cirri pemimpin yang paling esensial yaitu keimanan dan ketaatan kepada Allah.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas dapat dirumuskan pemasalahan yang akan dibahas yaitu:
1.      Apa definisi Kepemimpinan Dakwah?
2.      Bagaimana sifat-sifat Kepemimpinan Dakwah?
3.      Bagaimana Kemampuan Kepemimpinan Dakwah?
4.      Bagaimana Karakteristik Kepemimpinan Dakwah yang Baik?

C.  Tujuan Pembahasan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, makalah ini bertujuan untuk:
1.         Mengetahui Definisi Kepemimpinan Dakwah
2.         Mengetahui Sifat-sifat Kepemimpinan Dakwah
3.         Mengetahui Kemampuan Kepemimpinan Dakwah
4.         Mengetahui Karakteristik Kepemimpinan Dakwah yang Baik

D.  Metode Penulisan
Dalam penulisan makalah ini kami menggunakan metode perpustakaan dengan mengambil beberapa sumber buku yang berhungan dengan pembahasan.
BAB II
PEMBAHASAN
A.    Definisi Kepemimpinan Dakwah
Kepemimpinan dalam pengertian umum adalah suatu proses ketika seseorang memimpin, membimbing, dan atau mengontrol pikiran, perasaan, atau tingkah laku orang lain. Sedangkan pengertian secara khusus dapat dilihat dari beberapa pendapat berikut:
a. Menurut Prof. Dr. Mr. Prajudi Atmosudirjo kepemimpinan adalah kepribadian seseorang yang menyebabkan sekelompok orang lain mencontoh atau mengikutinya.
b. Menurut Haiman, kepemimpinan adalah suatu proses dimana seseorang memimpin, membimbing, mempengaruhi pikiran, perasaan, atau tingkah laku orang lain.
c. Menurut Edwin A. Locke, kepemimpinan adalah proses menbujuk orang lain untuk mengambil langkah menuju suatu sasaran bersama.
d. Menurut John Pfifner, kepemimpinan adalah seni untuk mengkoordinasi dan memberikan dorongan terhadap individu atau kelompok untuk mencapai tujuan yang diinginkan.
Dari pendapat-pendapat diatas, dapat disimpulkan behwa seseorang dapat disebut pemimpin apabila seseorang itu dapat mempengaruhi pikiran, perasaan, dan prilaku orang lain, baik individu maupun kelompok untuk mencapai suatu tujuan tertentu.
Adapun pengertian kepemimpinan manajemen dakwah dan kepemimpinan dakwah ini berbeda. Kepemimpinan manajemen dakwah adalah suatu kepemimpinan yang fungsi dan peranannya sebagai manajer suatu organisasi atau lembaga dakwah yang bertanggung jawab atas jalannya semua fungsi manajemen, mulai dari perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan.
Sedangkan kepemimpinan dakwah adalah suatu sifat atau sikap kepemimpinan yang dimiliki oleh seseorang yang menyampaikan dakwah (Da’i) yang mendukung fungsinya untuk menghadapi publik dalam berbagai kondisi dan situasi. Da’I dengan sifat dan sikapnya dalam kehidupan sehari-hari dipandang sebagai pemimpin masyarakat. Oleh karena itu, boleh dikatakan bahwa kepemimpinan dakwah merupakan syarat yang harus dimiliki oleh seorang da’i.


B.      Sifat-sifat Kepemimpinan Dakwah
Sebagai pemimpin dakwah harus mempunyai sifat-sifat mulia dalam melaksanakan dakwahnya, sebagaimana Fungsi kenabian dan kerasulan yang diemban Muhammad saw menuntutnya untuk memiliki sifat-sifat yang mulia agar apa yang disampaikannya dapat diterima dan diikuti oleh umat manusia. Ada banyak sifat-sifat mulia yang seharusnya dimiliki seorang ‘pemimpin dakwah’. Antara lain:
1.       Disiplin Wahyu
Seorang Rasul pada dasarnya adalah pembawa pesan Ilahiyah untuk disampaikan kepada umatnya. Oleh karena itu tugasnya hanya menyampaikan firman-firman Tuhan. Ia tidak mempunyai otoritas untuk membuat-buat aturan keagamaan tanpa bimbingan wahyu, tidak juga menambah atau mengurangi apa yang telah disampaikan kepadanya oleh Allah SWT. Ia juga tidak boleh menyembunyikan firman-firman Tuhan meskipun itu merupakan suatu teguran kepadanya, atau sesuatu yang mungkin saja menyulitkan posisinya sebagai manusia biasa di tengah umatnya. Muhammad saw menjalankan fungsi ini dengan baik. Beliau tidak berbicara kecuali sesuai dengan wahyu. Beliau tidak membuat-buat ayat-ayat suci dengan mengikuti hawa nafsunya, tidak menambah atau mengurangi apa yang telah disampaikan kepadanya. Hal seperti ini sebaiknya bisa diikuti oleh para pemimpin dakwah saat ini.
2.      Memberikan Teladan
Sebagai seorang pemimpin keagamaan, seorang pemimpin dakwah harus memberikan teladan yang baik kepada umatnya, khususnya dalam melaksanakan ritual-ritual keagamaan dan melaksanakan code of conductkehidupan sosial masyarakat.
3.      Komunikasi yang Efektif
Dakwah adalah proses mengkomunikasikan pesan-pesan Ilahiyah kepada orang lain. Agar pesan itu dapat disampaikan dan dipahami dengan baik, maka diperlukan adanya penguasaan terhadap teknik berkomunikasi yang efektif. Mehammad saw merupakan seorang komunikator yang efektif. Hal ini ditandai oleh dapat diserapnya ucapan, perbuatan, dan persetujuan beliau oleh para sahabat yang kemudian ditransmisikan secara turun temurun. Inilah yang kemudian dikenal dengan hadits atau sunnah. Keahlian dan kelihaian beliau dapat berkomunikasi telah menarik banyak manusia di zamannya untuk mengikuti ajarannya. Begitu juga dengan orang-orang yang tidak pernah bertemu dengannya yang beriman meskipun tidak mendengar langsung ajaran Islam dari mulut beliau sendiri.

4.      Dekat dengan Umatnya
Rasulullah saw adalah seorang penyeru yang sangat dekat dengan umatnya. Beliau sering mengunjungi sahabat-sahabatnya, bermain dengan anak-anak emreka. Beliau turun langsung melihat realitas kehidupan pengikutnya dan orang-orang yang belum beriman dengannya. Beliau tidak sekedar ceramah dari satu masjid ke masjid lain tetapi menyentuh langsung hati umatnya di tempat mereka berada.
5.      Pengkaderan dan Pendelegasian Wewenang
Rasulullah saw bersabda, “Allah SWT tidak mengangkat ilmu dengan mencabut ilmu itu dari manusia. Melainkan Allah SWT mencabut ilmu melalui wafatnya para ulama.” (HR Bukhari Muslim). Secara tidak langsung hadits ini mengisyaratkan kesadaran beliau tentang perlunya menciptakan kader-kader yang beliau isi dengan ilmu pengetahuan keagamaan yang akan meneruskan dakwah beliau.
Pengkaderan ini beliau lakukan terhadap beberapa orang sahabat yang beliau didik dalam ilmu keagamaan. Beliau juga mendelegasikan wewenang kepada beberapa orang sahabat yang telah diberinya ilmu yang mencukupi untuk menyampaikan dan mengajarkan ajaran Islam kepada mereka yang belum atau baru saja memeluk  Islam. Misalnya, beliau mengutus Mush’ab bin Umair ke Madinah untuk menyiarkan Islam disana. Pembinaan dan pendelegasian wewenang ini cukup efektif karena pada gilirannya mereka juga akan membentuk kader mereka sendiri-sendiri sehingga ajaran Islam semakin luas syiarnya.[4]

C.    Kemampuan Pemimpin Dakwah
Sebagai pemimpin dakwah harus memiliki beberapa kemampuan atau ketrampilan-ketrampilan agar tugasnya dapat diemban dengan baik. Secara umum kemampuan atau ketrampilan-ketrampilan itu tercermin dalam 3 (tiga) hal, yaitu:
1.      Technical Skill
Ini adalah segala hal yang berkaitan dengan informasi dan kemampuan khusus tentang pekerjaannya. Seperti pengetahuannya dengan sifat tugasnya, tuntutan-tuntutannya, tanggung jawabnya, dan juga kewajiban-kewajibannya. Dalam hal ini dia harus berusaha untuk belajar dan menguasai informasi-informasi skill yang harus dikuasai dalam pekerjaannya.


2.      Human skill
Segala hal yang berkaitan dengan prilakunya sebagai individu dan hubungannya dengan orang lain dan juga cara berinteraksi dengan mereka. Termasuk disini adalah perilakunya dalam hubungan dengan kepemimpinan dan interaksinya dengan kelompok yang berbeda.
3.      Conceptual Skill
Kemampuan untuk melihat secara utuh dan luas terhadap berbagai maalah, dan kemudian mengaitkannya dengan berbagai prilaku yang berbeda dalam organisasi serta menyelaraskan antara berbagai keputusan yang dikeluarkan oleh berbagai organisasi yang secara keseluruhan bekerja untuk meaih tujuan yang telah ditentukan.

D.    Karakteristik Kepemimpinan Dakwah yang Baik
Setiap pemimpin dakwah dalam proses aktivitas dakwah, harus senantiasa membangun dirinya agar memiliki karakter pemimpin yang baik. Beberapa karakter pemimpin yang baik di antaranya adalah:
1.      Tidak bergaya instruksional.
Pemimpin yang sesungguhnya bukan sekedar mengumpulkan massa, lalu memaksa melakukan ini dan itu dengan gaya instruksi.  Hal seperti ini hanya bisa dilakukan di kantor, yang dilakukan oleh atasan kepada para karyawannya yang digaji.  Kepemimpinan dalam dakwah dan kepemimpinan di tengah masyarakat bersifat sosial. 
Jadi, kepemimpinan bergaya instruksional dan diktator, yang hanyamengandalkan controling dan monitoring tidak akan berhasil.  Kepemimpinan seperti itu hanya akan menghasilkan suasana penuh ketakutan.  Rasa ketakutan akan mematikan potensi seseorang, karena selalu hidup dalam suasana penuh tekanan dan keterpaksaan, bukan kepatuhan.
2.      Pendekatan ide kepemimpinan berpikir.
Pemimpin yang baik harus melakukan pendekatan yang benar terhadap sekelilingnya. Dia harus berbaur dan menyatu dengan orang-orang yang dipimpinnya, bukannya mengambil jarak dan menjadi mercusuar bagi sekelilingnya. Kepemimpinan dakwah harus menggunakan pendekatan ide, karena kepemimpinan dakwah adalah kepemimpinan berpikir.  Aktivis dakwah harus dapat menggerakkan orang-orang di sekitarnya.  Jadi, pemimpin yang baik harus bisa menjadi inspirator dan motivator, bukan diktator. Orang-orang yang dipimpinnya pun bergerak karena kepemimpinan berpikir, bukan karena taklif (instruksi).
3.      Selalu berprasangka baik.
Aktivis dakwah tidak boleh diliputi prasangka buruk (su’uzhan), tetapi selalu diwarnai prasangka baik (hushnuzhan). Jadi, pemimpin jangan hanya melihat kesalahan atau kelemahan dari orang-orang di sekelilingnya, tetapi harus bisa menunjukkan kebaikan mereka sehingga mereka selalu berpikir optimis dan selanjutnya akan menimbulkan rasa percaya diri untuk bisa meraih kesuksesan.[7]
4.       Permudahlah, jangan mempersulit.
Buatlah segala sesuatu menjadi mudah, dan jangan dipersulit. Rasulullah saw. ketika menyeru kepada manusia tidak pernah memaksa, tetapi selalu mengingatkan pada janji-janji Allah.  Pada saat Perang Khandaq, ketika Beliau meminta-minta berulang-ulang kepada para Sahabat agar ada yang memata-matai musuh untuk mencari informasi, dan tidak ada yang merespon, Beliau tidak mencela para Sahabat, tetapi mengingatkan dan terus mengingatkan bahwa Allah akan memberikan kebaikan kepada kita kalau kita melakukan perintah-Nya. Akhirnya Beliau mengutus Huzaifah untuk tugas spionase tersebut.
5.      Memahami realitas manusia sebagai manusia.
Semua manusia punya kelemahan.  Pemimpin harus selalu menasihati, jangan pernah bosan. Abdurrahman bin Rawahah sebagai komandan perang tidak pernah mengatakan kepada pasukannya, “Kalian kan para Sahabat, koktakut berperang.”  Namun,  beliau mengingatkan, “Kita berjuang dengan kekuatan iman kepada Allah dan bukan dengan kekuatan jumlah atau fisik.” Jadi, pemimpin yang baik harus memiliki pengertian terhadap orang yang dipimpinnya, lalu memotivasi dengan mengingatkan tentang ketaatan kepada Allah.  Dengan demikian, pemimpin tersebut akan mendapat banyak kepercayaan dari orang-orang di sekelilingnya.
6.      Memberikan kenyamanan kepada yang dipimpin.
Pemimpin yang baik, ketika berada dimanapun dia disukai, dicintai, bahkan ditunggu-tunggu sebagai tempat curhat, mencari solusi; bukan sebaliknya, menimbulkan ketakutan. Ia memiliki kemampuan empati kepada orang lain dan mau mendengarkan masukan-masukan dari yang dipimpinnya. Ia pun berusaha mencari tahu kesalahannya sebagai pemimpin dari orang lain. Ketika ada kesalahan, justru mengingatkan bahwa kita masih memiliki banyak kebaikan-kebaikan lain sehingga setiap kesalahan pasti ada jalan keluarnya, dan memberikan keyakinan bahwa kita pasti bisa.
7.      Kondisikan selalu hubungan sebuah tim.
Tujuan dakwah yang agung, yaitu melanjutkan kembali kehidupan Islam, memerlukan sebuah kerjasama tim yang solid.  Oleh karena itu, setiap pemimpin perlu mengkondisikan hubungan tim dalam dakwahnya. Diperlukan upaya pemetaan terhadap potensi dan kondisi yang ada pada setiap individu dan di sekitarnya, kemudian merencanakan bersama apa yang bisa dilakukan dengan potensi dan kondisi yang ada. Selayaknya sebuah tim, kekurangan dari yang satu akan ditutupi oleh kelebihan dari yang lain.





BAB III
PENUTUP
A. PENUTUP
Demikianlah sedikit uraian tentang kepemimpinan dakwah. Tentunya tulisan ini masih sangat jauh untuk mengungkap secara detail dan sempurna tentang kepemimpinan dakwah. Untuk itu penulis yakin makalah ini masih membutuhkan banyak koreksi dan masukan. Sebagai penutup penulis berharap makalah ini dapat memberikan manfaat kepada pembaca.


















Daftar Pustaka
Antonio, Muhammad Syafii. tt. Muhammad SAW The Super Leader Super Manager. Jakarta: Prenada Media.
Ardi,Didi Munadi. 2012. Psikologi Dakwah. Bandung: Mimbar Pustaka.
Muhyidin, Asep, Agus Ahmad Safe’i. 2002. Metode Pengembangan Dakwah. Bandung: Pustaka Setia.


0 komentar:

Posting Komentar