BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kepemimpinan dalam dakwah adalah sifat dan ciri tingkah laku pemimpin yang
mengandung kemampuan untuk mempengaruhi dan mengarahkan daya kemampuan
seseorang atau kelompok guna mencapai tujuan dakwah yang telah ditetapkan.
Dengan kata lain pemimpin dakwah adalah orang yang menggerakkan orang lain yang
ada di sekitarnya untuk mengikutinya dalam proses mencapai tujuan dakwah.
Seorang pemimpin dakwah harus harus berusaha mengembangkan motif-motif dalam
diri sasaran dakwah serta mengarahkan motif-motif tersebut kearah tujuan
dakwah. Seorang pemimpin dakwah harus memiliki sifat-sifat dan cirri-ciri
dinamis yang dapat mempengaruhi dan menggerakkan orang kea rah satu tujuan
sehingga terciptalah suatu dinamika di kalangan pengikutnya yang terarah dan
bertujuan. Selain cirri-ciri pemimpin secara umum islam menggariskan cirri
pemimpin yang paling esensial yaitu keimanan dan ketaatan kepada Allah.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas dapat dirumuskan pemasalahan yang akan dibahas
yaitu:
1.
Apa definisi Kepemimpinan Dakwah?
2.
Bagaimana sifat-sifat Kepemimpinan Dakwah?
3.
Bagaimana Kemampuan Kepemimpinan Dakwah?
4.
Bagaimana Karakteristik Kepemimpinan Dakwah yang Baik?
C. Tujuan
Pembahasan
Berdasarkan
rumusan masalah di atas, makalah ini bertujuan untuk:
1.
Mengetahui Definisi Kepemimpinan Dakwah
2.
Mengetahui Sifat-sifat Kepemimpinan
Dakwah
3.
Mengetahui Kemampuan Kepemimpinan Dakwah
4.
Mengetahui Karakteristik Kepemimpinan
Dakwah yang Baik
D. Metode
Penulisan
Dalam
penulisan makalah ini kami menggunakan metode perpustakaan dengan mengambil beberapa sumber buku yang berhungan dengan
pembahasan.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Definisi Kepemimpinan Dakwah
Kepemimpinan dalam pengertian umum adalah suatu proses ketika seseorang memimpin,
membimbing, dan atau mengontrol pikiran, perasaan, atau tingkah laku orang
lain. Sedangkan pengertian secara khusus dapat dilihat dari beberapa
pendapat berikut:
a. Menurut Prof. Dr. Mr. Prajudi
Atmosudirjo kepemimpinan adalah kepribadian seseorang yang menyebabkan sekelompok
orang lain mencontoh atau mengikutinya.
b. Menurut Haiman, kepemimpinan adalah
suatu proses dimana seseorang memimpin, membimbing, mempengaruhi pikiran,
perasaan, atau tingkah laku orang lain.
c. Menurut Edwin A. Locke, kepemimpinan adalah
proses menbujuk orang lain untuk mengambil langkah menuju suatu sasaran
bersama.
d. Menurut John Pfifner, kepemimpinan adalah
seni untuk mengkoordinasi dan memberikan dorongan terhadap individu atau
kelompok untuk mencapai tujuan yang diinginkan.
Dari pendapat-pendapat diatas, dapat disimpulkan behwa seseorang dapat
disebut pemimpin apabila seseorang itu dapat mempengaruhi pikiran, perasaan,
dan prilaku orang lain, baik individu maupun kelompok untuk mencapai suatu
tujuan tertentu.
Adapun pengertian kepemimpinan manajemen dakwah dan kepemimpinan dakwah ini
berbeda. Kepemimpinan manajemen dakwah adalah suatu kepemimpinan yang fungsi
dan peranannya sebagai manajer suatu organisasi atau lembaga dakwah yang
bertanggung jawab atas jalannya semua fungsi manajemen, mulai dari perencanaan,
pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan.
Sedangkan kepemimpinan dakwah adalah suatu sifat atau sikap kepemimpinan
yang dimiliki oleh seseorang yang menyampaikan dakwah (Da’i) yang mendukung
fungsinya untuk menghadapi publik dalam berbagai kondisi dan situasi. Da’I
dengan sifat dan sikapnya dalam kehidupan sehari-hari dipandang sebagai
pemimpin masyarakat. Oleh karena itu, boleh dikatakan bahwa kepemimpinan dakwah
merupakan syarat yang harus dimiliki oleh seorang da’i.
B. Sifat-sifat
Kepemimpinan Dakwah
Sebagai pemimpin dakwah harus mempunyai sifat-sifat mulia dalam
melaksanakan dakwahnya, sebagaimana Fungsi kenabian dan kerasulan yang diemban
Muhammad saw menuntutnya untuk memiliki sifat-sifat yang mulia agar apa yang
disampaikannya dapat diterima dan diikuti oleh umat manusia. Ada banyak
sifat-sifat mulia yang seharusnya dimiliki seorang ‘pemimpin dakwah’. Antara
lain:
1.
Disiplin Wahyu
Seorang Rasul pada dasarnya adalah pembawa pesan Ilahiyah untuk disampaikan
kepada umatnya. Oleh karena itu tugasnya hanya menyampaikan firman-firman
Tuhan. Ia tidak mempunyai otoritas untuk membuat-buat aturan keagamaan tanpa
bimbingan wahyu, tidak juga menambah atau mengurangi apa yang telah disampaikan
kepadanya oleh Allah SWT. Ia juga tidak boleh menyembunyikan firman-firman
Tuhan meskipun itu merupakan suatu teguran kepadanya, atau sesuatu yang mungkin
saja menyulitkan posisinya sebagai manusia biasa di tengah umatnya. Muhammad
saw menjalankan fungsi ini dengan baik. Beliau tidak berbicara kecuali sesuai
dengan wahyu. Beliau tidak membuat-buat ayat-ayat suci dengan mengikuti hawa
nafsunya, tidak menambah atau mengurangi apa yang telah disampaikan kepadanya.
Hal seperti ini sebaiknya bisa diikuti oleh para pemimpin dakwah saat ini.
2.
Memberikan Teladan
Sebagai seorang pemimpin keagamaan, seorang pemimpin dakwah harus
memberikan teladan yang baik kepada umatnya, khususnya dalam melaksanakan
ritual-ritual keagamaan dan melaksanakan code of conductkehidupan
sosial masyarakat.
3.
Komunikasi yang Efektif
Dakwah adalah proses mengkomunikasikan pesan-pesan Ilahiyah kepada orang
lain. Agar pesan itu dapat disampaikan dan dipahami dengan baik, maka
diperlukan adanya penguasaan terhadap teknik berkomunikasi yang efektif.
Mehammad saw merupakan seorang komunikator yang efektif. Hal ini ditandai oleh
dapat diserapnya ucapan, perbuatan, dan persetujuan beliau oleh para sahabat
yang kemudian ditransmisikan secara turun temurun. Inilah yang kemudian dikenal
dengan hadits atau sunnah. Keahlian dan kelihaian beliau dapat berkomunikasi
telah menarik banyak manusia di zamannya untuk mengikuti ajarannya. Begitu juga
dengan orang-orang yang tidak pernah bertemu dengannya yang beriman meskipun
tidak mendengar langsung ajaran Islam dari mulut beliau sendiri.
4.
Dekat dengan Umatnya
Rasulullah saw adalah seorang penyeru yang sangat dekat dengan umatnya.
Beliau sering mengunjungi sahabat-sahabatnya, bermain dengan anak-anak emreka.
Beliau turun langsung melihat realitas kehidupan pengikutnya dan orang-orang
yang belum beriman dengannya. Beliau tidak sekedar ceramah dari satu masjid ke
masjid lain tetapi menyentuh langsung hati umatnya di tempat mereka berada.
5.
Pengkaderan dan Pendelegasian Wewenang
Rasulullah saw bersabda, “Allah SWT tidak mengangkat ilmu dengan
mencabut ilmu itu dari manusia. Melainkan Allah SWT mencabut ilmu melalui
wafatnya para ulama.” (HR Bukhari Muslim). Secara tidak langsung
hadits ini mengisyaratkan kesadaran beliau tentang perlunya menciptakan
kader-kader yang beliau isi dengan ilmu pengetahuan keagamaan yang akan
meneruskan dakwah beliau.
Pengkaderan ini beliau lakukan terhadap beberapa orang sahabat yang beliau
didik dalam ilmu keagamaan. Beliau juga mendelegasikan wewenang kepada beberapa
orang sahabat yang telah diberinya ilmu yang mencukupi untuk menyampaikan dan
mengajarkan ajaran Islam kepada mereka yang belum atau baru saja memeluk
Islam. Misalnya, beliau mengutus Mush’ab bin Umair ke Madinah untuk menyiarkan
Islam disana. Pembinaan dan pendelegasian wewenang ini cukup efektif karena pada
gilirannya mereka juga akan membentuk kader mereka sendiri-sendiri sehingga
ajaran Islam semakin luas syiarnya.[4]
C. Kemampuan Pemimpin
Dakwah
Sebagai pemimpin dakwah harus memiliki beberapa kemampuan atau
ketrampilan-ketrampilan agar tugasnya dapat diemban dengan baik. Secara umum
kemampuan atau ketrampilan-ketrampilan itu tercermin dalam 3 (tiga) hal, yaitu:
1. Technical Skill
Ini adalah segala hal yang berkaitan dengan informasi dan kemampuan khusus
tentang pekerjaannya. Seperti pengetahuannya dengan sifat tugasnya,
tuntutan-tuntutannya, tanggung jawabnya, dan juga kewajiban-kewajibannya. Dalam
hal ini dia harus berusaha untuk belajar dan menguasai
informasi-informasi skill yang harus dikuasai dalam
pekerjaannya.
2. Human skill
Segala hal yang berkaitan dengan prilakunya sebagai individu dan
hubungannya dengan orang lain dan juga cara berinteraksi dengan mereka.
Termasuk disini adalah perilakunya dalam hubungan dengan kepemimpinan dan
interaksinya dengan kelompok yang berbeda.
3. Conceptual Skill
Kemampuan untuk melihat secara utuh dan luas terhadap berbagai maalah, dan
kemudian mengaitkannya dengan berbagai prilaku yang berbeda dalam organisasi
serta menyelaraskan antara berbagai keputusan yang dikeluarkan oleh berbagai
organisasi yang secara keseluruhan bekerja untuk meaih tujuan yang telah
ditentukan.
D. Karakteristik Kepemimpinan Dakwah yang Baik
Setiap pemimpin dakwah dalam proses aktivitas dakwah,
harus senantiasa membangun dirinya agar memiliki karakter pemimpin yang baik.
Beberapa karakter pemimpin yang baik di antaranya adalah:
1.
Tidak bergaya instruksional.
Pemimpin yang sesungguhnya bukan sekedar mengumpulkan
massa, lalu memaksa melakukan ini dan itu dengan gaya instruksi. Hal
seperti ini hanya bisa dilakukan di kantor, yang dilakukan oleh atasan kepada
para karyawannya yang digaji. Kepemimpinan dalam dakwah dan kepemimpinan
di tengah masyarakat bersifat sosial.
Jadi, kepemimpinan bergaya instruksional dan diktator,
yang hanyamengandalkan controling dan monitoring tidak
akan berhasil. Kepemimpinan seperti itu hanya akan menghasilkan suasana
penuh ketakutan. Rasa ketakutan akan mematikan potensi seseorang, karena
selalu hidup dalam suasana penuh tekanan dan keterpaksaan, bukan kepatuhan.
2.
Pendekatan ide kepemimpinan
berpikir.
Pemimpin yang baik harus melakukan pendekatan yang
benar terhadap sekelilingnya. Dia harus berbaur dan menyatu dengan orang-orang
yang dipimpinnya, bukannya mengambil jarak dan menjadi mercusuar bagi
sekelilingnya. Kepemimpinan dakwah harus menggunakan pendekatan ide, karena
kepemimpinan dakwah adalah kepemimpinan berpikir. Aktivis dakwah harus
dapat menggerakkan orang-orang di sekitarnya. Jadi, pemimpin yang baik
harus bisa menjadi inspirator dan motivator, bukan diktator. Orang-orang yang
dipimpinnya pun bergerak karena kepemimpinan berpikir, bukan karena taklif
(instruksi).
3.
Selalu berprasangka baik.
Aktivis dakwah tidak boleh diliputi prasangka buruk
(su’uzhan), tetapi selalu diwarnai prasangka baik (hushnuzhan). Jadi,
pemimpin jangan hanya melihat kesalahan atau kelemahan dari orang-orang di
sekelilingnya, tetapi harus bisa menunjukkan kebaikan mereka sehingga mereka
selalu berpikir optimis dan selanjutnya akan menimbulkan rasa percaya diri
untuk bisa meraih kesuksesan.[7]
4.
Permudahlah, jangan mempersulit.
Buatlah segala sesuatu menjadi mudah, dan jangan
dipersulit. Rasulullah saw. ketika menyeru kepada manusia tidak pernah memaksa,
tetapi selalu mengingatkan pada janji-janji Allah. Pada saat Perang
Khandaq, ketika Beliau meminta-minta berulang-ulang kepada para Sahabat agar
ada yang memata-matai musuh untuk mencari informasi, dan tidak ada yang merespon,
Beliau tidak mencela para Sahabat, tetapi mengingatkan dan terus mengingatkan
bahwa Allah akan memberikan kebaikan kepada kita kalau kita melakukan
perintah-Nya. Akhirnya Beliau mengutus Huzaifah untuk tugas spionase tersebut.
5.
Memahami realitas manusia sebagai manusia.
Semua manusia punya kelemahan. Pemimpin harus
selalu menasihati, jangan pernah bosan. Abdurrahman bin Rawahah sebagai
komandan perang tidak pernah mengatakan kepada pasukannya, “Kalian kan para
Sahabat, koktakut berperang.” Namun, beliau
mengingatkan, “Kita berjuang dengan kekuatan iman kepada Allah dan bukan dengan
kekuatan jumlah atau fisik.” Jadi, pemimpin yang baik harus memiliki
pengertian terhadap orang yang dipimpinnya, lalu memotivasi dengan mengingatkan
tentang ketaatan kepada Allah. Dengan demikian, pemimpin tersebut akan
mendapat banyak kepercayaan dari orang-orang di sekelilingnya.
6.
Memberikan kenyamanan kepada
yang dipimpin.
Pemimpin yang baik, ketika berada dimanapun dia
disukai, dicintai, bahkan ditunggu-tunggu sebagai tempat curhat, mencari
solusi; bukan sebaliknya, menimbulkan ketakutan. Ia memiliki kemampuan empati
kepada orang lain dan mau mendengarkan masukan-masukan dari yang dipimpinnya.
Ia pun berusaha mencari tahu kesalahannya sebagai pemimpin dari orang lain.
Ketika ada kesalahan, justru mengingatkan bahwa kita masih memiliki banyak
kebaikan-kebaikan lain sehingga setiap kesalahan pasti ada jalan keluarnya, dan
memberikan keyakinan bahwa kita pasti bisa.
7.
Kondisikan selalu hubungan
sebuah tim.
Tujuan dakwah yang agung, yaitu melanjutkan kembali
kehidupan Islam, memerlukan sebuah kerjasama tim yang solid. Oleh karena
itu, setiap pemimpin perlu mengkondisikan hubungan tim dalam dakwahnya.
Diperlukan upaya pemetaan terhadap potensi dan kondisi yang ada pada setiap
individu dan di sekitarnya, kemudian merencanakan bersama apa yang bisa
dilakukan dengan potensi dan kondisi yang ada. Selayaknya sebuah tim,
kekurangan dari yang satu akan ditutupi oleh kelebihan dari yang lain.
BAB III
PENUTUP
A. PENUTUP
Demikianlah sedikit uraian tentang kepemimpinan dakwah. Tentunya tulisan
ini masih sangat jauh untuk mengungkap secara detail dan sempurna tentang
kepemimpinan dakwah. Untuk itu penulis yakin makalah ini masih membutuhkan
banyak koreksi dan masukan. Sebagai penutup penulis berharap makalah ini dapat
memberikan manfaat kepada pembaca.
Daftar Pustaka
Antonio, Muhammad Syafii. tt. Muhammad SAW The Super Leader Super
Manager. Jakarta: Prenada Media.
Ardi,Didi Munadi. 2012. Psikologi Dakwah. Bandung: Mimbar
Pustaka.
Muhyidin, Asep, Agus Ahmad Safe’i. 2002. Metode Pengembangan Dakwah.
Bandung: Pustaka Setia.
0 komentar:
Posting Komentar