BAB I
PENDAHULUAN
a. Latar Belakang
Berdasarkan
informasi Al-Qur’an, ketika di alam arwah manusia telah melakukan kesaksian
bahwa Allah adalah Tuhan mereka. Perjanjian ini disebut perjanjian
ketuhanan (‘ahd Allah) dan fitrah Allah. Nurcholish Madjid menyebutnya
sebagai perjanjian primordial. Namun sayangnya, semua manusia lupa akan
perjanjian itu setelah ruh bersatu dengan jasad, dalam proses kejadian manusia
dan manusia lahir di alam dunia ini. Selanjutnya, Allah kemudian memberikan din
fitrah (agama yang cocok dengan syahadah ketika di alam ruh). Dan
din fitrah ini merupakan din al-Dakwah. Dengan demikian,
dakwah diperlukan untuk mengaktualkan syahadah ilahiah ke dalam
kenyataan hidup dan kehidupan manusia.
Umat
manusia sangat membutuhkan dakwah islamiyah ini. Mereka sangat butuh kepada
ajaran agama Allah yang kokoh ini. Dan Allah telah menciptakan manusia ini
dalam keadaan penuh kekurangan. Dari sini, maka bagaimana pun luas dan hebatnya
pengetahuan mereka, manusia tetap dalam kekurangan dan keterbatasanya. Karena
inilah manusia sangat membutuhkan orang yang mengajak untuk kembali kepada
Allah. Berkaitan dengan masalah ini Ibnul Qayyim mengatakan :
“ kebutuhan manusia kepada
syariat islam ini adalah kebutuhan sangat mendesak, melebihi kebutuhan mereka
terhadap yang lainnya. Dan kebutuhan mereka terhadap syariat ini jauh lebih
hebat dibandingkan hajat mereka terhadap udara untuk pernafasan mereka, bahkan
jauh di atas kebutuhan terhadap makan dan minum. Oleh sebab itu tidak ada
seorang pun dari manusia yang kebutuhannya kepada sesuatu jauh lebih hebat di
bandingkan kebutuhan mereka terhadap ilmu pengetahuan tentang apa yang di bawa
oleh Rasulullah melaksanakannya mendakwahkannya dan bersabar menghadapinya”
Kepentingan
dan keutamaan dakwah ini semakin terlihat jelas ketika fitrah manusia
telah mengalamai perubahan seiring dengan penyimpangan dari manhaj yang lurus
ini menuju peribadatan kepada selain Allah, baik melalui aturan pendidikan,
lingkungan keluarga, atau masyarakat yaang buruh atau dengan adanya da’i – da’i
sesat yaitu padat syaitan dari kalangan jin dan manusia. Sebagaimana Sabda
Rasulullah :
“ tidak ada seoarang anak
yang dilahirkan melainkan di lahirkan di atas fitrah ( Islam). Lalu kedua orang
tuanya yang membuatnya jadi yahhudi, Nashrani, atau majusi ( HR. Bukhari dalam
kitab Tafsir Surat Rum , 9/465 no/4775 dan Muslim Kitabul Qadar)
Maka tatkala
berbagai hal yang merupakan faktor penyebab kesesatan manusia, Allah memberi
perintah untuk berdakwah dan Allah menurunkan kitab-kitabNya serta mengutus
para Rasul-Nya untuk berdakwah mengajak manusia kembali kepadaNya”.
Selayaknya untuk diungkapkan bahwa konsekuensi keberadaan mereka sebagai pengikut Rasulullah adalah berdakwah mengajak manusia kepada Allah. Bahkan mutaba’ah itu tidak dianggap sempurna kecuali dengan terpenuhinya hal ini.
Selayaknya untuk diungkapkan bahwa konsekuensi keberadaan mereka sebagai pengikut Rasulullah adalah berdakwah mengajak manusia kepada Allah. Bahkan mutaba’ah itu tidak dianggap sempurna kecuali dengan terpenuhinya hal ini.
Dakwah islam bertugas
memfungsikan kembali indra keagamaan manusia yang memang telah menjadi fikri
asalnya, agar mereka dapat menghayati tujuan hidup yang sebenarnya untuk berbakti
kepada Allah. Sayid qutub mengatakan bahwa (risalah) atau dakwah islam ialah
mengajak semua orang untuk tunduk kepada Allah Swt. Taat kepada Rosul. Dan
yakin akan hari akhirat. Sasarannya adalah mengeluarkan manusia menuju
penyembahan dan penyerahan seluruh jiwa raga kepada Allah Swt. Dari kesempitan
dunia ke alam yang lurus dan dari penindasan agama-agama lain sudahlah nyata
dan usaha-usaha memahaminya semakin mudah sebaliknya, kebatilan sudah semakin
tampak serta akibat-akibatnya sudah dirasakan di mana-mana. Dengan demikian
dakwah yang menjadi tanggung jawa kaum muslimin adalah bertugas menuntun
manusia ke alam terang, jalan kebenaran dan mengeluarkan manusia yang berada
dalam kegelapan kedalam penuh cahaya.
Dari uraian di atas,
maka dapat disebutkan fungsi dakwah adalah: Dakwah berfungsi untuk menyebarkan
islam kepada manusia sebagai individu dan masyarakat sehingga mereka merasakan
rahmat islam sebagai Rahmatan Lil ‘Alamin bagi seluruh makhluk Allah SWT.
Dakwah berfungsi melestarikan nilai-nilai islam dari generasi ke generasi kaum
muslimin berikutnya sehingga kelangsungan ajaran islam beserta pemeluknyadari
generasi ke generasi berikutnya tidak terputus. Dakwah berfungsi korektif
artinya meluruskan akhlak yang bengkok, mencegah kemungkaran dan mengeluarkan
manusia dari kegelapan rohani.
b. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka
penulisan makalah ini mempunyai beberapa rumusan yaitu:
1.
Apa Hakikat Dakwah itu?
2.
Apa Hakikat Manusia itu?
3.
Bagaimana Kebutuhan Manusia Terhadap
Dakwah?
4.
Apa Manfaat Dakwah bagi Manusia?
5.
Apa Akibat yang akan dialami oleh
Manusia ketika ia Tidak didakwahi?
c.
Tujuan Pembahasan
Berdasarkan
rumusan masalah di atas, makalah ini bertujuan untuk:
1.
Mengetahui Apa Hakikat Dakwah itu?
2.
Mengetahui Hakikat Manusia itu?
3.
Mengetahui Kebutuhan Manusia Terhadap
Dakwah?
4.
Mengetahui Manfaat Dakwah bagi Manusia?
5.
Mengetahui Akibat yang akan dialami oleh
Manusia ketika ia Tidak didakwahi?
d.
Metode Penulisan
Dalam penulisan makalah ini kami menggunakan metode
perpustakaan dengan mengambil beberapa sumber buku yang berhubungan dengan
pembahasan disertai pengambil materi dari dunia maya atau internet.
BAB II
PEMBAHASAN
KEBUTUHAN MANUSIA
TERHADAP DAKWAH
A.
Hakikat Dakwah
Pengertian dakwah bagi
kalangan awam disalahartikan dengan pengertian yang sempit terbatas pada
ceramah, khutbah atau pengajian saja. Pengertian dakwah bisa kita lihat dari
segi bahasa dan istilah. Berikut akan dibahas pengertian dakwah secara
etimologis dan pengertian dakwah secara terminologis.
- Pengertian dakwah secara etimologis
Kata dakwah adalah
derivasi dari bahasa Arab “Da’wah”. Kata kerjanya da’aa yang berarti memanggil,
mengundang atau mengajak. Ism fa’ilnya (red. pelaku) adalah da’I yang berarti
pendakwah. Di dalam kamus al-Munjid fi al-Lughoh wa al-a’lam disebutkan makna
da’I sebagai orang yang memangggil (mengajak) manusia kepada agamanya atau
mazhabnya. Merujuk pada Ahmad Warson Munawir dalam Ilmu Dakwah karangan Moh.
Ali Aziz (2009:6), kata da’a mempunyai beberapa makna antara lain memanggil,
mengundang, minta tolong, meminta, memohon, menamakan, menyuruh datang,
mendorong, menyebabkan, mendatangkan, mendoakan, menangisi dan meratapi. Dalam
Al-Quran kata dakwah ditemukan tidak kurang dari 198 kali dengan makna yang
berbeda-beda setidaknya ada 10 macam yaitu; mengajak dan menyeru; berdo’a;
mendakwa (menuduh); mengadu; memanggil; eminta; engundang; malaikat Israfil;
gelar; dan anak angkat.
Dari makna yang berbeda
tersebut sebenarnya semuanya tidak terlepas dari unsur aktifitas memanggil.
Mengajak adalah memanggil seseorang untuk mengikuti kita, berdoa adalah
memanggil Tuhan agar mendengarkan dan mengabulkan permohonan kita,
mendakwa/menuduh adalah memanggil orang dengan anggapan tidak baik, mengadu
adalah memanggil untuk menyampaikan keluh kesah, meminta hampir sama dengan
berdoa hanya saja objeknya lebih umum bukan hanya tuhan, mengundang adalah
memanggil seseorang untuk menghadiri acara, malaikat Israfil adalah yang
memanggil manusia untuk berkumpul di padang Masyhar dengan tiupan Sangkakala,
gelar adalah panggilan atau sebutan bagi seseorang, anak angkat adalah orang
yang dipanggil sebagai anak kita walaupun bukan dari keturunan kita. Kata
memanggil pun dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia meliputi beberapa makna yang
diberikan Al-Quran yaitu mengajak, meminta, menyeru, mengundang, menyebut dan
menamakan. Maka bila digeneralkan makna dakwah adalah memanggil.
Sebagaimana telah
disebutkan di Bab I, definisi dakwah dari literature yang ditulis oleh
pakar-pakar dakwah antara lain adalah:
- Dakwah adalah perintah mengadakan
seruan kepada sesama manusia untuk kembali dan hidup sepanjang ajaran
Allah yang benar dengan penuh kebijaksanaan dan nasihat yang baik
(Aboebakar Atjeh, 1971:6).
- Dakwah adalah menyeru manusia kepada
kebajikan dan petunjuk serta menyuruh kepada kebajikan dan melarang
kemungkaran agar mendapat kebahagiaan dunia dan akhirat (Syekh Muhammad
Al-Khadir Husain).
- Dakwah adalah menyampaikan dan
mengajarkan agama Islam kepada seluruh manusia dan mempraktikkannya dalam
kehidupan nyata (M. Abul Fath al-Bayanuni).
- Dakwah adalah suatu aktifitas yang
mendorong manusia memeluk agama Islam melalui cara yang bijaksana, dengan
materi ajaran Islam, agar mereka mendapatkan kesejahteraan kini (dunia)
dan kebahagiaan nanti (akhirat) (A. Masykur Amin)
Dari defenisi para ahli
di atas maka bisa kita simpulkan bahwa dakwah adalah kegiatan atau usaha
memanggil orang muslim mau pun non-muslim, dengan cara bijaksana, kepada Islam
sebagai jalan yang benar, melalui penyampaian ajaran Islam untuk dipraktekkan
dalam kehidupan nyata agar bisa hidup damai di dunia dan bahagia di akhirat.
Singkatnya, dakwah, seperti yang ditulis Abdul Karim Zaidan adalah mengajak
kepada agama Allah, yaitu Islam.
Setelah kita ketahui
makna dakwah secara etimologis dan terminologis maka kita akan dapatkan semua
makna dakwah tersebut membawa misi persuasive bukan represif, karena sifatnya
hanyalah panggilan dan seruan bukan paksaan. Hal ini bersesuaian dengan firman
Allah (ayat la ikraha fiddin) bahwa tidak ada paksaan dalam agama. Maka
penyebaran Islam dengan pedang atau pun terror tidaklah bisa dikatakan sesusai
dengan misi dakwah.
Dari pembahasan di atas
dapat ditarik kesimpulan bahwa dakwah menurut bahasa artinya mengajak, menyeru,
dan memanggil. Menurut istilah, dakwah adalah suatu proses mengajak manusia
untuk mengerjakan kebaikan dan menngikuti petunjuk, menyuruh mereka berbuat
baik dan melarang mereka dari berbuat jelek agar mereka mendapat kebahagiaan di
dunia dan akhirat, melalui metode dan media tertentu. Bebtuk-bentuk dakwah
adalah tabligh, irsyad, tadbir, dan tathwir. Adapun jenis-jenis dakwah adalah
dakwah nafsiyah, fardiyah, fi’ah qalilah, dan hizbiyah.
B.
Hakikat Manusia
1. Pengertian
Manusia
Menurut bahasa, manusia
itu sendiri berasal dari kata “Nasia” yang artinya lupa. Maksudnya adalah bahwa
manusia hakikatnya lupa akan perjanjian dengan Allah sewaktu di alam ruh. Dalam
arti lain, hakikat manusia memang pelupa. Hadits Rasul menjelaskan bahwa
manusia adalah tempatnya salah dan lupa.
Al-Qur’an menegaskan
kualitas dan nilai manusia dengan menggunakan tiga macam istilah yang satu sama
lain saling berhubungan, yakni al-insaan, an-naas, al-basyar, dan banii Aadam. Manusia disebut al-insaan karena dia sering menjadi
pelupa sehingga diperlukan teguran dan peringatan. Sedangkan kata an-naas
(terambil dari kata an-naws yang berarti gerak; dan ada juga yang berpendapat
bahwa ia berasal dari kata unaas yang berarti nampak) digunakan untuk
menunjukkan sekelompok manusia baik dalam arti jenis manusia atau sekelompok
tertentu dari manusia.
Manusia disebut
al-basyar, karena dia cenderung perasa dan emosional sehingga perlu disabarkan
dan didamaikan. Manusia disebut sebagai banii Aadam karena dia menunjukkan pada
asal-usul yang bermula dari nabi Adam as sehingga dia bisa tahu dan sadar akan
jati dirinya. Misalnya, dari mana dia berasal, untuk apa dia hidup, dan ke mana
ia akan kembali.
Penggunaan istilah
banii Aadam menunjukkan bahwa manusia bukanlah merupakan hasil evolusi dari
makhluk anthropus (sejenis kera). Hal ini diperkuat lagi dengan panggilan
kepada Adam dalam al-Qur’an oleh Allah dengan huruf nidaa (Yaa Adam!). Demikian
juga penggunaan kata ganti yang menunjukkan kepada Nabi Adam, Allah selalu
menggunakan kata tunggal (anta) dan bukan jamak (antum) sebagaimana terdapat
dalam surah al-Baqarah ayat 35.
“Dan Kami berfirman:
“Hai Adam, diamilah oleh kamu dan isterimu surga ini, dan makanlah
makanan-makanannya yang banyak lagi baik dimana saja yang kamu sukai, dan janganlah
kamu dekati pohon ini, yang menyebabkan kamu Termasuk orang-orang yang zalim.”
(QS. Al-Baqarah: 35)
Manusia dalam pandangan
al-Qur’an bukanlah makhluk anthropomorfisme yaitu makhluk penjasadan Tuhan,
atau mengubah Tuhan menjadi manusia. Al-Qur’an menggambarkan manusia sebagai
makhluk theomorfis yang memiliki sesuatu yang agung di dalam dirinya. Disamping
itu manusia dianugerahi akal yang memungkinkan dia dapat membedakan nilai baik
dan buruk, sehingga membawa dia pada sebuah kualitas tertinggi sebagai manusia
takwa.
Al-Qur’an memandang
manusia sebagaimana fitrahnya yang suci dan mulia, bukan sebagai manusia yang
kotor dan penuh dosa. Peristiwa yang menimpa Nabi Adam sebagai cikal bakal
manusia, yang melakukan dosa dengan melanggar larangan Tuhan, mengakibatkan
Adam dan istrinya diturunkan dari sorga, tidak bisa dijadikan argumen bahwa
manusia pada hakikatnya adalah pembawa dosa turunan. Al-Quran justru memuliakan
manusia sebagai makhluk surgawi yang sedang dalam perjalanan menuju suatu
kehidupan spiritual yang suci dan abadi di negeri akhirat, meski dia harus
melewati rintangan dan cobaan dengan beban dosa saat melakukan kesalahan di
dalam hidupnya di dunia ini. Bahkan manusia diisyaratkan sebagai makhluk
spiritual yang sifat aslinya adalah berpembawaan baik (positif, haniif).
Karena itu, kualitas,
hakikat, fitrah, kesejatian manusia adalah baik, benar, dan indah. Tidak ada
makhluk di dunia ini yang memiliki kualitas dan kesejatian semulia itu .
Sungguhpun demikian, harus diakui bahwa kualitas dan hakikat baik benar dan
indah itu selalu mengisyaratkan dilema-dilema dalam proses pencapaiannya.
Artinya, hal tersebut mengisyaratkan sebuah proses perjuangan yang amat berat
untuk bisa menyandang predikat seagung itu. Sebab didalam hidup manusia selalu
dihadapkan pada dua tantangan moral yang saling mengalahkan satu sama lain.
Karena itu, kualitas sebaliknya yaitu buruk, salah, dan jelek selalu menjadi
batu sandungan bagi manusia untuk meraih prestasi sebagai manusia berkualitas
mutaqqin di atas.
Gambaran al-Qur’an
tentang kualitas dan hakikat manusia di atas megingatkan kita pada teori superego
yang dikemukakan oleh sigmund Freud, seorang ahli psikoanalisa kenamaan yang
pendapatnya banyak dijadika rujukan tatkala orang berbicara tentang kualitas
jiwa manusia.
Menurut Freud, superego
selalu mendampingi ego. Jika ego yang mempunyai berbagai tenaga pendorong yang
sangat kuat dan vital (libido bitalis), sehingga penyaluran dorongan ego (nafsu
lawwamah/nafsu buruk) tidak mudah menempuh jalan melalui superego (nafsu
muthmainnah/nafsu baik). Karena superego (nafsu muthmainnah) berfungsi sebagai badan
sensor atau pengendali ego manusia.Sebaliknya, superego pun sewaktu-waktu bisa
memberikan justifikasi terhadap ego manakala instink, intuisi, dan intelegensi
ditambah dengan petunjuk wahyu bagi orang beragama bekerja secara matang dan
integral. Artinya superego bisa memberikan pembenaran pada ego manakala ego
bekerja ke arah yang positif. Ego yang liar dan tak terkendali adalah ego yang
negatif, ego yang merusak kualitas dan hakikat manusia itu sendiri.
2. Tugas manusia
Tugas manusia di muka
bumi berdasarkankan tuntunan Al-Qur’an setidaknya ada dua, yaitu sebagai
khalifah dan sebagai ma’bud. Dari dua tugas tersebut, dalam perspektif filsafat
dakwah, bisa ditarik suatu benang, bahwa tugas manusia adalah sebagai subjek
dakwah (da’i) dan objek dakwah (mad’u). karena pada dasarnya da’i dan mad’u
merupakan tugas manusia sebagai wujud dari perilaku ma’bud pula, sebagaimana
perintah Allah dalam firman-Nya dan sabda Rasulullah saw yang pada intinya
memerintahkan untuk melaksanakan dakwah, sebagaimana telah dijelaskan
sebelumnya.
3. Subjek Dakwah
(Da’i)
Da’i/muballigh adalah
setiap orang yang mengajak, memerintahkan orang di jalan Allah
(fi-Sabiilillah), atau mengajak orang untuk memahami dan mengamalkan
Al-Qur’an dan As-Sunnah nabi Muhammad SAW. Berhasil tidaknya gerakan
dakwah sangan ditentukan oleh kompetensi seorang da’i, yang dimaksud
dengan kompetensi da’i adalah sejumlah pemahaman, pengetahuan, penghayatan, dan
prilaku serta keterampilan yang harus dimiliki oleh para da’i, oleh karena itu
para da’i harus memilikinya, baik kompetensi substantif maupun kompetensi
metodologis
3. Objek Dakwah
(Mad’u)
Objek dakwah (mad’u)
ialah orang yang menjadi sasaran dakwah, yaitu semua manusia, sebagaimana
firman Allah SWT :
“Dan Kami tidak
mengutus kamu, melainka kepada umat manusia seluruhnya sebagai pembawa berita
gembira dan sebagai pemberi peringatan, tetapi kebanyakan manusia tidak
mengetahui.” (QS. As-Saba’: 28)
C.
Kebutuhan Manusia Terhadap Dakwah
- Teori kebutuhan manusia
Secara fitrah manusia
menginginkan “kesatuan dirinya” dengan Tuhan, karena itulah pergerakan dan
perjalanan hidup manusia adalah sebuah evolusi spiritual menuju dan mendekat
kepada Sang Pencipta. Tujuan mulia itulah yang akhirnya akan mengarahkan dan
mengaktualkan potensi dan fitrah tersembunyi manusia untuk digunakan sebagai
sarana untuk mencapai “spirituality progress”.
Di masa modern sekarang
agama adalah kebutuhan pokok yang tidak bisa lupakan, bahkan tidak sesaat-pun
manusia mampu meninggalkan agamanya, yang mana agama adalah pandangan hidup dan
praktik penuntun hidup dan kehidupan, sejak lahir sampai mati, bahkan sejak
mulai tidaur sampai kembali tidur agama selalu akan memberikan bimbingan, demi
menuju hidup sejahtera dunia dan akhirat. Ponsel yang tidak dapat dilepaskan
dari kehidupan sehari-hari masyarkat Indonesia bisa menjadi alat bantu untuk
lebih mendekatkan diri kepada Tuhan melalui fitur-fitur spiritual.
Maraknya penggunaan
fitur spiritual ini sebenarnya tak hanya merebak di Indonesia. Menurut Craig
Warren Smith, Senior Advisor University of Washington’s Human Interface
Technology Laboratory, spiritual computing telah ada di negara-negara lain,
seperti penggunaan fitur spiritual untuk umat Budha. Menurut Craig, nantinya
fitur spritual akan menjadi faktor penting dalam keagamaan.
Berdasarkan penelitian
beberapa ahli dari Georgia Institute of Technology Atlanta dan Computer Science
& Engineering, University of Washington tentang Sacred Imagery in
Techno-Spiritual Design, biasanya orang memakai fitur spiritual semacam ini
untuk mendukung aktivitas ibadah mereka. Misalnya Gospel Spectrum, sebuah
sistem visualisasi informasi yang memungkinkan penggunanya mempelajari Bible
secara visual. Belum lagi fitur spritual untuk umat Budha dan sebagainya.
Salah satu contoh fitur
spiritual yang dekat dengan masyarakat Indonesia saat ini adalah Athan Time.
Aplikasi ini mengingatkan penggunanya untuk menjalankan solat lima waktu. Ini
merupakan salah satu fitur yang dibuat untuk mendukung praktik techno-spiritual
secara efektif. Selain itu, fitur ini juga berfungsi menghubungkan orang dengan
pengalaman religius mereka. Beberapa responden dari penelitian yang dilakukan
oleh Susan P. Wyche, Kelly E. Caine, Benjamin K, Davison, Shwetak N. Patel,
Michael Arteaga, dan Rebecca E. Grinter menyebutkan, penggunaan fitur spiritual
Islami, membuat mereka “melihat dan merasakan” spiritualitas yang ada.
Menjelang akhir
hayatnya, Abraham Maslow menyadari dan menemukan adanya kebutuhan yang lebih
tinggi lagi pada sebagian manusia tertentu, yaitu yang disebut sebagai kebutuhan
transcendental. Berbeda dengan kebutuhan lainnya yang bersifa horizontal
(berkaitan hubungan antara manusia dengan manusia), maka kebutuhan
transcendental lebih bersifat vertikal (berakaitan dengan hubungan manusia
dengan Sang Pencipta). Muthahhari, Seorang filsuf muslim dunia yang
menghasilkan banyak karya filosofis berharga– pernah menyatakan bahwa manusia
itu sejati dan senyatanya adalah sosok makhluk spiritual.
Maka tak aneh kalau
kemudian muncul istilah Spritual Quantient (SQ) yang membahas ‘siapa saya’.
Istilah SQ menjadi populer melalui buku SQ: Spritual Quotient,The Ultimate
Intelligence (London, 2000) karya Danah Zohar dan Ian Marshall, masing-masing
dari Harvard University dan Oxford University. SQ diklaim memiliki dasar dan
bukti ilmiah. Pakar neurosains pada tahun 1990-an menemukan adanya “Titik
Tuhan” atau God Spot di dalam otak. Titik Tuhan ini adalah sekumpulan jaringan
saraf yang terletak di daerah lobus temporal otak, bagian yang terletak di
balik pelipis. Dari eksperimen yang menggunakan sensor magnetis ditemukan
adanya korelasi antara aktivitas berpikir tentang hal sakral seperti kedamaian,
cinta, kesatuan, Tuhan dengan aktivitas magnet pada lobus temporal otak. Yang
sangat sesuai dengan pembahasan dalammakalah ini adalah berkenaan dengan
kebutuhan manusia terhadap spiritual
Berdasarkan kajian
terhadap hakikat manusia, dapat dipahami secara filosofis alasan manusia
harus didakwahi. Manusia adalah makhluk yang mudah lupa (tempatnya salah dan
lupa). Oleh karena itu, dakwah merupakan hal yang begitu penting bagi manusia,
khususnya bagi mad’u sebagai media untuk mengingatkan dan meninjau atas hal-hal
yang sering dilupakan manusia (ajaran agama). Tidak hanya untuk mad’u, tetapi
penting pula bagi da’i sebagai bahan introsfeksi diri, mengingatkan kembali
terhadap hal-hal yang ia lupakan.
- Ditinjau dari teori kebutuhan manusia
Dilihat dari teori
kebutuhan manusia (kebutuhan spiritual), dapat dipahami pula bahwa manusia
membutuhkan akan ketenangan jiwa. Salah satu caranya adalah melalui jalan ibadah.
Manusia tidak akan mampu beribadah apabila tidak ada dakwah. Oleh karena itu,
dakwah begitu penting bagi manusia.
Ada dua aspek makna
pentingnya dakwah bagi manusia, yaitu:
a. Memelihara dan
mengembalikan martabat manusia
Dakwah adalah upaya
para da’i agar manusia tetap menjadi makhluk yang baik, bersedia mengimani dan
mengamalkan ajaran dan nilai-nilai Islam, sehingga hidupnya menjadi baik,
hak-hak asasinya terlindungi, harmonis, sejahtera, bahagia di dunia dan di
akhirat terbebas dari siksaan dari api neraka dan memperoleh kenikmatan surga
yang dijanjikan. Ketinggian martabat manusia itulah yang dikehendaki Allah SWT.
Sehingga manusia dapat menjalakan fungsinya sesuai dengan tujuan
penciftaan-Nya, yaitu sebagau khalifah-Nya. Bukannya makhluk yang selalu
menimbulkan kerusakan dan pertumpahan darah seperti yang dikhawatirkan oleh
para malaikat.
Oleh sebab itu dakwah
harus bertumpu pada tauhid, menjadikan Allah sebagai titik tolak dan sekaligus
tujuan hidup manusia. Diatas keyakinan tauhid itulah manusia harus melakukan
kewajiban menghambakan diri (mengabdi) kepada Allah yang wujudnya secara
vertikal menyembah kepada Allah SWT., dan horizontal menjalankan sebuah risalah
atau misi yaitu menata kehidupan sesuai dengan yang dikehendaki Allah SWT. Hal
ini karena dakwah adalah mengajak orang untuk hidup mengikuti ajaran Islam yang
bertumpu pada tauhid. Diatas fondasi tauhid itulah Islam dibangun untuk
dipedomani pemeluknya supaya hidupnya selalu baik dan tidak seperti binatang
ternak atau makhluk yang lebih rendah dari binatang.
b. Membina
akhlak dan memupuk semangat kemanusiaan
Dakwah juga penting dan
sangat diperlukan oleh manusia karena tanpanya manusia akan sesat. Hidupnya
menjadi tidak teratur dan kualitas kemanusiannya merosot. Akibatnya manusia
akan kehilangan akhlak seperti nuraninya tertutup, egois, rakus, liar, akan
saling menindas, saling “memakan” atau saling “memeras”, melakukan kerusakan
diatas dunia, sehingga konstatasi malaikat bahwa manusia sebagai makhluk
perusak di bumu dan penumpah darah akan menjadi kenyataan.
Tanpa adanya dakwah
manusia akan kehilangan cinta kasih, rasa keadilan, hati nurani, kepedulian
sosial dan lingkungan, karena manusia akan menjadi semakin egois,
konsumeristis, dan hedonis. Manusia hanya akan mementingkan dirinya sendiri
tanpa mau memikirkan lingkungannya dan tidak peduli terhadap kesulitan dan
penderitaan masyarakat lain. Manusia juga akan memanfaatkan apa saja untuk
memuaskan hawa nafsunya.
Drs. Syukriadi Sambas,
M.Si dalam bukunya memperinci kebutuhan manusia terhadap dakwah yaitu sebagai
berikut:
- Manusia telah bersyahadan ketika di
alam roh bahwa Allah adalah Tuhan mereka. Syahadah ini disebut dengan
perjanjian ketuhanan (‘ahd Allah) dan fitrah Allah. Namun manusia menjadi
lupaakan perjanjian itu setelah ruh bersatu dengan jasaddalam proses
kjadian manusia lahir di alam dunia. Dakwah islamini diperlukan untuk
mengaktualkan syahadah ilahiyah dalam kehidupan nyata
2. Imam Syafi’i berkata:
“Cahaya di dalamhati
pluktuatif, kadang bertambah dan kadang berkurang”. Karena itu, dakwah
diperlukan untuk mengantisifasi keadaan hati yang berkurang dan memposisikannya
dalam keadaan bertambah.
- Dakwah Islam menjadi dasar dan alasan
bagi akal untuk melaksanakan kewajiban beriman kepada Allah, sebab sebelum
datangnya dakwah yang dibawa Rasulullah manusia tidak akan mendapat azab.
(pendapat ‘Asy’ariyah Bukhoro)
- Karakter agama Islam itu sendiri yang
mengidentifikasikan dirinya sebagai penyebar kasih saying Tuhan bagi
seluruh alam, dan wilayah kerasulan Rasul terakhir berlaku untuk seluruh
jagat raya. Dalam halini, Alla berfirman:
“Dan Tiadalah
Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.
Katakanlah: “Sesungguhnya yang diwahyukan kepadaku adalah: “Bahwasanya Tuhanmu
adalah Tuhan yang Esa. Maka hendaklah kamu berserah diri (kepada-Nya)”. (QS.
Al-Anbiya: 107-108)
Selanjutnya, dakwah itu
harus dilakukan karena alasan sebagai berikut:
- Potensi baik dan buruk yang Allah
berikan
Hal ini dijelaskan
dalam firman Allah SWT berfirman:
“Maka Allah
mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya.” (QS.
As-Syams: 8)
Dalam ayat di atas
dapat difahami bahwa manusia itu mempunyai potensi untuk berbuar baik dan
buruk. Maka setiap orang memerlukan nasihat dan pendidikan yang maksimal berupa
dakwah untuk mengoptimalkan kebaikan yang ada. Sehingga setiap manusia akan
condong kepada kebaikannya, dan keburukan akan terminimalisasi.
- Lingkungan keluarga sebagai pendidikan
pertama
Rasulullah saw pun
bersabda, “Setiap anak dilahirkan dalam keadaan suci, dan orang tuanyalah yang
mengarahkannya menjadi Yahudi, Nashrani, atau Majusi” (HR. Bukhari dan Muslim).
Berdasarkan hadits ini, lingkungan keluarga merupakan pendidikan awal bagi
anak-anak dalam membentuk akhlak, moral, dan kepribadiannya. Pendidikan dalam
hal ini bisa disebut dakwah.
D. Manfaat Dakwah Bagi
Manusia
1. Kebutuhan
Manusia Kepada Dakwah Melebihi Kebutuhan Mereka Kepada Makanan
Allah swt menciptakan manusia dengan sempurna
(ahsana taqwim). Dengan dibekali akal dan nafsu untuk menbedakan manusia dengan
makhluk lain. Allah swt telah mengilhamkan kepada manusia jalan yang baik dan
jalan yang fujur (sesat). Karena itulah manusia membutuhkan dakwah (nasihat
orang lain) agar tidak futur dalam menjalankan ketaatan kepada Allah swt karena
perintah Allah swt itu banyak dan berat sehingga manusia membutuhkan teman atau
jamaah yang saling mengingkan diantara mereka, begitu juga pada hakikatnya
nafsu manusia itu menyukai (condong) kepada hal-hal yang dilarang ( النفس تهوى ما منع ). sebagaimana
firman Allah swt :
وتواصوا بالحق وتواصوا بالصبر
“dan saling menasehati dalam kebenaran dan
saling menasehati dalam kesabaran.”
Manusia terdiri dari tubuh, akal dan hati.
Tubuh membutuhkan makanan untuk bisa tegak dan menjalankan aktivitas. Adapun
akal harus dimanfaatkan dengan banyak berfikir dan mentadabburi alam semesta
ini. Dan hati lebih dari itu semua , karena hati ini tempat dimana Allah memberikan
hidayah dan cahaya kepada manusia. Karena itu hati membutuhkan siraman dakwah
sehingga tumbuh subur iman (hidayah ) Allah swt. tanpa siraman dakwah, hati
akan mengeras dan mati. Sungguh indah ketika Allah menggambarkan bagaimana
kerasnya hati , firman Allah swt:
ثم قست قلوبكم من بعد ذلك فهي كالحجارة أو أشد قسوة وإن من الحجارة
لما يتفجر منه الأنهار وإن منها لما يشقق فيخرج منه الماء وإن منها لما يهبط من
خشية الله وما الله بغافل عما تعملون
“kemudian setelah itu hatimu menjadi keras
seperti batu, bahkan lebih keras lagi. Padahal diantara batu-batu itu sungguh
ada yang mengalir sungai-sungai dari padanya dan diantaranya sungguh ada yang
terbelah lalu keluarlah mata air dari padanya dan diantaranya sungguh ada yang
meluncur jatuh, karena takut kepada Allah. dan Allah sekali-sekali tidak lengah
dari apa yang kamu kerjakan.” (Qs. Albaqoroh :74)
Dari ayat diatas jelas bahwa ketika hati
manusia menjadi keras, maka ia tidak akan menerima kebenaran dan senantiaasa
menjauhi kebenaran tersebut, naudzubillah min dzalik.
2. Dakwah Melahirkan
Kebaikan Pada Diri, Masyarakat Dan Negara
Miswan thohadi dalam bukunya “quantum dakwah dan tarbiyah”
mengatakan : “Dakwah Selain kewajiban syariat, dakwah juga merupakan kebutuhan
manusia secara universal. Artinya setiap manusia dimanapun ia berada tidak akan
pernah hidup dengan baik tanpa dakwah. Dakwahlah yang akan menuntun manusia
kepada kebaikan. Sedangkan menjadi ahli kebaikan adalah kebutuhan dasar setiap
orang. Maka jangan pernah terpikir sediitpun untuk menjauh dari dakwah dengan
alas an apapun. Justru ketika kita merasa kesulitan menjadi baik, maka dakwah
inilah yang akan membantu kita memudahkannya. Semakin kita merasa berat meniti
jalan islam, semakin besar pula kebutuhan kita terhadap dakwah.[1]
Ia melanjutkan , dakwah adalah kebutuhan
setiap manusia, terlebih bagi sang dai sendiri. Menjadi sholih adalah kemestian
atas setiap muslim dan menjadi dai adalah jalan yang paling efektif untuk
menjadi sholih. Para nabi dan rosul Allah adalah para dai pejuang penegak agama
Allah, disaat yang sama mereka juga harus mengamalkannya dalam kehidupan nyata.
Allah swt berfirman;
شرع لكم من الدين ما وصى به نوحا والذي أوحينا إليك وما وصينا به
إبراهيم وموسى وعيسى أن أقيموا الدين ولا تتفرقوا فيه كبر على المشركين ما تدعوهم
إليه الله يجتبي إليه من يشاء ويهدي إليه من ينيب (13)
"Dia
telah mensyari'atkan bagi kamu tentang agama apa yang telah diwasiatkan-Nya
kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu dan apa yang telah Kami
wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa Yaitu: Tegakkanlah agama dan janganlah
kamu berpecah belah tentangnya. Amat berat bagi orang-orang musyrik agama yang kamu seru
mereka kepadanya. Allah menarik kepada agama itu orang yang dikehendaki-Nya dan
memberi petunjuk kepada (agama)-Nya orang yang kembali (kepada-Nya)."
(assyura;
13)
ومن أحسن قولا ممن دعا إلى الله وعمل صالحا وقال إنني من المسلمين
(33) ولا تستوي الحسنة ولا السيئة ادفع بالتي هي أحسن فإذا الذي بينك وبينه عداوة
كأنه ولي حميم (34) وما يلقاها إلا الذين صبروا وما يلقاها إلا ذو حظ عظيم (35)
“ siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru
kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh, dan berkata: "Sesungguhnya aku
Termasuk orang-orang yang menyerah diri?"
dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan
cara yang lebih baik, Maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara Dia ada
permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia.
sifat-sifat yang baik itu tidak dianugerahkan
melainkan kepada orang-orang yang sabar dan tidak dianugerahkan melainkan
kepada orang-orang yang mempunyai Keuntungan yang besar.” (fushilat: 33-35)
Dari sini diketahui bahwa ketika kebaikan itu
telah tertanam pada tiap individu, kemudian dari individu ini melahirkan sebuah
keluarga yang baik, kemudian dari kumpulan keluarga akan melahirkan masyarakat
yang baik, dan tidaklah mustahil dari masyarakat-masyarakat yang telah tertanam
ruh kebaikan akan melahirkan negara yang baik pula.
3. Dakwah Menjadikan Manusia Menjadi
Mulia
Firman Allah swt:
وأن هذا صراطي مستقيما فاتبعوه ولا تتبعوا السبل فتفرق بكم عن سبيله
ذلكم وصىكم به لعلكم تتقون ( الأنعام : 153 )
“dan inilah jalanku yang lurus, maka ikutilah
dia, dan janganlah engkau ikuti jalan-jalan lain, karena itu semua akan
menyesatkanmu dari jalanNya. Itulah yang telah diwasiatkan kepadamu agar kamu
bertaqwa.” (al-an’am : 153)
Dakwah dalam perspektif yang luas merupakan
jalan untuk membangun sistem kehidupan masyarakat yang mengarahkan umat manusia
menuju penghambaan totalitas dalam semua dimensi kehidupan mereka hanya kepada
Allah swt. jika prosesi ini berjalan dengan baik maka akan tercipta sebuah
tatanan masyarakat yang harmonis, yang menjunjung tinggi nilai kemuliaandan
menghindarkann diri dari prilaku keji yang berujung pada kehinaan. Jalan dakwah
inilah yang telah ditempuh oleh Rosulullah saw dan para rosul sebelumnya. Di
atas jalan ini pula mereka mengerahkan segenap potensi yang dimiliki untuk
membangun kemulian umat. [2]
Tetapi ketika manusia menjauhi dakwah islam,
sehingga egoisme menguasai seluruh elemen bangsa ini. Dimana pedagang hanya
mementingkan keuntungan perdagangannya, pegawi hanya mementingkan pekerjaannya,
dan begitu seterusnya masing-masing larut dengan urusannya tanpa mempedulikan
kebaikan orang lain. Egosime inilah yang telah mencabut rasa percaya satu sama
lain di antara warga masyarakat, yang memutuskaan ikatan kasih sayangantar
anggota keluarga, dan melemahkan ikatan kemanusiaan antar manusia. Padahal
manusia membutuhkan kerja sama untuk menghadapi kesulitan-kesulitan dan
problema kehidupan. Di sini, dakwah berperan memberikan harapan akan lenyapnya
egosime dari masyarakat kita.
Karena itulah Allah mensifati umat
dakwah sebagai umat terbaik, karena menyuruh kepada yang makruf dan
mencegah dari yang mungkar demi kemuliaan hidup bersama.[3] Firman Allah swt:
كنتم خير أمة
أخرجت للناس تأمرون بالمعروف وتنهون عن المنكر وتؤمنون بالله ولو آمن أهل الكتاب
لكان خيرا لهم منهم المؤمنون وأكثرهم الفاسقون (110)
“ kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia,
menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada
Allah. Sekiranya ahli kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di
antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang
fasik. (ali imron : 110)
Hanya dengan dakwah, manusia akan mencapai kemuliaan dan
kejayaannya seperti yang pernah tertoreh dalam tinta emas sejarah kemanusiaan.
Karena hal itu menunjukkan, bahwa mereka peduli dan menaruh perhatian besar
terhadap keadaan kehidupan di sekelilingnya demi kebaikan, kesejahteraan dan
kemuliaan hidup umat manusia.
4. Dakwah
Adalah Jalan Menuju Bahagia
Orang-orang yang berjalan di atas dakwah akan
merasa bahagia karena mereka melaksanakan perintah Allah swt. Dengan dakwah
hati manusia menjadi tenang dan lapang, karena hidayah Allah swt. sebagaimana
digambarkan Allah swt dalam surat al-an’am ayat 125:
فمن يرد الله أن يهديه يشرح صدره للإسلام ومن يرد أن يضله يجعل صدره
ضيقا حرجا كأنما يصعد في السماء كذلك يجعل الله الرجس على الذين لا يؤمنون
“ Barangsiapa
yang Allah menghendaki akan memberikan kepadanya petunjuk, niscaya Dia
melapangkan dadanya untuk (memeluk agama) Islam. dan Barangsiapa yang
dikehendaki Allah kesesatannya, niscaya Allah menjadikan dadanya sesak lagi
sempit, seolah-olah ia sedang mendaki langit. Begitulah Allah menimpakan siksa kepada orang-orang
yang tidak beriman.”
Jiwanya tenang tidak gelisah, karena jiwa
mereka terlepas dari segala penghambaan syahwat dan dunia dan menundukkannya
hanya kepada Allah swt semata. Seperti yang ditulis fathi yakan di dalam
bukunya “musykilatu al-dakwah wa al-daiyah” : “para pelaku dakwah terbebas dari
segala penghambaan dunia dan syahwat, sehingga mereka tidak merasakan rasa
bahagia kecuali dengan mentaati Allah swt, tidak mengenal jihad (perjuangan)
kecuali sebagai pintu menuju kesyahidan dan pintu menuju syurga Allah swt dan
memperoleh ridhonya.[4]
firman Allah swt :
ولا تحسبن الذين قتلوا في سبيل الله أمواتا بل أحياء عند ربهم يرزقون،
فرحين بما أتاهم الله من فضله، ويستبشرون بالذين لم يلحقوا بهم من خلفهم ألا خوف
عليهم ولا هم يحزنون، يستبشرون بنعمة من الله وفضل وأن الله لا يضيع أجر المؤمنين.
“janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah
itu mati; bahkan mereka itu hidup[5]disisi
Tuhannya dengan mendapat rezki.
mereka dalam Keadaan gembira disebabkan karunia Allah yang
diberikan-Nya kepada mereka, dan mereka bergirang hati terhadap orang-orang
yang masih tinggal di belakang yang belum menyusul mereka,bahwa tidak ada
kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.” (ali imron
: 169-170)
Ayat diatas adalah hiburan bagi para dai yang berjuang di jalan
Allah swt karena Allah swt berjanji akan memberikan kebahagiaan kepada mereka
di dunia dan kebahagiaan di akhirat.
5. Tanpa Dakwah
Manusia Menuju Ke Jurang Kehancuran
Dakwah berarti menyeru atau mengajak manusia kepada suatu sistem
yang diridloi Allah swt, yaitu islam. Manusia adalah makhluk ciptaan Allah swt.
dan Allah maha mengetahui mana yang terbaik untuk mereka dengan memberikan
kepada mereka rambu-rambu sehingga tercipta kehidupan yang teratur dan tenang. Karena itulah Allah swt mengutus para rosul
untuk menyampaikan risalahnya kepada manusia. Supaya mereka berjalan di atas
sistem yang telah Allah gariskan bagi mereka. Tetapi ketika mereka tidak mau
berjalan di atas sistem atau menolak apa yang telah dibawa oleh para nabi dan
rosul berarti mereka telah menjeburkan diri mereka ke dalam jurang kehancuran. Sebagaimana firman Allah swt :
واتقوا فتنة لا تصيبن الذين ظلموا منكم خاصة واعلموا أن الله شديد
العقاب
“dan peliharah dirimu dari siksaan yang tidak
khusus menimpa orang-orang yang dzalim saja diantara kamu. Dan ketahuilah bahwa
Allah amat keras siksaan-Nya.” (al-anfal : 25)
Dalam sebuah riwayat dari zainab binti jahsy,
ia bertanya, “wahai Rosulullah saw apakah kita akan binasa padahal di
tengah-tengah kita ada orang – orang yang sholih? Rosulullah saw menjawab: “ya, apabila kemaksiatan telah
merajalela.”
Dakwah mutlak diperlukan manusia, terlebih mereka sekarang hidup
pada suatu masyarakat yang mengagung-agungkan kebebasan dan HAM (hak asasi
manusia). Pelaku-pelaku kehancuran berbagai macamnya berupaya untuk merobohkan
dan meruntuhkan nilai-nilai kebaikan. Sehingga kebebasan dan HAM dianggap sebagai simbol
kemajuan, sedang berpegang teguh terhadap ajaran agama dianggap sebagai
keterbelakangan.
Dalam situasi (keadaan ) seperti ini,
seandainya manusia menjauhi dakwah; seakan tidak lagi membutuhkan dakwah, maka
masyarakat tersebut telah bersiap menuju jurang kehancuran.
Begitu juga manusia sekarang hidup di masa,
dimana materi menjadi tujuan utama. Waktu (siang dan malam) mereka habiskan
untuk mengejar materi. Mereka lalai akan hakikat tujuan diciptakannya
manusia. Banyak diantara mereka yang meninggalkan perintah Allah swt
terutama sholat dan menghalalkan apa yang dilarang Allah swt demi
mendapatkan materi. Padahal, Hakikat kehidupan dunia hanyAllah sementara dan
kenikmatan yang fana, sedang akhirat adalah negri abadi selamanya.
Keadaan seperti ini persis seperti yang pernah Rosulullah saw perkirakan jauh-jauh
hari ketika bersabda:
والله ، ما الفقر أخشى عليكم، ولكني أخشى أن تبسط الدنيا عليكم كما
بسطت على من كان قبلكم، فتتنافسونها كما تنافسوها، فتهلككم كما أهلكتهم.[6]
“demi Allah ,tidaklah kemiskinan yang aku (Rosulullah saw )
khawatirkan menimpa kalian, tetapi aku khawatir dilapangkan (dibuka ) dunia
pada kalian sebagaimana yang perenah terrjadi pada uamat sebelum kalian.
Sehingga kalian berlomba-lomba (mengumpulkan dunia) sebagaimana mereka lakukan,
yang menjadi sebab kehancuran kalian sebagaimana mereka dihancurkan.”
6. Dakwah Sebagai Pembuktian
Kesejatian Manusia
من المؤمنين رجال صدقوا ما عاهد الله عليه فمنهم من قضى نحبه ومنهم من
ينتظر وما بدلوا تبديلا
“diantara (sebagian ) orang-orang mukmin itu ada orang-orang yang
menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah; lalu diantara mereka ada
yang gugur, dan diantara mereka pula ada yang menunggu-nunggu, dan mereka
sedikitpun tidak merubah janjinya.” (al-ahzab : 23)
Dr. atabik luthfi mengatakan : “kata rijal yang tersebut dalam ayat
diatas, dan beberapa ayat yang lain dalam konteks dakwah mencerminkan sebuah
tanggung jawab, komitmen, kepekaan dan kepedulian. Justru hanya dengan dakwah seseorang bisa
mencapai derajat “ar-rujulah”, kelelakian sejati. Alqur’an telah mengabadikan
kisah kepedulian dan pebelaan tiga laki-laki terhadap dakwahk, yaitu : seorang
laki-laki dari keluarga yasin, seorang laki-laki dari keluarga fir’aun dan
seorang laki-laki dari ujung kota. Mereka mampu merasakan dan menghadirkan diri
di arena pembelaan dakwah di saat dakwah sangat membutuhkannya.[7]
Dalam sejarah peradaban islam, tidaklah para
ulama dan tokoh-tokoh islam dikenal kecuali karena mereka telah membuktikan
diri mereka dimedan dakwah dengan perjuangan dan pengorbanan yang begitu besar.
Mereka telah mengukir sejarah dengan darah dan tinta mereka demi tegaknya
kalimatullah di muka bumi. Karena itu benarlah bahwa dakwah adalah pembuktian
kesejatian manusia, karena orang yang berdakwah mampu memberikan yang terbaik
untuk orang lain.
7. Dakwah Adalah Investasi Amal Tanpa Batas
Rosulullah saw bersabda :
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: «من دل على خير فله مثل أجر فاعله»
“barang siapa yang menunjukkan kebaikan , maka
baginya pahala seperti orang yang mengerjakannya.” Hr. abu dawud[8]
Dari hadis diatas, diketahui bahwa orang yang senantiasa berdakwah
mengajak manusia untuk berbuat baik sesuai yang diajarkan islam berarti ia
telah berinvestasi untuk akhirat tanpa batas. Karena ia akan senantiasa mendapatkan pahala
orang yang mengerjakan ibadah lantaran dakwahnya kepada dia. Hadis diatas
dikuatkan dengan hadis yang diriwayatkan oleh abi hurairah, Rosulullah saw
bersabda:
عن أبي هريرة، أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: " إذا مات
الإنسان انقطع عمله إلا من ثلاث: صدقة جارية، وعلم ينتفع به، وولد صالح يدعو له
"
“apabila manusia meninggal, maka terputuslah amalnya kecuali tiga
hal; yaitu shodaqoh jariyah, ilmu yang bermanfaat dan anak sholih yang mendokan
orang tuanya.” (hr. tirmidzi)[9]
Dakwah termasuk dalam kategori ilmu yang bermanfaat.
Dakwah lebih baik dari dunia, sebagaimana Rosulullah saw ketika
berkata kepada Ali bin abi tholib:
“wahai ali, sungguh sekiranya Allah member hidayah seseorang karena
dakwahmu, itu lebih baik bagimu daaripada unta merah.”(hr. bukhori muslim)
8. Dengan Dakwah
Manusia Lebih Produktif Beramal Dan Tidak Egois (Individual)
وقل اعملوا فسيرى الله عملكم ورسوله والمؤمنون
“katakanlah wahai muhammad, bekerjalah kalian, niscaya
Allah swt akan melihat amal kalian, begitu juga rosulNya dan orang-orang
beriman.”
Pada hakikatnya dakwah bukanlah rantaian
kata-kata yang tersusun menjadi kalimat yang keluar dari lisan semata. Tetapi
ia disampaikan dengan lisan dan diwujudkan dengan amal nyata. Karena itulah Allah swt berfirman dalam surat as-shaf :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لِمَ تَقُولُونَ مَا لَا تَفْعَلُونَ
(2) كَبُرَ مَقْتًا عِنْدَ اللَّهِ أَنْ تَقُولُوا مَا لَا تَفْعَلُونَ (3)
“Wahai orang-orang yang beriman, kenapakah
kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? Amat besar kebencian di sisi
Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan.” (qs. Asshaf :
1-2)
Kalau kita melihat sirah Rosulullah saw.
Beliau adalah teladan dalam segala hal. Beliau adalah orang pertama kali yang
melakukan sebelum ia menyuruh umatnya untuk melakukannya. bahkan beliau lebih
banyak mencontohkan dengan amalnya. Sebagaimana yang pernah beliau lakukan
ketika membangun masjid kuba, beliau sendiri ikut serta dengan mengambil
batu-batu untuk pondasi masjid. Di perang akhzab ketika menggali parit, beliau
juga yang menghancurkan batu-batu yang besar dimana tidak ada sahabat yang
sanggup menghancurkannya.
Inilah sebagian contoh bahwa dakwah melahirkan
amal nyata. ada suatu kaidah yang mengatakan “lisanul hal afsoh min lisanil
maqol” perbuatan itu lebih mengena dari pada perkataan. karena dakwah tidaklah
menciptakan manusia yang pandai beretorika dan berdebat, tetapi ia melahirkan
generasi yang bisa membuktikan iman yang menghujam di dalam hati dengan amal
dan karya nyata.
9. Dakwah Adalah Lentera Hidup
Firman Allah swt:
أومن كان ميتا فأحييناه وجعلنا له نورا يمشي به في الناس كمن مثله في
الظلمات ليس بخارج منها كذلك زين للكافرين ما كانوا يعملون
“dan Apakah orang yang sudah mati kemudian Dia Kami hidupkan
dan Kami berikan kepadanya cahaya yang terang, yang dengan cahaya itu Dia dapat
berjalan di tengah-tengah masyarakat manusia, serupa dengan orang yang
keadaannya berada dalam gelap gulita yang sekali-kali tidak dapat keluar dari
padanya? Demikianlah Kami jadikan orang yang kafir itu memandang baik apa yang telah
mereka kerjakan.”
Imam syakuani menyebutkan di dalam
tafsirnya : yaitu orang kafir yang Allah swt hidupkan dengan islam. Dan
cahaya adalah hidayah dan iman.[10]
Begitu juga ia menebutkan sebuah syair berikut
:
وفي الجهل قبل الموت موت لأهله ... فأجسامهم قبل القبور قبور
وإن امرأ لم يحي بالعلم ميت ... فليس له حتى النشور نشور
“kebodohan adalah
kematian bagi seseorang sebelum ia mati. Tubuhnya adalah kuburan bagi dirinya
sebelum ia dikubur (di liang lahad)..sesungguhnya manusia yang hidup tanpa ilmu
adalah mayit, maka tidak ada baginya kebangkitan sampai ia dibangkitkan”
Ia juga menyebutkan riwayat bahwa yang diberi cahaya adalah umar
bin al-khottob, sedangkan yang masih dalam kegelapan adalah abu jahl bin hisyam.
Karena Rosulullah saw pernah berdoa sebelum ayat ini diturunkan:
«اللهم
أعز الإسلام بأبي جهل بن هشام، أو بعمر بن الخطاب» .
Ini menunjukkan bahwa dakwah adalah lentera
(cahaya ) hidup bagi manusia.sebaliknya tanpa dakwah manusia hanya akan hidup
dalam kegelapan. Karena itulah
manusia tidak bisa hidup tanpa dakwah.
E. Akibat Ketika
Manusia tidak Didakwahi dan Tidak Melaksanakan Dakwah
Melihat dan mengingat
pentingnya dakwah bagi manusia berdasarkan hakikat manusia, hakikat dakwah dan
teori kebutuhan manusia, maka akibat yang akan diperoleh manusia apabila
manusia tidak didakwahi atau dakwah tidak dilaksanakan adalah sebagai berikut:
- Karena manusia pada hakikatnya pelupa,
maka manusia akan tetap dalam kebodohan terhadap akhlak dan moralitas
sebagaimana yang terjadi pada zaman jahiliyyah.
- Manusia tidak akan dapat memenuhi
kebutuhan spiritualnya, yang memang sangat penting kebutuhan itu
terpenuhi.
- Cahaya hati pada manusia selalu dalam
keadaan berkurang
- Akal tidak akan dipandu oleh
pengetahuan-pengetahuan agama (syari’at Islam), sehingga perilakunya
cenderung mengikuti akal dan hawa nafsu.
- Eksistensi Tuhan tidak akan dikenal
oleh manusia,karena melalui dakwah para utusan-Nya lah eksistensi Tuhan
ada.
- Potensi baik pada manusia yang Allah
anugrahkan tidak akan termaksimalkan, malahan potensi keburukan lah yang
akan lebih menguasai, disebabkan oleh akal dan nafsu yang membimbingnya.
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
1. Pengertian Dakwah
Secara Etimologi, Dakwah berarti Menyeru, mengajak,
mengundang. Sedangkan secara terminologi, Dakwah berarti menyeru manusia menuju
jalan Allah.
2. Pengertian Manusia
Menurut
bahasa, manusia berasal dari kata “Nasia” yang artinya lupa. Maksudnya adalah
bahwa manusia hakikatnya lupa akan perjanjian dengan Allah sewaktu di alam ruh.
Dalam arti lain, hakikat manusia memang pelupa. Hadits Rasul menjelaskan bahwa
manusia adalah tempatnya salah dan lupa.
Ada
dua aspek makna pentingnya dakwah bagi manusia, yaitu:
a. Memelihara dan mengembalikan martabat manusia
b. Membina akhlak dan memupuk semangat kemanusiaan
3. Fungsi Dakwah bagi manusia, yaitu:
a. Kebutuhan Manusia Kepada Dakwah Melebihi
Kebutuhan Mereka Kepada Makanan
b.
Dakwah Melahirkan Kebaikan Pada Diri, Masyarakat Dan
Negara
c. Dakwah Menjadikan Manusia Menjadi Mulia
d. Dakwah Adalah Jalan Menuju Bahagia
e.
Tanpa Dakwah Manusia Menuju Ke Jurang Kehancuran
f.
Dakwah Adalah Investasi Amal Tanpa Batas
g. Dengan Dakwah Manusia Lebih Produktif Beramal
Dan Tidak Egois (Individual)
h.
Dakwah Adalah
Lentera Hidup
4. Akibat Ketika Manusia tidak Didakwahi dan Tidak Melaksanakan Dakwah
a.
Karena manusia pada
hakikatnya pelupa, maka manusia akan tetap dalam kebodohan terhadap akhlak dan
moralitas sebagaimana yang terjadi pada zaman jahiliyyah.
b.
Manusia tidak akan
dapat memenuhi kebutuhan spiritualnya
c.
Cahaya hati pada
manusia selalu dalam keadaan berkurang
d.
Akal tidak akan dipandu
oleh pengetahuan-pengetahuan agama (syari’at Islam), sehingga perilakunya
cenderung mengikuti akal dan hawa nafsu.
e.
Eksistensi Tuhan tidak
akan dikenal oleh manusia,karena melalui dakwah para utusan-Nya lah eksistensi
Tuhan ada.
f.
Potensi baik pada
manusia yang Allah anugrahkan tidak akan termaksimalkan, malahan potensi
keburukan lah yang akan lebih menguasai, disebabkan oleh akal dan nafsu yang
membimbingnya.
[1] Miswan thohadi , quantum dakwah dan tarbiyah,
Jakarta: al-I’tishom 2008, cet.1 hal146-147
[2]
Atabik luthfi, Tafsir da’awi , jakarta: alitishom, 2011. Cet. 1,
hal : 8
[3] Ibid hal 10
[4] Fathi yakan, musykilatu al-dakwah wa
al-daiyah, beirut: muassasah al-risalah thn. 1983. Cet.9 , hal.33
[5] Yaitu hidup dalam alam yang lain
yang bukan alam kita ini, di mana mereka mendapat kenikmatan-kenikmatan di sisi
Allah, dan hanya Allah sajalah yang mengetahui bagaimana Keadaan hidup itu
[6] Muhammad albukhori, shohih bukhori. Mesir: dar
al-hadis, 2004. Cet. 5, juz4 hal 96 no 3158
[7] Ibid hal 15
[8] Sunan abu dawud, bab fi dal ala
al-khoir,beirut: almaktabah al-ashriyah, juz 4 hal 333 no. 5129
[9] Sunan tirmidzi, bab al-waqof, mesir: mustofa
albabi alhalabi, juz3 hal 652. No 1376
[10] Muhammad a-syaukani,
fathu al-qodir, damaskus : dar ibnu katsir, cet.1 juz2 hal.181
[11] Ibid, hal 182
0 komentar:
Posting Komentar