Nama : Ema Rahmatika Febriani
NIM : 1211401027
Mata Kuliah : Teori BK
TUGAS PRA
UAS – CERPEN TEKNIK KONSELING
SEMUA TINGGAL KENANGAN
Aku tidak pernah menginginkan
semuanya terjadi seperti ini. Walau terkadang dia buatku menangis dan jengkel.
Ternyata yang terjadi hanya kepalsuan yang dia berikan padaku. Dan sekarang dia tinggalkan aku, dan meninggalkan
sejuta luka dan perih yang sangat mendalam di hatiku. Tapi, apalah dayaku.
Semuanya sudah ditakdirkan oleh Sang Maha Pencipta. Aku harus bisa
move on dan aku yakin Allah pasti mempersiapkan seseorang yang jauh lebih baik
untukku.
---
Kisah ini berawal saat aku duduk di
SMP. Mungkin masih dini aku mengenal cinta. Tapi, inilah kenyataannya. Awalnya
aku kenal dia saat aku berada di rumah temanku, Rere. Pada waktu itu, aku dan dia hanya
berteman. Tapi, seiring berjalannya waktu, hubungan kami pun semakin akrab.
Jujur saja, aku ingin mengenalnya lebih jauh lagi.
“Entah rasa pedas, asin, pahit, atau
manis. Tapi, apapun yang aku lakukan, aku selalu mengingatnya. Oh Tuhan, apakah
ini yang dinamakan CINTA?” gumamku. Sepertinya aku mulai menyukai Revi, dan aku
pun mulai menyayanginya. Tapi, apakah Revi bisa mengerti perasaanku padanya?
Ingin rasanya aku mengungkapkan rasa ini. Namun, aku malu karena aku gengsi.
Yang bisa kulakukan hanyalah mengunggu dan selalu berdo’a. siapa tahu, suatu
saat nanti, Revi juga memiliki perasaan sama seperti yang aku rasakan.
Aku selalu
mencurahkan isi hatiku hanya kepada sahabatku Rere. Hanya dia yang tau dan
mengerti isi hatiku.
Caca : Re… tau gak semakin hari hati aku tuh
makin sayang sama Revi, tapi aku gak tau dia tuh merasakan hal yang sama gak
sih sama aku? Tanyaku sambil sedikit cemberut.[2]
Rere : iya aku ngerti Ca, aku juga ngerasain apa
yang kamu rasain[3].
Yang penting kamu harus sabar ya Ca sampe waktunya tiba. Aku juga gak bisa
bantu banyak sih karna kan ini masalah perasaan kamu sama Revi. Kamu harus optimis Ca. Ganbatte ya sahabatku hehe. Hibur
sahabatku.
---
Malam hari, ketika aku sedang duduk
santai di kamar sambil memikirkannya, tiba-tiba ponselku berbunyi. Tanda pesan
masuk, dan ternyata itu dari Revi. Segera aku membaca pesan darinya.
Revi: “hai Ca, aku boleh nanya
nggak?”
Caca: “hai juga, boleh ko, emangnya
mau tanya apa?”
Rasa kaget
dan penasaran sontak menghampiriku[4].
“dia mau Tanya apa ya?” gumamku dalam hati.
Revi: “tapi kamu jawab yang jujur yah?
Kamu sebenarnya udah punya cowo belom?”
Waw,, apa
maksudnya pertanyaan itu???? Apa jangan-jangan??? Ah sudahlah aku gak usah
berharap banyak dari Revi.
Caca: “enggak salah tuh nanyanya?
Aku belum punya cowo kok, emangnya ada apa yah jadi nanya
gitu?”
Revi: “sama donk, kamu mau nggak
jadi cewe aku?”
Duaaaarrr..
sontak aku kaget setengah mati. Rasanya seperti tersambar geledek (lebay banget
ya!!!)
Caca: “nggak salah tuch kamu ngomong gitu,
jangan bercanda ach Vi!”
Revi: “aku serius Ca, jujur dengan
seiringnya waktu berlalu aku mulai sayang ma suka sama kamu, apakah kamu
memiliki perasaan yang sama denganku Ca?”
Caca: “gimana yah, aku harus jawab gimana?”
Caca: “gimana yah, aku harus jawab gimana?”
Revi: “jawab jujur aja koq!”
Caca: “aku sebenarnya sudah lama
sayang ma kamu Vi, tapi aku malu tuk bilang ma kamu karena aku gengsi”
Revi: “jadi, sekarang kita jadian,
tanggal 10 September 2011”
Senangnya aku malam ini, tak sia-sia
penantianku selama ini. Akupun segera
mengabarkan kabar gembiraku pada Rere. Segera aku kirim pesan singkat
kepadanya.
“seneng
kenapa Ca?’[6]
‘Barusan
Revi nembak aku, aku seneeeeeng banget’ balasku.
‘wah yang
bener Ca? gimana ceritanya???’
‘Iya tadi
dia sms aku terus nanya udah punya cowo apa belum? Terus aku jawab belom punya.
Terus udah gitu dia nembak deh J J ‘
‘iya Re
makasih ya selalu ngasih aku semangat’ balasku.
---
Waktu kian berlalu. Aku semakin
sayang sama Revi. Aku merasakan kenyamanan saat aku berada didekatnya.
Setiap malam setelah aku belajar,
aku tak lupa mengirim SMS padanya. Dan saat mau tidur pun, Revi tak lupa
mengucapkan kata “I love you” padaku. Dan aku langsung membalasnya “I Love You
too, I will Love You Always”.
---
Pada bulan Januari-April 2012, dia
magang di kota Martapura yang terkenal dengan julukan Kota Intannya. Aku tak
pernah curiga dengannya, meski kini aku tak pernah berjumpa dengannya, karena
jaraknya jauh. Komunikasi kitapun masih tetap
terjaga baik. Namun
siapa yang tahu? Diam-diam ternyata dia disana mulai menyukai seorang perempuan yang memang dari dulu dia suka.
Pada malam rabu 28 Maret 2012, ponselku berbunyi. Ternyata dari Revi.
Langsung kubaca pesannya.
Revi: “Ca Vi lagi bingung , enggak tau kenapa Vi jadi bingung, tapi yang jelas Caca
jangan marah ya kalo Vi mau jujur ma Caca?”
Caca: “ya Caca berusaha nggak marah walau kata-kata Vi buat Caca nangis, Vi mau jujur tentang pa?”
Caca: “ya Caca berusaha nggak marah walau kata-kata Vi buat Caca nangis, Vi mau jujur tentang pa?”
Revi: “sebenarnya, Vi disini mulai suka ma cewe lain. Vi juga bingung kenapa rasa
seperti ini harus ada, sedangkan Vi sudah punya cewe yg selalu buat Vi
tersenyum, Caca bolehkan Vi punya pacar selain Caca?”
Caca: “apa Vi?! Apakah Caca disini kurang perhatian jadi Vi bisa suka ma cwe laen?”
Caca: “apa Vi?! Apakah Caca disini kurang perhatian jadi Vi bisa suka ma cwe laen?”
Aku berhenti mengetik keypad
ponselku. Dengan perlahan-lahan ku menghela nafas panjang dan air mataku mulai membasahi pipiku. Aku pun
melanjutkannya lagi.
“Vi, jika kamu ingin punya kekasih lain selain Caca, boleh saja. Asalkan kita putus sekarang juga. Karena aku tak ingin seseorang yang ku sayangi mencintai orang lain. Sedangkan aku di sini selalu menunggunya tuk kembali!”
Revi: “maafkan Vi Caca, Vi enggak bisa mutusin Caca karena Vi bener-bener sayang sama Caca. Tapi disisi lain, Vi pun ingin cewe itu jadi milik Vi.”
“Vi, jika kamu ingin punya kekasih lain selain Caca, boleh saja. Asalkan kita putus sekarang juga. Karena aku tak ingin seseorang yang ku sayangi mencintai orang lain. Sedangkan aku di sini selalu menunggunya tuk kembali!”
Revi: “maafkan Vi Caca, Vi enggak bisa mutusin Caca karena Vi bener-bener sayang sama Caca. Tapi disisi lain, Vi pun ingin cewe itu jadi milik Vi.”
Caca: “sudahlah Vi, jika Vi menginginkan dia, oke dengan berat
hati Caca harus pergi meski sulit melupakan seseorang yang kita sayang.”
Revi: “Vi enggak rela liat Caca dengan orang lain”
Caca: “Vi, meski berat tapi aku nggak ada pilihan lain, makasih semuanya Vi”
Revi: “Vi enggak rela liat Caca dengan orang lain”
Caca: “Vi, meski berat tapi aku nggak ada pilihan lain, makasih semuanya Vi”
Seperti
biasa aku selalu menceritakan apapun kepada Rere sahabatku. Tak terkecuali
malam itu aku curahkan semua luka hatiku pada Rere. Hanya dia yang selalu ada
buatku kala suka dan duka.
‘apa? Jangan
bercanda Ca’
‘ini serius
Re, tadi aku yang putusin dia. Soalnya dia mau duain aku L’
Air mata ini
tak bisa ku bendung lagi.
‘hemm iya
iya aku ngerti. yang sabar ya Ca yakinlah dibalik semua ini pasti ada
hikmahnya, pasti nanti kamu akan mendapatkan yang lebih baik lagi dari pada
dia.[9]
---
Kini, aku terpuruk lemah oleh
kenyataan yang kini seakan menyakitiku. Aku tak mengaktifkan ponselku selama
satu minggu karena aku ingin melupakannya. Hari-hari berlalu. Aku tak tahu apa
yang sedang kupikirkan. Tak beberapa lama, pintu rumahku ada yang mengetuk.
Namun, sepertinya kusangat mengenal suara itu.
“Assalamu’alaikum. Caca? Caca?” kata Revi sedikit nyaring di balik pintu.
Aku pun membukakan pintu. “wa’alaikumussalam. Eh, kamu Vi. Ada apa ya datang kesini? Ada keperluan apa ya?” aku sangat bingung kenapa dia datang kemari.
“enggak. Enggak ada apa-apa kok. cuman pengen maen ke rumah kamu aja. Boleh aku masuk rumahmu, Ca?” tanya Revi.
Aku pun mempersilakan dia masuk.
“boleh kok. silakan masuk, Vi.”
“Ca, kedatanganku kesini enggak sekedar maen doang kok. ada maksud lain. Aku ingin mengulangi masa-masa bahagiaku saat bersamamu, Ca. Jujur, aku sulit melupakanmu.” Ujar Revi.
“Ca, kedatanganku kesini enggak sekedar maen doang kok. ada maksud lain. Aku ingin mengulangi masa-masa bahagiaku saat bersamamu, Ca. Jujur, aku sulit melupakanmu.” Ujar Revi.
“aku enggak salah denger nih?
Bukannya dulu alasan kamu mau ngajak putus karena ada cewek yang kamu suka.
Kenapa sekarang ngomong ingin balikan lagi? Jangan bercanda ah, Vi!” ucapku sambil
sedikit kesal.
“iya, aku minta maaf. Rasanya
berbeda sekarang, Ca. Apa kamu mau balikan lagi sama
aku?” jelas Revi.
“aduh, gimana ya, Vi? Bukannya aku
nggak mau, karena saat kamu bilang begitu, sangat-sangat sakit rasanya, Vi”
“yah, nggak papa kok, Ca. Kalo kamu
nggak mau, aku paham kok rasanya. Eh, kayaknya aku harus pulang nih, karena
besok aku masih magang.” Jelas Revi lagi.
“yah, nggak papa kok, makasih sudah mau maen ke rumah aku. Hati-hati di jalan ya?” kataku.
“yah, nggak papa kok, makasih sudah mau maen ke rumah aku. Hati-hati di jalan ya?” kataku.
Segera ia
bergegas pulang. Akupun segera pergi ke rumah Rere dan seperti biasa aku
menceritakannya padanya.
Caca :
“Assalamu’alaikum, Re”
Rere :
W’alaikumussalam, eh Caca ayo masuk ca” Rere mempersilakanku duduk.
Caca :
“Makasih Re”
Rere : “Ada
apa ca ko tumben datang ke rumah aku[10]?
Tanya Rere.
Caca : ‘Re tadi Revi ke rumah aku terus dia minta
balika lagi’[11]
‘Oh ya???
Terus kamu jawab apa?’
Caca : ‘aku belum jawab apa-apa karena aku
bingung Re, apakah aku akan ngasih dia kesempatan kedua ataupun engga. Tapi
jujur dari lubuk hatiku yang paling dalam aku masih saying sama dia’ curhatku
pada Rere.
Rere : ‘ya
aku ngerti Ca[12].
menurut kamu, kamu yakin gak dengan ucapan dia yang minta balikan itu?’
Caca : ‘Aku juga bimbang Re apa dia serius atau
engga, menurut kamu aku harus gimana?’
Rere : ‘ ya
itu tergantung sama kamu Ca kalau kamu yakin dan kamu masih saying dia, kenapa
engga untuk membuka hati lagi buat dia, kali aja di kesempatan kedua ini Revi
bisaa memperbaiki kesalahan yang kemaren itu, semua keputusan ada di tangan
kamu Ca’
Caca : ‘iya Re makasih ya untuk sarannya. Aku
akan pikirkan lagi. Aku pulang dulu ya Re’
---
Aku bingung harus jawab apa. Meski
aku masih sayang, tapi dia seenaknya bilang begitu padaku. ya, aku berfikir apa salahnya jika
memberi harapan yang kedua kalinya. Malamnya, aku langsung SMS dia.
Caca: “malem, maaf nih ganggu waktu kamu bilang soal yang
tadi sore, pa kamu serius bilang gitu?”
Revi: “iya. Aku serius koq. Kenapa
salahkan aku ngomong gitu?”
Caca: “enggak koq. Ya, gimana ya, aku bingung. Apa aku harus beri kesempatan kamu lagi? Tapi rasa ini nggak bisa bohong, aku masih sayang kamu. Apa salahnya jika mengulang semuanya dari awal lagi.”
Revi: “makasih ya kesempatannya. Aku berusaha tuk SETIA ma Caca dech. Dach larut malam, waktunya Caca bobo yah? Besok kan Caca harus school”
Caca: “oke dech”
Caca: “enggak koq. Ya, gimana ya, aku bingung. Apa aku harus beri kesempatan kamu lagi? Tapi rasa ini nggak bisa bohong, aku masih sayang kamu. Apa salahnya jika mengulang semuanya dari awal lagi.”
Revi: “makasih ya kesempatannya. Aku berusaha tuk SETIA ma Caca dech. Dach larut malam, waktunya Caca bobo yah? Besok kan Caca harus school”
Caca: “oke dech”
Malam itu rasanya kebahagiaan yang
lama hilang kini kembali lagi. Tapi, aku berharap aku takkan kehilangannya.
Namun, apakah ini hanya sekedar sandiwara cinta belaka padaku? Setahun berlalu
bersamanya.
---
Saat aku masuk ke sekolah SMA,
awalnya belum terasa perubahan darinya. Hingga kusadari dia berubah. Dan 1
bulan 2 hari setelah ulang tahunku kemarin 2013, dirinya tidak ada kabar. Entah
kemana dia. Aku benar-benar risau, hingga ku tak bisa memejamkan mata ini, karena kutakut kehilangannya
lagi. Hingga kenyataan yang harus menjawab risauku. Malam yang dingin seakan
menampakkan perasaan hatiku yang mulai pudar, rasa sayang karena dia hilang
tanpa kabar.
Hingga suatu hari bunyi ponselku
ternyata ada nomor baru yang memanggil. Aku bingung akhirnya aku
angkat, dan terdengar suara dirinya.
“sayangku yang tercinta, maafkanlah
aku sudah lama tak memberimu kabar. Sepertinya hubungan kita harus putus. Cukup
sampe disini kisah kita. Kuharap, kau bahagia dengan lain.”
Belum sempat ku menjawab, ternyata sudah terputus.
Saat kumendengar kata-katanya bagiku seperti pisau yang sudah menyayat hatiku. Oh Tuhan, sebesar inikah dosaku hingga orang yang kusayang harus pergi lagi? Kini hanya tinggal kenangan manis saat bersamamu.
Saat kumendengar kata-katanya bagiku seperti pisau yang sudah menyayat hatiku. Oh Tuhan, sebesar inikah dosaku hingga orang yang kusayang harus pergi lagi? Kini hanya tinggal kenangan manis saat bersamamu.
Malam ini begitu kelam. Terlalu
pekat seperti hatiku yang sedang kelabu. Kesedihan yang tak kunjung usai selalu
menyelimuti. Teringat akan kenangan yang dulu pernah buatku bahagia. Tapi kini
semua tinggal kenangan. Tak ada lagi canda tawa. Kini semuanya
telah berakhir.
---
Esok
harinya, aku bersekolah seperti biasa namun dengan perasaan yang sangat
berbeda. Di kelas aku diam tak bergairah, namun sahabatku yang satu ini selalu
hadir disaat aku membutuhkannya. Ia menghampiri dan menyapaku.
‘Ca kenapa
aku liat dari tadi kamu murung terus? Lagi ada masalah ya[13]???
Tanya sahabatku sambil menepuk pundakku.’ Memang malam itu saat Revi memutuskan
untuk pergi dariku aku belum sempat bercerita pada Rere. Karna mungkin hatiku
sedang sangat terpuruk.
Sontak aku
kaget dan aku jawab, ‘Eh Rere ngagetin aja nih kamu. Iya aku lagi ada sedikit
masalah Re.’
‘Kenapa lagi
Ca? lagi gak akur ya sama Revi?’
Mataku mulai
berkaca-kaca saat kudengar ia menyebut nama REVI.
‘Aku, aku…’
kataku terbata-bata.
‘Kamu kenapa
Ca sama dia? Ayo dong cerita sama aku.. siapa tau aku bisa bantu’[14].
‘Revi
mutusin aku Re, gak tau salah aku sama dia apa. Setelah sekian lama gak ada
kabar Tiba-tiba dia mutusin aku gitu aja.[15]’
‘Apa? PUTUS?
Ko bisa Ca? kapan?’ Tanya sahabatku sambil terkaget-kaget.[16]
‘Iya Re 2
hari yang lalu Revi nelpon pakai nomor baru’.
‘Terus
gimana?’ Tanya sahabatku penasaran.
‘ya gitu Re
tanpa basa basi dia langsung mutusin aku’..
‘Ooooh
gitu.. Tega banget ya tuh cowo. Emang sebelumnya kalian berantem?’
‘Iya Re aku juga ga ngerti Revi kaya gitu,
padahal sebelumnya kita baik-baik aja. Tapi beberapa hari ke belakang aku tuh
lost contact sama dia. Revi tuh tega banget sih Re, dia tuh gak pernah ngertiin
perasaan aku’ sambil terisak-isak aku meluapkan semua isi hatiku pada
sahabatku.
‘ya ampun Ca
aku gak nyangka Revi setega itu. Sabar ya Ca aku ngerti ko perasaan kamu. Aku
ngerasain gimana lukanya hati kamu saat ini.’
Air mataku
deras mengalir di pipi. Aku sudah tak pedulikan lagi kondisi sekitarku yang
terheran-heran melihatku.
Rere hanya
diam sambil memelukku saat aku mencurahkan isi hatiku sambil terisak.[17]
‘udah dong
Ca jangan terus-terusan menangisi Revi. Air mata kamu terlalu mahal untuk
mengangisi laki-laki yang tak berperasaan kaya dia. Aku tau kamu masih sayang
dia. Tapi udahlah kamu move on jangan kaya gini terus, kamu pasti bisa dapetin
yang jauh lebih baik dari dia,menurut kamu dia baik gak untuk ditangisin? Engga
kan? [18]’
hibur temanku.
‘iya Re tapi
aku gak bisa bohongin hati aku, aku masih sayang sama dia.’
‘iya terus
kamu mau terus-terusan kaya gini? Kamu harus move on. Jangan hanya karna hal
ini prestasi kamu jadi anjlok. Bentar lagi kan kita mau ujian.[19]’
‘iya Re aku
bakal berusaha untuk lupain dia dan aku bakal berusaha buat move on’
‘nah gitu
dong. Kamu gak usah sedih Ca aku dan temen-temen yang lain bakal selalu ada
buat kamu ko’ hibur sahabatku..
‘iya Re
makasih ya kamu memang sahabat terbaikku’…
Teeeet
teeeeeettt suara bel tanda masuk setelah istirhat berbunyi. Dan kamipun
mengakhiri percakapan.
Rere :
‘Masuk kelas yuk’[20]ajak
Rere.
Caca : ‘Ayo’
Dan sejak
saat itu, aku mulai belajar melupakan Revi dan berfikir lebih dewasa. Bersama
teman-temanku kini aku bahagia. Semuanya kini hanya tinggal kenangan.
[1] Pengembangan kepribadian (Fase
Genital) menurut Teori Pendekatan Psikoanalitik
[5] Sikap terbuka
[6] Teknik bertanya
[7] Mimik
[10] Invitation to talk
[11] Pemaparan masalah
[12] Empati
[13] Invitation to talk
[14] Attending
[15] Teknik pemaparan masalah
[16] Mimic
[17] Keterampilan sailing dan teknik non-verbal
(memeluk)
[18] Teknik Eksplorasi
[19] Ketrampilan mengarahkan
[20] Tenik mengakhiri percakapan
sae ma,,,, ceritana,,,, hehehe
BalasHapus