BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
كُلُّ
مَوْلُودٍ يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ
يُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ (رواه مسلم)
Setiap anak dilahirkan dalam keadaan
fitrah, lalu kedua orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nashrani atau
Majusi. (HR. Muslim)
Dari hadits tersebut tersirat makna bahwa pembentukan
kepribadian anak salah satunya dipengaruhi oleh pola asuh dan pendidikan orang
tua. Sebagai pendidik yang pertama dan utama bagi anak, tentunya orang tua
harus benar-benar memperhatikan tanggung jawab tersebut dan bisa menjadi
teladan yang baik bagi anak. Oleh karena itu, hubungan kedua orang tua pun
harus dijaga agar tercipta keharmonisan dalam keluarga. Keadaan keluarga yang
tenang, menyenangkan, dan harmonis akan membantu proses pembentukan
kepribadian, perkembangan dan pendidikan anak dengan baik, begitupun sebaliknya
keadaan keluarga yang tidak harmonis akan berpengaruh buruk terhadap proses
pembentukan kepribadian, perkembangan dan pendidikan anak. Fakta membuktikan
mayoritas anak yang cenderung nakal disebabkan ada pengaruh negatif dari
permasalahan perpecahan keluarga, atau biasa disebut dengan istilah
disorganisasi keluarga.
Disorganisasi keluarga adalah perpecahan keluarga
sebagai suatu unit karena anggota-anggotanya gagal memenuhi
kewajiban-kewajibannya yang sesuai dengan peranan sosialnya. Dalam buku
Sosiologi Pendidikan karya Muhammad Rifa’i, disebutkan bahwa secara sosiologis
bentuk-bentuk disorganisasi keluarga antara lain adalah sebagai berikut:
- Unit keluarga yang tidak lengkap karena hubungan
di luar pernikahan. Walaupun dalam hal ini secara yuridis dan sosial belum
terbentuk suatu keluarga, bentuk ini dapat di golongkan sebagai
disorganisasi keluarga. Sebab ayah biologis gagal dalam mengisi
peranan sosialnya dan demikian juga halnya dengan keluarga pihak ayah
maupun keluarga pihak ibu.
- Disorganisasi keluarga karena putusnya pernikahan
sebab perceraian.
- Adanya kekurangan dalam keluarga tersebut, yaitu
dalam hal komunikasi antara anggota-anggotanya.
- Krisis keluarga karena salah satu yang bertindak
sebagai kepala keluarga di luar kemampuannya sendiri meninggalkan rumah
tangga, mungkin karena meninggal dunia, dihukum, atau karena peperangan.
- Krisis keluarga yang disebabkan oleh faktor-faktor
intern, misalnya karena terganggu keseimbangan jiwa salah seorang anggota
keluarga.
Permasalahan-permasalahan tersebut tentunya mempunyai
dampak negatif bagi setiap anggota keluarga terutama anak yang memang masih
dalam masa pertumbuhan dan perkembangan secara fisik maupun psikis.
Dari sekian banyak problematika tersebut, secara
spesifik penulis lebih memilih permasalahan yang berkaitan dengan kasus
perceraian, mengingat banyaknya kasus perceraian yang terjadi pada zaman modern
ini yang tidak hanya di dominasi oleh kalangan keluarga artis, pengusaha,
maupun politisi, tapi terjadi juga di kalangan keluarga menengah ke bawah dan
mengingat besarnya dampak negatifnya terhadap perkembangan dan proses
pendidikan anak. Tidak sedikit anak-anak yang menjadi nakal, prestasi
belajarnya menurun, mengkonsumsi obat-obat terlarang, mengalami depresi, dan
lain sebagainya karena pengaruh dari kasus perceraian.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di
atas, terdapat beberapa hal yang menjadi pokok masalah dalam penulisan ini,
antara lain:
- Apa sebab-sebab yang melatarbelakangi terjadinya
perceraian?
- Bagaimana pengaruh negatif dari kasus perceraian
terhadap perkembangan dan pendidikan anak?
- Apa solusi yang dapat dilakukan untuk mengatasi permasalahan
dampak negatif kasus perceraian terhadap perkembangan dan pendidikan anak?
C.
Tujuan Masalah
Tujuan penulisan ini adalah:
- Menjelaskan sebab-sebab yang melatarbelakangi
terjadinya perceraian.
- Mendeskripsikan dan memahami pengaruh negatif
dari kasus perceraian terhadap perkembangan dan pendidikan anak.
- Menemukan solusi yang dapat dilakukan untuk
mengatasi permasalahan dampak negatif kasus perceraian terhadap
perkembangan dan pendidikan anak.
BAB II
PEMBAHASAN
1.
Sebab-sebab perceraian
Pada umumnya kasus perceraian dilatarbelakangi oleh
faktor-faktor tertentu, antara lain:
a. Perbedaan
prinsip
Alasan
perbedaan prinsip sering digunakan oleh pasangan suami istri ketika bercerai.
Masalah prinsip ini biasanya berkaitan dengan agama, karir, anak, dan perbedaan
lainnya.
b. Kekerasan
dalam rumah tangga
Masalah
kekerasan dalam rumah tangga juga menjadi salah satu penyebab pasangan suami
istri bercerai. Kekerasan fisik merupakan faktor utama kenapa istri atau suami
menggugat cerai pasangannya.
c. Keadaan
ekonomi
Tingkat
kebutuhan ekonomi pada zaman sekarang ini menuntut suami sebagai orang yang
bertanggung jawab untuk memberi nafkah harus bekerja lebih tekun untuk memenuhi
kebutuhan ekonomi keluarga. Tidak hanya suami, bahkan istri juga terkadang bekerja
untuk membantu suami. Keadaan tersebut seringkali menimbulkan perselisihan
antar pasangan, terlebih apabila suami tidak memiliki pekerjaan.
d. Perselingkuhan
Perselingkuhan
sering kali terjadi karena baik dari pihak istri atau suami mengabaikan
peranan kesetiaan dan kepercayaan dalam kehidupan mereka.
e. Komunikasi
Komunikasi
merupakan salah satu hal yang harus diperhatikan oleh suami istri. Komunikasi
yang intensif akan membuat ikatan keluarga menjadi harmonis dan terjalin kuat,
sebaliknya jika komunikasi tidak diperhatikan akan menimbulkan masalah bahkan
menyebabkan terjadinya perpecahan.
f. Ketidakharmonisan
dalam rumah tangga
Alasan
tersebut di atas adalah alasan yang paling kerap dikemukakan oleh pasangan
suami–istri yang akan bercerai. Ketidakharmonisan bisa disebabkan oleh berbagai
hal antara lain, krisis keuangan, krisis akhlak, dan adanya orang ketiga.
2. Pengaruh negatif perceraian terhadap perkembangan
dan pendidikan anak
Kasus
perceraian, apapun alasannya, merupakan “malapetaka” bagi anak. Anak tidak akan
dapat lagi menikmati kasih sayang orang tua secara bersamaan yang sangat
penting bagi pertumbuhan mentalnya, tidak jarang pecahnya rumah tangga
mengakibatkan terlantarnya pengasuhan anak. Itulah sebabnya dalam ajaran Islam
perceraian harus dihindarkan sedapat mungkin bahkan merupakan perbuatan yang
paling dibenci Allah SWT.
Bagi anak-anak yang dilahirkan,
perceraian orang tuanya merupakan hal yang akan mengguncang kehidupannya dan
akan berdampak buruk bagi pertumbuhan dan perkembangannya termasuk berpengaruh
besar terhadap pendidikannya, sehingga biasanya anak-anak adalah pihak yang
paling menderita dengan terjadinya perceraian orang tuanya.”
Kartini Kartono mengatakan bahwa :
Sebagai akibat bentuk pengabaian tersebut, anak
menjadi bingung, resah, risau, malu, sedih, sering diliputi perasaan dendam,
benci, sehingga anak menjadi kacau dan liar. Dikemudian hari mereka mencari
kompensasi bagi kerisauan batin sendiri diluar lingkungan keluarga, yaitu
menjadi anggota dari suatu gang kriminal; lalu melakukan banyak perbuatan
brandalan dan kriminal. Pelanggaran kesetiaan loyalitas terhadap patner hidup,
pemutusan tali perkawinan, keberantakan kohesi dalam keluarga. Semua ini juga
memunculkan kecenderungan menjadi delinkuen pada anak-anak dan remaja. Setiap perubahan
dalam relasi personal antara suami-istri menjurus pada arah konflik dan
perceraian. Maka perceraian merupakan faktor penentu bagi pemunculan
kasus-kasus neurotik, tingkah laku a-susila, dan kebiasaan delinkuen.
Lebih lanjut Kartini kartono juga mengatakan bahwa :
Penolakan oleh orang tua atau ditinggalkan oleh salah
seorang dari kedua orang tuanya, jelas menimbulkan emosi, dendam, rasa tidak
percaya karena merasa dikhianati, kemarahan dan kebencian, sentimen hebat itu
menghambat perkembangan relasi manusiawi anak. Muncullah kemudian
disharmonis social dan lenyapnya kontrol diri, sehingga anak dengan mudah dapat
dibawa ke arus yang buruk, lalu menjadi kriminal. Anak ini memang sadar, tetapi
mengembangkan kesadaran yang salah. Fakta menunjukkan bahwa tingkah laku yang
jahat tidak terbatas pada strata sosial bawah, dan strata ekonomi rendah saja
tetapi juga muncul pada semua kelas, khususnya dikalangan keluarga yang
berantakan. Memang perceraian suami-istri dan perpisahan tidak selalu
mengakibatkan kasus delinkuen dan karakter pada diri anak.
Di antara dampak negatif dari kasus perceraian
terhadap pendidikan dan perkembangan anak dapat disimpulkan sebagai berikut:
- Anak kurang mendapatkan perhatian, kasih sayang,
dan tuntutan pendidikan orang tua, terutama bimbingan ayah, karena ayah
dan ibunya masing-masing sibuk mengurusi permasalahan mereka.
- Kebutuhan fisik maupun psikis anak menjadi tidak
terpenuhi, keinginan harapan anak-anak tidak tersalur dengan memuaskan,
atau tidak mendapatkan kompensasinya.
- Anak-anak tidak mendapatkan latihan fisik dan
mental yang sangat diperlukan untuk hidup susila. Mereka tidak dibiasakan
untuk disiplin dan kontrol diri yang baik.
- Perceraian orang tua diperkirakan mempengaruhi
prestasi belajar anak, baik dalam bidang studi agama maupun dalam bidang
yang lain. Salah satu fungsi dan tanggung jawab orang tua yang mendasar
terhadap anak adalah memperhatikan pendidikannya dengan serius.
Memperhatikan pendidikan anak, bukan hanya sebatas memenuhi perlengkapan
belajar anak atau biaya yang dibutuhkan, melainkan yang terpenting adalah
memberikan bimbingan dan pengarahan serta motivasi kepada anak, agar anak
berprestasi dalam belajar. Oleh karena itu kedua orang tua
bertanggungjawab dalam memperhatikan pendidikan anak, baik perlengkapan
kebutuhan sekolah atau belajar maupun dalam kegiatan belajar anak. jika
orang tua bercerai maka perhatian terhadap pendidikan anak akan
terabaikan.
- Menurut Sanchez perceraian dapat meningkatkan
kenakalan anak-anak, meningkatkan jumlah anak-anak yang mengalami gangguan
emosional dan mental, penyalahgunaan obat bius dan alkohol di kalangan
anak-anak belasan tahun serta anak-anak perempuan muda yang menjadi ibu
diluar nikah.
- Mempengaruhi pembentukan kepribadian anak
Suhendi (2001:98) menjelaskan bahwa dalam pembentukan
kepribadian anak faktor yang paling menentukan adalah keteladanan orang tua.
Kehadiran orang tua atau orang-orang dewasa dalam keluarga mempunyai fungsi
pendidikan yang pertama. Proses sosialisasi oleh anak dilakukan dengan cara
meniru tingkah laku dan tutur kata orang-orang dewasa yang berada dalam
lingkungan terdekatnya.
Itulah di antaranya dampak-dampak negatif kasus
perceraian yang mempunyai andil besar terhadap perkembangan dan pendidikan
anak. hal tersebut tentunya perlu mendapatkan perhatian lebih terutama oleh
kedua orang tua yang hendak ataupun sudah bercerai. Orang tua seharusnya tidak
hanya memperhatikan kebutuhan pribadi saja tanpa memperhatikan
kebutuhan-kebutuhan anak yang harus dipenuhi, karena dampak tersebut tidak
hanya berpengaruh sesaat saja akan tetapi berlangsung selama hidup anak.
B. Solusi
Untuk
mengatasi permasalahan tersebut terdapat beberapa solusi yang dapat dilakukan,
antara lain sebagai berikut:
- Dalam kehidupan berumahtangga tentunya tidak
lepas dari permasalahan-permasalahan yang terjadi, namun sebesar–besarnya
suatu masalah pasti akan menemukan titik terang dalam menyelesaikan
masalahnya. Perceraian bukanlah satu–satunya jalan dalam menyelesaikan
masalah yang terjadi dalam keluarga. Perceraian mempunyai dampak yang
tidak baik untuk anak, karena perceraian berarti terputusnya keluarga
karena salah satu atau kedua pasangan memutuskan untuk saling meninggalkan
sehingga mereka berhenti melakukan kewajibannya sebagai suami istri.
Sebelum menjalani perceraian, orang tua hendaknya benar-benar memikirkan
psikologi anak yang akan mengalami perubahan secara dramatis dalam
kehidupannya. Memikirkan permasalahan yang terjadi dan mencari solusi yang
tepat merupakan langkah yang bijak yang dapat dilakukan oleh orang tua, namun
jika perceraian terjadi maka kedua orang tua harus siap menerima
konsekuensi yang akan terjadi terhadap anak mereka.
- Jika perceraian sudah terjadi, hal yang pertama
harus dilakukan oleh orang tua adalah menerangkan kepada anak-anak kenapa
perceraian itu terjadi. Anak-anak perlu difahamkan bahwa perceraian
itu terjadi bukan karena orang tua tidak sayang atau tidak memperdulikan
mereka. Di masa yang sama, hubungan yang erat dan perhatian terhadap anak
tetap perlu di jaga dan diperhatikan. Dengan cara ini, tidak akan ada
anggapan-anggapan negatif pada anak. Selain itu orang tua pun tetap
menjaga hubungan baik meskipun sudah bercerai, artinya tidak ada lagi
persengketaan-persengketaan yang berlanjut sehingga anak tidak segan untuk
tetap menjalin hubungan baik dengan orang tua atau tidak membenci salah
satu dari kedua orang tua. Begitu juga dengan hasil belajar (prestasi)
anak harus senantiasa mendapat perhatian kedua orang tua walaupun telah
berpisah. Hal ini menunjukkan bahwa kedua orang tua masih mampu menunjukkan
fungsi dan peranannya sebagai pendidik yang bertanggung jawab bagi
anaknya. Bagi anak yang berprestasi dalam belajar, orang tua harus arif
dan bijaksana dalam memberikan pengarahan dan motivasi terhadap anak. Oleh
karena itu, bimbingan dan nasehat harus dapat dijadikan sebagai motivasi
anak agar dapat meningkatkan prestasi belajarnya. Tidak hanya bagi anak
yang prestasi belajarnya menurun, akan tetapi juga bagi anak yang
mengalami peningkatan prestasi belajarpun harus memberikan motivasi yang
bersifat mendidik, misalnya memberikan pujian, hadiah, dan lain sebagainya
yang mengandung nilai edukatif.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dari penelitian di atas, dapat diambil beberapa
kesimpulan sebagai berikut:
- Sebab-sebab yang melatarbelakangi terjadinya perceraian
antara lain adalah: perbedaan prinsip, kekerasan dalam rumah tangga,
keadaan ekonomi, perselingkuhan, komunikasi dan ketidakharmonisan dalam
rumah tangga.
- Pengaruh negatif dari kasus perceraian terhadap
perkembangan dan pendidikan anak antara lain adalah: anak kurang
mendapatkan perhatian, kasih sayang, dan tuntutan pendidikan orang tua,
kebutuhan fisik maupun psikis anak remaja menjadi tidak terpenuhi,
anak-anak tidak mendapatkan latihan fisik dan mental yang sangat
diperlukan untuk hidup susila, perceraian orang tua diperkirakan
mempengaruhi prestasi belajar anak, baik dalam bidang studi agama maupun
dalam bidang yang lain, meningkatkan kenakalan anak-anak, mempengaruhi
pembentukan kepribadian anak.
- Solusi yang dapat dilakukan untuk mengatasi permasalahan
tersebut adalah: sebelum memutuskan untuk bercerai, hendaknya orang tua
memikirkan permasalahan yang terjadi dan mencari solusi yang tepat dengan
mempertimbangkan dampak-dampak negatif yang akan terjadi terutama pada
anak. Namun, jika perceraian sudah terjadi hal yang pertama harus
dilakukan oleh orang tua adalah menerangkan kepada anak-anak kenapa
perceraian itu terjadi. Di masa yang sama, hubungan yang erat dan
perhatian terhadap anak tetap perlu di jaga dan diperhatikan baik itu
berkaitan dengan kebutuhan anak sehari-hari yang bersifat finansial maupun
tidak, termasuk juga perhatian terhadap prestasi belajar anak. Orang tua
pun tetap menjaga hubungan baik meskipun sudah bercerai, artinya tidak ada
lagi persengketaan-persengketaan yang berlanjut sehingga anak tidak segan
untuk tetap menjalin hubungan baik dengan orang tua atau tidak membenci
salah satu dari kedua orang tua.
DAFTAR PUSTAKA
Admazida, Rizka. <http://www.merdeka.com/gaya/7-faktor-penyebab-perceraian.html> diakses
pada tanggal 16 oktober 2012.
Effendi, Satria. Makna, Urgensi dan Kedudukan Nasab
dalam Perspektif Hukum Keluarga Islam, Jakarta: Artikel Jurnal
Mimbar Hukum, Al-Hikmah dan DITBINBAPERA Islam No. 42 Tahun X 1999.
Kartono, Kartini. Patologi Sosial 2 Kenakalan
Remaja, Jakarta: Grafindo Persada, 2002.
Rifa’i, Muhammad. Sosiologi
Pendidikan, cet 1, Jakarta: ar-Ruzz Media, 2011.
Ingin Cari Kaos Dakwah Terbaik, Disini tempatnya:
BalasHapusTshirt Dakwah Online
Mau Cari Bacaan Cinta Generasi Milenia Indonesia mengasikkan, disini tempatnya:
Buktikan Cintamu dengan Menikah