Minggu, 03 November 2013

MAKALAH KONSELI DAN KONSELOR DALAM KONSELING KELOMPOK

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
                Konseling kelompok merupakan salah satu layanan konseling yang di selenggarakan dalam suasana kelompok yang memanfaatkan dinamika kelompok, serta terdapat hubungan konseling yang hangat, terbuka dan penuh keakraban. Hal ini merupakan upaya individu untuk membantu individu agar dapat menjalani perkembangannya dengan lebih lancar, upaya itu bersifat preventif dan perbaikan. Sebab, pada konseling kelompok juga ada pengungkapan dan pemahaman masalah konseli, penelusuran sebab-sebab timbulnya masalah, upaya pemecahan masalah, kegiatan evaluasi dan tindak lanjut[1].
            Konselor dalam konseling kelompok berperan sebagai pemimpin kelompok. Tugas konselor dalam pemimpin kelompok adalah melakukan pemeliharaan, pemrosesan, penyaluran dan arahan. Sekalipun tuga uama mereka adalah melakukan pemeliharaan, pemrosesan, penyaluran dan arahan, tetapi cara penerapannya perlu mempertimbangkan situasinya[2].
                Konseli adalah seorang individu yang sedang mengalami masalah, atau setidaknya sedang mengalami sesuatu yang ingin disampaikan kepada orang lain. Konseli menanggung semacam beban, uneg-uneg, atau mengalami suatu kekurangan yang ia ingin isi, atau mengalami suatu ia ingin dan/atau perlu dikembangkan pada dirinya. Melalui konseling, konseli menginginkan agar ia mendapatkan suasana berpikir yang jernih dan/atau perasaan yang lebih nyaman, memperoleh nilai tambah, hidup yang lebih berarti, dan hal-hal positif  lainnya dalam menjalani hidup sehari-hari[3].
* ts?ur }§ôJ¤±9$# #sŒÎ) Myèn=sÛ âurºt¨? `tã óOÎgÏÿôgx. šV#sŒ ÈûüÏJuø9$# #sŒÎ)ur Mt/{xî öNåkÝÎ̍ø)¨? |N#sŒ ÉA$yJÏe±9$# öNèdur Îû ;ouqôfsù çm÷ZÏiB 4 y7Ï9ºsŒ ô`ÏB ÏM»tƒ#uä «!$# 3 `tB Ïöku ª!$# uqßgsù ÏtGôgßJø9$# ( ÆtBur ö@Î=ôÒム`n=sù yÅgrB ¼çms9 $|Ï9ur #YÏ©óD ÇÊÐÈ  
Artinya :
Dan kamu akan melihat matahari ketika terbit, condong dari gua mereka ke sebelah kanan, dan bila matahari terbenam menjauhi mereka ke sebelah kiri sedang mereka berada dalam tempat yang Luas dalam gua itu. itu adalah sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Allah. Barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allah, Maka Dialah yang mendapat petunjuk; dan Barangsiapa yang disesatkan-Nya, Maka kamu tidak akan mendapatkan seorang pemimpinpun yang dapat memberi petunjuk kepadanya.       (QS. Al-Kahfi:17)
            Ayat tersebut diartikan oleh al-Fairuzzabadi dan al-Zuhaeli sebagai penolong, pemberi petunjuk, dan pembimbing ke jalan ketentraman dan kebenaran. Sedangkan pelakunya yang pertama dan utama adalah Allah, Rasul Allah dan orang beriman. Dari dasar pengertian ini, maka mursyid secara fungsional dapat diartikan sebagai (1) penolong dalam mencocokkan perilaku dengan tuntunan ajaran yang datang dari Allah, (2) pemberi petunjuk ke jalan yang benar dan baik, dan (3) pembimbing dalam menjalankan ajaran yang datang dari Allah[4].
B.     Rumusan Masalah
            Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulisan makalah ini mempunyai beberapa rumusan yaitu :
1.      Apa itu konseling kelompok ?
2.      Bagaimana kualitas seorang konselor ?
3.      Bagaimana syarat yang harus dimiliki oleh seorang konselor ?
4.      Bagaimana sifat yang harus dimiliki oleh seorang konselor ?
5.      Bagaimana kepribadian yang harus dimiliki oleh seorang konselor ?
6.      Bagaimana kepribadian konseli dalam konseling kelompok ?
7.      Apa saja macam-macam konseli dalam konseling kelompok ?
8.      Bagaimana peran konseli dalam proses konseling kelompok ?

C.    TujuanPenulisan
            Berdasarkan rumusan masalah di atas, makalah ini bertujuan untuk:
1.       Mengetahui apa itu konseling kelompok
2.       Mengetahui kualitas seorang konselor
3.       Mengetahui syarat yang harus dimiliki oleh seorang konselor
4.       Mengetahui sifat yang harus dimiliki oleh seorang konselor
5.       Mengetahui kepribadian yang harus dimiliki oleh seorang konselor
6.       Mengetahui kepribadian konseli dalam konseling kelompok
7.       Mengetahui macam-macam konseli dalam konseling kelompok
8.       Mengetahuiperan konseli dalam proses konseling kelompok

D.    Metode Penulisan
            Dalam penulisan makalah ini penulis menggunakan metode perpustakaan, yaitu dengan mengambil beberapa sumber buku yang berhubungan dengan pembahasan disertai dengan pengmbilan materi dari dunia maya.








BAB II
PEMBAHASAN
Dalam proses konseling kelompok, ada beberapa pihak yang terlibat diantaranya :
1.      Definisi Konselor
Konselor dalam konseling kelompok berperan sebagai pemimpin kelompok. Tugas konselor dalam pemimpin kelompok adalah melakukan pemeliharaan, pemrosesan, penyaluran dan arahan. Sekalipun tuga uama mereka adalah melakukan pemeliharaan, pemrosesan, penyaluran dan arahan, tetapi cara penerapannya perlu mempertimbangkan situasinya.
Istilah Konselor atau mursyid ini terdapat dalam surat al-Kahfi (18) ayat 17
* ts?ur }§ôJ¤±9$# #sŒÎ) Myèn=sÛ âurºt¨? `tã óOÎgÏÿôgx. šV#sŒ ÈûüÏJuø9$# #sŒÎ)ur Mt/{xî öNåkÝÎ̍ø)¨? |N#sŒ ÉA$yJÏe±9$# öNèdur Îû ;ouqôfsù çm÷ZÏiB 4 y7Ï9ºsŒ ô`ÏB ÏM»tƒ#uä «!$# 3 `tB Ïöku ª!$# uqßgsù ÏtGôgßJø9$# ( ÆtBur ö@Î=ôÒム`n=sù yÅgrB ¼çms9 $|Ï9ur #YÏ©óD ÇÊÐÈ  
Artinya :
Dan kamu akan melihat matahari ketika terbit, condong dari gua mereka ke sebelah kanan, dan bila matahari terbenam menjauhi mereka ke sebelah kiri sedang mereka berada dalam tempat yang Luas dalam gua itu. itu adalah sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Allah. Barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allah, Maka Dialah yang mendapat petunjuk; dan Barangsiapa yang disesatkan-Nya, Maka kamu tidak akan mendapatkan seorang pemimpinpun yang dapat memberi petunjuk kepadanya.       (QS. Al-Kahfi:17)
Ayat tersebut diartikan oleh al-Fairuzzabadi dan al-Zuhaeli sebagai penolong, pemberi petunjuk, dan pembimbing ke jalan ketentraman dan kebenaran. Sedangkan pelakunya yang pertama dan utama adalah Allah, Rasul Allah dan orang beriman. Dari dasar pengertian ini, maka mursyid secara fungsional dapat diartikan sebagai (1) penolong dalam mencocokkan perilaku dengan tuntunan ajaran yang datang dari Allah, (2) pemberi petunjuk ke jalan yang benar dan baik, dan (3) pembimbing dalam menjalankan ajaran yang datang dari Allah.[5]
Sifat dasar bagi pelaku mursyid harus kredibel bagi orang lain, dan kredibilitas hanya akan timbul jika mursyid memiliki sifat nafsiyah, sifat jasadiyah, dan sifat ijtimaiyah. Menurut Enuh (1994) kuthub (1996) al-Mursyid (1989) dan al-Bagdadi (1997) kandungan tiga sifat itu dapat disimpulkan sebagai berikut :
1.      Sifat nafsiyah dimaksudkan sebagai kepemilikan suasana kepribadian yang sempurna baik lahir maupun batin yang mencerminkan sikap dan perilaku keislaman, yaitu terdiri dari (1) memiliki ilmu tentang al-Qur’an, sunah dan segala pengetahuan ajaran yang bersumber dari keduanya, (2) mengamalkan ilmu yang dimilikinya, (3) ikhlas dalam beramal, (4) teguh pendirian (istiqomah), (5) pemaaf dan toleran, (6) lemah lembut (tawadhu), (7) qanah, (8) shabar, (9) terpercaya, (10) berbicara seperlunya.
2.      Sifat Jasadiyah dimaksudkan sebagai kepemilikan kondisi badan yang sehat dari berbagai penyakit jasmaniyah yang membuat orang lain menjauhkan diri dari pergaulan dengan dirinya. Kesehatan jasmani ini ditunjukan oleh mursyid dalam cara berpakaian yang bersih dn rapih, bertubuh sehat dan berdaya, serta berpenampilan sempurna.
3.      Sifat ijtimaiyah dimaksudkan sebagai kepemilikan kesempurnaan perilaku dalam interaksi dengan orang lain sebagai anggota masyarakat. Sifat ini antara lain: (1) budi pekerti baik, (2) berteman dengan orang baik, (3) mencintai orang lain seperti mencintai dirinya, (4) menepati janji, (5) dermawan, (6) berani dalam mengatakan kebenaran, dan (7) disiplin dan bertindak logis serta sistematis[6].

a.      Kualitas Pribadi Konselor
            Kualitas pribadi konselor merupakan faktor yang menentukan jalannya konseling. Tidak hanya ilmu dan teknik-teknik yang harus dimiliki oleh seorang konselor. Fakta dilapangan menunjukkan, bahwa konseli (konseli) tidak mau ke ruangan konselor untuk memanfaatkan konseling karena kepribadian konselor yang mereka anggap judes, keras, dan menakutkan. Oleh karena itu selain ilmu seorang konselor juga harus mempunyai kepribadian yang baik, berkualitas dan dapt dipertanggung jawabkan.
Cavanagh, 1982 (Yusuf, 2009: 37) mengemukakan bahwa kualitas pribadi konselor ditandai  dengan  karakteristik sebagai berikut :

1)   Pemahaman Diri (Self awareness)
Self awareness berarti bahwa konselor memehami dirinya dengan baik, memahami secara pasti apa yang akan dilakukan, mengapa dilakukan, dan masalah apa yang harus diselesaikan. Pentingnya pemahaman diri bagi konselor diantaranya sebagai berikut :
a)      Konselor yang memiliki persepsi yang akurat tentang dirinya cenderung akan memiliki persepsi yang akurat tentang orang lain
b)      Konselor yang terampil dalam memahami dirinya, maka dia akan terampil memahami orang lain
c)      Konselor yang memahami dirinya akan mampu mengajarkan cara memahami diri kepada orang lain
d)     Pemahaman tentang diri memungkinkan konselor untuk dapat merasa dan berkomunikasi secara jujur dengan konseli pada saat proses konseling berlangsung[7].

2)        Kompeten (Competence)
Kompeten diartikan bahwa konselor itu memiliki kualitas fisik, intelektual, emosional, social, dan moral sebagai pribadi yang berguna[8].

3)        Kesehatan Psikologis
Konselor yang memiliki kesehatan psikologis yang baik memiliki kualitas sebagai berikut :
a)      Memperoleh pemuasan kebutuhan rasa aman, cinta, kekuatan dan seks
b)      Dapat menghadapi masalah-masalah pribadi yang dimiliki
c)      Menyadari kelemahan, atau keterbatasan kemampuan diri
d)     Menciptakan kehidupan yang lebih baik. Konselor dapat menikmati kehidupan secara nyaman[9].

4)        Dapat Dipercaya
Kualitas pribadi konselor yang dapat dipercaya sangat penting karena alasan sebagai berikut :
a)      Esensi tujuan konseling adalah mendorong konseli untuk mengmukakan masalah dirinya yang paling dalam.
b)      Dalam konseling perlu mempercayai karakter dan motivasi konselor.
c)      Konseli yang mendapat penerimaan dan kepercayaan dari konselor, maka akan berkembang dalam dirinya sikap percaya diri.

Konselor yang dapat dipercaya cenderung memiliki kualitas sikap dan perilaku sebagai berikut :
a.       Memiliki pribadi yang konsisten.
b.      Dapat dipercaya oleh orang lain, baik ucapan maupun perbuatan.
c.       Tidak pernah membuat orang lain kecewa atau kesal.
d.      Bertanggungjawab, mampu merespon orang lain secara utuh, tidak inkar janji, dan mau membantu secara penuh[10].

5)        Jujur (honesty)
Jujur yang dimaksud adalah konselor bersikap transparan (terbuka), autentik, dan asli (genuine). Sikap jujur ini penting dalam konseling, karena alasan-alasan berikut :
a)      Sikap keterbukaan memungkinkan konselor dan konseli untuk menjalin hubungan psikologis yang lebih dekat satu sama lainnya di dalam proses konseling. Konselor yang menutup atau menyembunyikan bagian-bagian dirinya terhadap konseli dapat menghalangi terjadinya relasi yang lebih dekat. Kedekatan hubungan psikologis sangat penting dalam konseling, sebab dapat menimbulkan hubungan yang langsung dan terbuka antara konselor dengan konseli. Apabila terjadi ketertutupan dalam konseling dapat menyebabkan merintangi perkembangan konseli.
b)      Kejujuran memungkinkan konselor dapat memberikan umpan balik secara objektif kepada konseli.
Konselor yang jujur memiliki karakteristik sebagai berikut.
a.       Bersikap kongruen, artinya sifat-sifat dirinya yang dipersepsi oleh dirinya sendiri (real self) sama sebangun dengan yang dipersepsi oleh orang lain (public self).
b.      Memiliki pemahaman yang jelas tentang makna kejujuran[11].

6)        Kekuatan (Strength)
Kekuatan atau kemampuan konselor sangat penting dalam konseling, sebab dengan hal itu konseli akan merasa aman. Konseli memandang konselor sebagai orang yang :
a)         Tabah dalam menghadapi masalah,
b)        Dapat mendorong konseli untuk mengatasi masalah,
c)         Dapat menanggulangi kebutuhan dan masalah pribadi.
Konselor yang memiliki kekuatan cenderung menampilkan kualitas sikap dan perilaku sebagai berikut :
a)      Dapat membuat batasan waktu yang pantas dalam konseling.
b)      Bersifat fleksibel.
c)      Memiliki identitas diri yang jelas.

7)        Bersikap Hangat (Warmth)
Bersikap hangat adalah konselor besikap penuh perhatian, dan memberikan kasih sayang. Dengan rasa hangat tersebut mendorong konseli untuk mendapat kehangatan dan melakukan “sharing” (bercerita) dengan konselor.
8)        Actives Responsiveness
Respon aktif yang dimaksud adalah konselor dapat mengkomunikasikan perhatian dirinya terhadap kebutuhan konseli.

9)        Sabar (Patience)
Sikap sabar konselor dalam konseling dapat membantu konseli untuk mengembangkan diri secara alami. Sikap sabar konselor menunjukkan lebih memperhatikan diri konseli dari pada hasilnya.
10)        Kepekaan (Sensitivity)
Konselor menyadari tentang adanya dinamika psikologis yang tersembunyi atau sifat-sifat mudah tersinggung, baik pada diri konseli maupun dirinya sendiri. Kepekaan ini penting karena konseli yang datang untuk meminta bantuan kepada konselor pada umumnya tidak menyadari masalah yang sebenarnya dihadapi. Bahkan ada yang tidak menyadari bahwa dirinya bermasalah.
Konselor yang memiliki kepekaan memiliki kualitas perilaku sebagai berikut.
a)      Sensitif terhadap reaksi dirinya sendiri.
b)      Mengetahui kapan, dimana, dan berapa lama mengungkap masalah konseli.
c)      Mengajukan pertanyaan tentang persepsi konseli tentang masalah yang dihadapinya.
d)     Sensitif terhadap sifat-sifat yang mudah membuat tersinggung[12].  

11)         KesadaranHolistik (Holistic Awareness)
Pendekatan holistik dalam konseling berarti bahwa konselor memahami konseli secara utuh dan tidak mendekatinya secara serpihan. Namun begitu bukan berarti bahwa konselor sebagai seorang ahli dalam segala hal, disini menunjukkan bahwa konselor perlu memahami adanya berbagai dimensi yang menimbulkan masalah konseli, dan memahami bagaimana dimensi yang satu memberi pengaruh terhadap dimensi yang lainnya. Dimensi-dimensi itu meliputi : fisik, intelektual, emosi, sosial, seksual, dan moral-spiritual.
Konselor yang memiliki kesadaran holistik cenderung menampilkan karakteristik sebagai berikut :
a)      Menyadari secara akurat tentang dimensi-dimensi kepribadian yang kompleks.
b)      Menemukan cara memberikan konsultasi yang tepat dan mempertimbangkan tentang perlunya referal (rujukan).
c)      Akrab dan terbuka terhadap berbagai teori[13].

b.      Persyaratan Konselor
Bimbingan kelompok akan efisien dan efektif dapat di capai apabila di dukung oleh tenaga pembimbing yang memiliki kualitas kepribadian yang memadai, pengetahuan dan keahlian professional tentang bimbingan, serta psikologi pendidikan yang memadai pula dan berdedikasi tinggi terhadap tugas dan profesi.
Syarat kualitas kepribadian dan dedikasi seorang konselor[14], diantaranya :
1.      Bertaqwa kepada Allah swt
2.      Menunjukan keteladan dalam hal yang baik.
3.      Dapat dipercaya,jujur, dan konsisten
4.      Memiliki rasa kasih sayang dan kepedulian
5.      Rela dan tanpa pamrih dalam memberikan layanan bimbingan dan konseling
6.      Senantiasa melengkapi diri dengan pengetahuan dan informasi
Menurut Jones ada 7 sifat yang harus di miliki oleh seorang konselor:
1.      Tingkah laku yang etis.
Sikap dasar seorang konselor  harus mengandung ciri etis karena konselor harus membantu manusia sebagai pribadi dan memberikan informasi pribadi yang bersifat sangat rahasia. Konselor harus dapat merahasiakan kehidupan pribadi konseli dan memiliki tanggung jawab moral untuk membantu memecahkan kesukaran konseli.
2.      Kemampuan intelektual.
Konselor yang baik harus memiliki kemampuan intelektual untuk memahami seluruh tingkah laku manusia dan masalahnya serta dapat memadukan kejadian-kejadian sekarang dengan pengalaman-pengalamannya dan latihan-latihannya sebagai konselor pada masa lampau. Ia harus dapat berpikir secara logis, etis,kritis, dan mengarah ke tujuan tertentu.


3.      Keluwesan (fleksibility)
Hubungan dalam konseling yang bersifat pribadi mempunyai ciri yang supel dan terbuka. Konselor di harapkan tidak bersikap kaku dengan langkah-langkah tertentu dan system tertentu. Konselor dapat dengan luwes bergerak dari satu persoalan ke persoalan lainnya dan dapat menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan yang mungkin terjadi dalam proses konseling.

4.      Sikap penerimaan.
Konselor harus dapat menerima dan melihat kepribadian konseli secara keseluruhan dan dapat menerima  menurut apa  adanya. Konselor harus dapat mengakui kepribadian konseli dan menerima konseli sebagai pribadi yang mempunyai hak untuk mngambil keputusan sendiri. Konselor harus percaya bahwa nanti konseli memiliki kemmapuan untuk membuat keputusan yang bijaksana dan bertanggung jawab.

5.      Pemahaman.
Seorang konselor harus dapat menangkap arti dari ekspresi konseli. Kemampuan konselor memahami konseli pada setiap situasi konseling dapat terjadi dengan menempatkan dirinya pada kaca mata konseli. Seorang konselor harus mengikuti perubahan kepribadian konseli dengan baik. Konselor harus dapat menyatukan dirinya dengan dunia konseli dan dapat pula menyatukan kembali dengan cara yang wajar dan dengan penuh perasaan agar konseli mudah mennagkap dan mengerti.

6.      Peka terhadap rahasia pribadi.
Dalam segala hal konselor harus dapat menunjukan sikap yang jujur dan wajar sehingga ia dapat dipercaya oleh konseli dan konseli berani membuka diri terhadap konselor.Konseli sangat peka terhadap kejujuran konselor, sebab konseli telah berani mengambil resiko dengan membuka diri dan khususnya rahasia hidup pribadinya.

7.      Komunikasi.
Komunikasi merupakankecakapan dasar yang harus dikuasai oleh setiap konselor. Dalam komunikasi konselor dapat mengekspresikan kembali pernyataan-pernyataan konseli secara tepat. Menjawab atau memantulkan kembali pernyataan konseli dalam bentuk perasaan dan kata-kata serta tingkah laku konselor. Konselor harus dapat memantulkan perasaan konseli dan pemantulan ini dapat ditangkap dan dimengerti oleh koseli sebagai pernyataan yang penuh penerimaan dan pengertian[15].

c.       Kepribadian Konselor
1.      Empati
Yang dimaksud dengan empati dalam uraian ini adalah kemampuan seseorang untuk merasakan secara tepat apa yang dirasakan dan dialami oleh oranglain mengkomunikasikan persepsinya. Orang yang memiliki tingkat empati  tinggi akan menampakan sikap bantuannya yang  yata dan berarti dalam hubungannya dengan orang lain, sementara mereka yang rendah empatinya menunjukan sikap yang secara nyata dan berarti merusak hubungan antar pribadi.


2.      Respek
Respek menunjukan secara tak langsung bahwa  konselor menghargai martabat dan nilai konseli sebagai manusia. Hal ini mengandung arti juga bahwa konselor menerima kenyataan : Setiap konseli menerima hak untuk memilih sendiri, memiliki kebebasan, kemauan, dan mampu membuat keputusannya sendiri.

3.      Keaslian
Keaslian merupakan kemampuan konselor menyatakan dirinya secara bebas dan mendalam tanpa pura-pura, tidak bermain peranan dan tidak dipertahankan diri. Konselor yang demikian selalu tampak keaslian pribadinya, sehingga tidak ada pertentangan antara apa yang ia katakan dan apa yang ia lakukan.

4.      Kekongkretan
Kekongkretan menyatakan ekspresi yang khusus mengenai perasaan dan pengalaman orang lain. Seorang konselor yang memiliki kekongkretan tinggi selalu memelihara hubungan yang khusus dan selalu mencari jawaban mengenai apa, mengapa, kapan, dimana dan bagaimana dari sesuatu yang dia hadapi.

5.      Konfrontasi
Konfrontasi terjadi jika terdapat kesenjangan antara apa yang dikatakan konseli dengan apa yang dia alami, atau antara yang ia katakan pada suatu saat dengan apa yang ia katakan sebelum itu. Variabel ini tidak di kontrol sepenuhnya oleh konselor, tetapi hal ini dapat dilaksanakan jika konselor merasakan cocok untuk dikonfrontasikan.


6.      Membuka Diri
Membuka diri adalah penampilan perasaan sikap, pendapat, dan pengalaman-pengalaman pribadi konseling untuk kebaikan konseli. Konselor mengungkapkan diri sendiri dan membagika dirinya kepada konseli dengan mengungkapkan beberapa pengalaman yang berarti yang bersangkutan dengan masalah konseli.

7.      Kesanggupan
Kesanggupan dinyatakan sebagai charisma, sebagai suatu kekuatan yang dinamis dan magnetis dari kualitas pribadi konselor. Konselor yang memiliki sifat potensi ini selalu menampakkan kekuatannya dalam penampilan pribadinya.

8.      Kesiapan
Kesiapan  ( Colingwood dan Renz , 1969) adalah sesuatu yang berhubungan dengan perasaan  diantara konseli dan konselor pada waktu kini dan disini. Tingkat kesiapan yang tinggi  terdapat pada diskusi dan analisis yang terbuka mengenai hubungan antar pribadi yang terjadi antara konselor dan konseli dalam situasi konseling.

9.      Aktualisasi diri
Dalam penelitian telah terbukti bahwa aktualisasi diri memiliki kolerasi yang tinggi terhadap keberhasilan konseling ( Fould, 1969). Aktualisasi diri dapat di pakai oleh konseli yang meminta bantuan kepadanya. Aktualisasi diri menunjukan secara tak langsung bahwa orang dapat hidup dan memenuhi kebutuhan nya secara langsung karena ia mempunyai kekuatan dalam dirinya untuk mencapai tujuan hidupnya[16].

2.      Definisi Konseli
Konseli adalah seorang individu yang sedang mengalami masalah, atau setidaknya sedang mengalami sesuatu yang ingin disampaikan kepada orang lain. Konseli menanggung semacam beban, uneg-uneg, atau mengalami suatu kekurangan yang ia ingin isi, atau mengalami suatu ia ingin dan/atau perlu dikembangkan pada dirinya. Melalui konseling, konseli menginginkan agar ia mendapatkan suasana berpikir yang jernih dan/atau perasaan yang lebih nyaman, memperoleh nilai tambah, hidup yang lebih berarti, dan hal-hal positif  lainnya dalam menjalani hidup sehari-hari.
Shertzer and Stone (1987) mengemukakan bahwa keberhasilan dan kegagalan proses konseling ditentukan ole tiga hal yaitu :
(1) kepribadian konseli, (2) harapan konseli, (3) pengalaman atau pendidikan konseli.[17]

a.      Kepribadian Konseli
Kepribadian konseli cukup menentukan keberhasilan proses konseling. Aspek-aspek kepribadian konseli adala sikap, emosi, intelektual, motivasi, dsb. Seorang konseli yang cemas akan tampak pada perilakunya dihadapan konselor. Seorang konselor yanag efektif akan mengungkap perasaan-perasaan cemas konseli semaksimal mungkin dengan cara menggali atau eksplorasi sehingga keluar dengan leluasa bahkan mungkin diiringi oleh air mata konseli.
Konseli juga dilatarbelakangi oleh sikap, nilai-nilai, pengalaman, perasaan, budaya, sosial, ekonomi, dsb. Semua itu membentuk kepribadiannya. Saat berhadapan dengan konselor didalam proses konseling, maka latar belakang tersebut akan muncul baik dengan sengaja dimunculkan maupun muncul dengan sendirinya, seperti sikap. Ada konseli yang bersikap curiga terhadap konselor sehingga tidak mau terbuka dalam pembicaraan, ada tlagi konseli emosional, marah, dan menyerang konselor dengan kata-kata. Dibalik itu ada yang diam saja, mengangguk-ngangguk saja dan sedikit sekali kalimat yang keluar dari mulutnya. Ada juga konseli yang acuh tak acuh alias cuek, tapi akan ditemukan pula yang agkuh, manja dan tergantung pada konselor dan banyak pula yang menolak[18].
b.      Harapan Konseli
Mengandung makna adanya kebutuhan yang ingin terpenuhi melalui proses konseling. Pada umumnya harapan konseli terhadap proses konseling adalah untuk memperoleh informasi, menurunkan kecemasan, memperoleh jawaban atau jalan keluar dari persoalan yang dialami, dan mencari upaya bagaimana dirinya supaya lebih baik, lebih berkembang.
Shertzer dan Stone (1980) mengemukakan bahwa secara umum haparan konseli atau Counselees adalah agar proses konseling dapat menghasilkan pemecahan (solusi) persoalan pribadi mereka. Termasuk didalam permasalahan pribadi itu adalah dapat menurunkan atau menghilangkan stress, memberikan kemampuan untuk bisa mengadakan pilihan, menjadikan dirinya populer dari sebelumnya, menjadikan hubungan dengan orang lain lebih baik dan bermakna, agar bisa diterima di perguruan tinggi bermutu, mendapat beasiswa, atau dana bantuan dari perusahaan. Disamping itu harapan konseli adalah agar dapat mengatasi kesulitan dan kegagalan dalam pelajaran, agar konseling dapat eberikan jaminan supaya dia bisa mendapat pekerjaan dan naik pengkat, serta mendapatkan kedudukan atau karir makin baik[19].

c.       Pengalaman Dan Pendidikan Konseli
Hal ini amat menentukan atas keberhasilan proses konseling sebab dengan pengalaman dan pendidikan tersebut, konseli akan mudah menggali dirinya sehingga persoalannya makin jelas dan upaya pemecahannya makin terarah. Pengalaman yang dimaksud adalah pengalaman dalam konseling, wawancara, keterbukaan, berkomunikasi, berdiskusi, pidato, ceraah, mngajar/melatih, keterbukaan, dalam suasana demokratis di keluarga/ sekolah, dan sebagainya.

d.      Aneka Ragam Konseli
Berikut akan diuraikan berbagai jenis atau ragam konseli yang dihadapi konselor : [20]
1.      Konseli Sukarela
Konseli sukarela artinya konseli yang hadir di ruang konseling atas kesadaran sendiri, berhubung ada maksud dan tujuannya. Mungkin ia ingin memperoleh informasi, menginginkan penjelasan tentang persoalan yang dihadapinya, tentang karir dan lanjutan studi dsb.
Secara umum dapat kita kenali ciri-ciri konseli sukarela sebagai berikut :
-          Hadir atas kehendak sendiri
-          Segera dapat menyesuaikan diri dengan konselor
-          Mudah terbuka, seperti mengatakan persoalannya
-          Bersungguh-sungguh mengikuti proses konseling
-          Berusaha mengemukakan sesuatu dengan jelas
-          Sikap bersahabat, mengharapkan bantuan
-          Bersedia mengungkapka rahasian walaupun menyakitkan.

2.      Konseli Terpaksa
Konseli terpaksa adalah konseli yang kehadirannya di ruang konseling bukan atas keinginannya sendiri. Dia datang atas dorongan orang tua, wali kelas, teman dsb. Mungkin konseli tadi diantar atau disuruh menghadap konselor karena dianggap perilakunya kurang sesuai dengan aturan lingkungan keluarga atau sekolah. Konseli terpaksa memiliki karakteristik sebagai berikut :
-          Bersifat tertutup
-          Enggan bicara
-          Curiga terhadap konselor
-          Kurang bersahabat
-          Menolak secara halus bantuan konselor
Strategi yang digunakan untuk menghadapi konseli terpaksa adalah mencoba menjelaskan dengan bijak apa yang dimaksud dengan proses konseling yang dilakukan.

3.      Konseli Enggan
Salah satu bentuk konseli enggan adalah konseli yang banyak berbicara, pada prinsipnya enggan untuk dibantu. Hanya senang berbicara dengan konselor tanpa penyelesaian masalah, atau konseli yang diam saja. Upaya yang dilakukan untuk menghadapi konseli semacam ini adalah :
-          Menyadarkan akan kekeliruannya
-          Memberi kesempatan agar dia dibimbing orang lain atau mencari lawan bicara yang lain.

4.      Konseli Bermusuhan atau menentang
Konseli terpaksa dan bermasalah dapat menjadi konseli yang menentang sifat-sifatnya adalah : (1) Tertutup, (2) menentang, (3) bermusuhan, (4) menolak secara terbuka. Konseli terpaksa harus diperlakukan ramah, perlakukan sebaik mungkin tapi tegas dan negoisasi.
Cara-cara efektif menghadapi konseli semacam ini adalah :
-          Ramah, bersahabat, dan empati
-          Toleransi terhadap perilaku yang nampak
-          Tingkatkan kesabaran menanti saat yang tepat untuk berbicara bahasa tubuh konseli
-          Memahami keinginan konseli yaitu tidak sudi dibimbing
-          Membuat bentuk negoisasi, kontrak waktu dan penjelasan tentang konseling.

5.      Konseli Krisis
Apabila seseorang menghadapi musibah, seperti kehilangan orang yang dicintai, diperkosa dll, yang dihadapkan pada konselor untuk diberi bantuan agar jiwanya stabil dan mampu menyesuaikan diri dengan keadaan yang baru. Beberapa gejala konseli krisis :
-          Tertutup atau menutup diri dengan dunia luar
-          Amat emosional, tidak berdaya, bahkan histeris
-          Kurang mampu berfikir rasional
-          tidak mampu menkonselors diri dan keluarga
-          membutuhkan orang yang amat dipercayai

e.       Peran Konseli dalam Konseling Kelompok
Konseli adalah anggota kelompok. Anggota kelompok pada dasarnya sebagai agen penolong bagi anggota yang lain. Peran anggota kelompok adalah sebagai berikut:
1.      Membantu terbinanya suasana keakraban dalam hubungan antar anggota kelompok
2.      Mencurahkan segenap perasaan dan melibatkan diri dalam kegiatan kelompok
3.      Berusaha agar apa yang dilakukannya itu membantu tercapainya tujuan bersama
4.      Membantu tersusunnya aturan kelompok dan berusaha mematuhinya
5.      Berusaha secara aktif ikut serta dalam seluruh kegiatan kelompok
6.      Berkomunikasi secara terbuka
7.      Berusaha membantu anggota lain
8.      Memberi kesempatan kepada anggota lain untuk menjalankan perannya



BAB III
PENUTUP






















DAFTAR PUSTAKA
·          Hartinah, Siti, Konsep dasar Bimbingan Kelompok, Bandung, Refika Aditama, 2009
·         AS Enjang dan Mujib Abdul, Dasar-dasar Bimbingan dan Penyuluhan Islam, Bandung, Sajjad Publishing House, 2009
·         Juntika, Nurihsan Achmad, Bimbingan dan konseling dalam berbagai latar kehidupan, Refika Aditama, 2011;30
·         Gunawan Yusuf, Pengantar Bimbingan dan Konseling, Jakarta, Gramedia Pustaka Utama, 1992
·         Mashudi Farid,Psikologi Konseling, Jogjakarta, IRCiSoD, 2011.
·         Willis Sofyan S, Konseling Individual Teori dan Praktik, Bandung, Alfabeta, 2011
·         Winkel, W.S.1997. Bimbingan dan Konseling. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia





[1] http://warnaa-warnii.blogspot.com/2013/01/pengertian-dan-tujuan-bimbingan.html
[2] Ibid
[3] Prof. Dr. Sofyan Willis, konseling Individual Teori dan Praktek, Bandung, Alfabeta, 2011, hal. 111
[4]  Enjang AS dan Abdul Mujib, Dasar-dasar Bimbingan dan Penyuluhan Islam, Bandung, Sajjad, 2009, hal 73
[5]  Enjang AS dan Abdul Mujib, Dasar-dasar Bimbingan dan Penyuluhan Islam, Bandung, Sajjad, 2009, hal 73
[6]  Ibid

[7] Dr. Achmad Juntika Nurihsan M.pd Bimbingan dan konseling dalam berbagai latar kehidupan, refika aditama, 2011;30
[8] ibid
[9] Dr. Achmad Juntika Nurihsan M.pd Bimbingan dan konseling dalam berbagai latar kehidupan, refika aditama, 2011
[10] ibid
[11] Dr. Achmad Juntika Nurihsan M.pd Bimbingan dan konseling dalam berbagai latar kehidupan, refika aditama, 2011
[12] Dr. Achmad Juntika Nurihsan M.pd Bimbingan dan konseling dalam berbagai latar kehidupan, refika aditama, 2011
[13] Dr. Achmad Juntika Nurihsan M.pd Bimbingan dan konseling dalam berbagai latar kehidupan, refika aditama, 2011
[14] Ibid

[15] Dr. Achmad Juntika Nurihsan M.pd Bimbingan dan konseling dalam berbagai latar kehidupan, refika aditama, 2011
[16] Drs. Gunawan Yusuf, MSc, Pengantar Bimbingan dan Konseling, Jakarta, Gramedia Pustaka Utama, 1992

[17]  Prof. Dr. Sofyan S. Willis, Konseling Individual Teori dan Praktik, Bandung, Alfabeta, 2011
[18] Prof. Dr. Sofyan S. Willis, Konseling Individual Teori dan Praktik, Bandung, Alfabeta, 2011

[19] ibid
[20] Farid Mashudi,Psikologi Konseling, Jogjakarta, IRCiSoD, 2011, Hal 81

0 komentar:

Posting Komentar