BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Konseling kelompok merupakan salah satu layanan
konseling yang di selenggarakan dalam suasana kelompok yang memanfaatkan
dinamika kelompok, serta terdapat hubungan konseling yang hangat, terbuka dan
penuh keakraban. Hal ini merupakan upaya individu untuk membantu individu agar
dapat menjalani perkembangannya dengan lebih lancar, upaya itu bersifat
preventif dan perbaikan. Sebab, pada konseling kelompok juga ada pengungkapan
dan pemahaman masalah konseli, penelusuran sebab-sebab timbulnya masalah, upaya
pemecahan masalah, kegiatan evaluasi dan tindak lanjut[1].
Konselor dalam konseling kelompok
berperan sebagai pemimpin kelompok. Tugas konselor dalam pemimpin kelompok
adalah melakukan pemeliharaan, pemrosesan, penyaluran dan arahan. Sekalipun
tuga uama mereka adalah melakukan pemeliharaan, pemrosesan, penyaluran dan
arahan, tetapi cara penerapannya perlu mempertimbangkan situasinya[2].
Konseli adalah
seorang individu yang sedang mengalami masalah, atau setidaknya sedang
mengalami sesuatu yang ingin disampaikan kepada orang lain. Konseli menanggung
semacam beban, uneg-uneg, atau mengalami suatu kekurangan yang ia ingin isi,
atau mengalami suatu ia ingin dan/atau perlu dikembangkan pada dirinya. Melalui
konseling, konseli menginginkan agar ia mendapatkan suasana berpikir yang
jernih dan/atau perasaan yang lebih nyaman, memperoleh nilai tambah, hidup yang
lebih berarti, dan hal-hal positif lainnya dalam menjalani hidup
sehari-hari[3].
* ts?ur }§ôJ¤±9$# #sÎ) Myèn=sÛ âurºt¨? `tã óOÎgÏÿôgx. V#s ÈûüÏJuø9$# #sÎ)ur Mt/{xî öNåkÝÎÌø)¨? |N#s ÉA$yJÏe±9$# öNèdur Îû ;ouqôfsù çm÷ZÏiB 4 y7Ï9ºs ô`ÏB ÏM»t#uä «!$# 3 `tB Ïöku ª!$# uqßgsù ÏtGôgßJø9$# ( ÆtBur ö@Î=ôÒã `n=sù yÅgrB ¼çms9 $|Ï9ur #YÏ©óD ÇÊÐÈ
Artinya :
Dan kamu akan
melihat matahari ketika terbit, condong dari gua mereka ke sebelah kanan, dan
bila matahari terbenam menjauhi mereka ke sebelah kiri sedang mereka berada
dalam tempat yang Luas dalam gua itu. itu adalah sebagian dari tanda-tanda
(kebesaran) Allah. Barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allah, Maka Dialah
yang mendapat petunjuk; dan Barangsiapa yang disesatkan-Nya, Maka kamu tidak
akan mendapatkan seorang pemimpinpun yang dapat memberi petunjuk kepadanya. (QS. Al-Kahfi:17)
Ayat
tersebut diartikan oleh al-Fairuzzabadi dan al-Zuhaeli sebagai penolong,
pemberi petunjuk, dan pembimbing ke jalan ketentraman dan kebenaran. Sedangkan
pelakunya yang pertama dan utama adalah Allah, Rasul Allah dan orang beriman.
Dari dasar pengertian ini, maka mursyid secara fungsional dapat diartikan
sebagai (1) penolong dalam mencocokkan perilaku dengan tuntunan ajaran yang
datang dari Allah, (2) pemberi petunjuk ke jalan yang benar dan baik, dan (3)
pembimbing dalam menjalankan ajaran yang datang dari Allah[4].
B.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan
latar belakang diatas, maka penulisan makalah ini mempunyai beberapa rumusan yaitu
:
1. Apa
itu konseling kelompok ?
2. Bagaimana
kualitas seorang konselor ?
3. Bagaimana
syarat yang harus dimiliki oleh seorang konselor ?
4. Bagaimana
sifat yang harus dimiliki oleh seorang konselor ?
5. Bagaimana
kepribadian yang harus dimiliki oleh seorang konselor ?
6. Bagaimana
kepribadian konseli dalam konseling kelompok ?
7. Apa
saja macam-macam konseli dalam konseling kelompok ?
8. Bagaimana
peran konseli dalam proses konseling kelompok ?
C.
TujuanPenulisan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, makalah ini
bertujuan untuk:
1.
Mengetahui apa itu konseling
kelompok
2.
Mengetahui kualitas
seorang konselor
3.
Mengetahui syarat
yang harus dimiliki oleh seorang konselor
4.
Mengetahui sifat
yang harus dimiliki oleh seorang konselor
5.
Mengetahui kepribadian
yang harus dimiliki oleh seorang konselor
6.
Mengetahui kepribadian
konseli dalam konseling kelompok
7.
Mengetahui macam-macam
konseli dalam konseling kelompok
8.
Mengetahuiperan konseli dalam
proses konseling kelompok
D.
Metode Penulisan
Dalam penulisan makalah ini penulis menggunakan metode perpustakaan,
yaitu dengan mengambil beberapa sumber buku yang berhubungan dengan pembahasan
disertai dengan pengmbilan materi dari dunia maya.
BAB II
PEMBAHASAN
Dalam proses konseling kelompok, ada beberapa pihak
yang terlibat diantaranya :
1. Definisi Konselor
Konselor dalam konseling kelompok
berperan sebagai pemimpin kelompok. Tugas konselor dalam pemimpin kelompok
adalah melakukan pemeliharaan, pemrosesan, penyaluran dan arahan. Sekalipun
tuga uama mereka adalah melakukan pemeliharaan, pemrosesan, penyaluran dan
arahan, tetapi cara penerapannya perlu mempertimbangkan situasinya.
Istilah Konselor atau mursyid ini terdapat dalam surat al-Kahfi (18) ayat 17
* ts?ur }§ôJ¤±9$# #sÎ) Myèn=sÛ âurºt¨? `tã óOÎgÏÿôgx. V#s ÈûüÏJuø9$# #sÎ)ur Mt/{xî öNåkÝÎÌø)¨? |N#s ÉA$yJÏe±9$# öNèdur Îû ;ouqôfsù çm÷ZÏiB 4 y7Ï9ºs ô`ÏB ÏM»t#uä «!$# 3 `tB Ïöku ª!$# uqßgsù ÏtGôgßJø9$# ( ÆtBur ö@Î=ôÒã `n=sù yÅgrB ¼çms9 $|Ï9ur #YÏ©óD ÇÊÐÈ
Artinya :
Dan kamu akan
melihat matahari ketika terbit, condong dari gua mereka ke sebelah kanan, dan
bila matahari terbenam menjauhi mereka ke sebelah kiri sedang mereka berada
dalam tempat yang Luas dalam gua itu. itu adalah sebagian dari tanda-tanda
(kebesaran) Allah. Barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allah, Maka Dialah
yang mendapat petunjuk; dan Barangsiapa yang disesatkan-Nya, Maka kamu tidak
akan mendapatkan seorang pemimpinpun yang dapat memberi petunjuk kepadanya. (QS. Al-Kahfi:17)
Ayat tersebut diartikan oleh al-Fairuzzabadi dan
al-Zuhaeli sebagai penolong, pemberi petunjuk, dan pembimbing ke jalan
ketentraman dan kebenaran. Sedangkan pelakunya yang pertama dan utama adalah
Allah, Rasul Allah dan orang beriman. Dari dasar pengertian ini, maka mursyid
secara fungsional dapat diartikan sebagai (1) penolong dalam mencocokkan
perilaku dengan tuntunan ajaran yang datang dari Allah, (2) pemberi petunjuk ke
jalan yang benar dan baik, dan (3) pembimbing dalam menjalankan ajaran yang
datang dari Allah.[5]
Sifat dasar bagi pelaku mursyid harus kredibel bagi orang lain, dan kredibilitas hanya akan
timbul jika mursyid memiliki sifat nafsiyah, sifat jasadiyah, dan sifat ijtimaiyah.
Menurut Enuh (1994) kuthub (1996) al-Mursyid (1989) dan al-Bagdadi (1997) kandungan
tiga sifat itu dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Sifat nafsiyah
dimaksudkan sebagai kepemilikan suasana kepribadian yang sempurna baik lahir
maupun batin yang mencerminkan sikap dan perilaku keislaman, yaitu terdiri dari
(1) memiliki ilmu tentang al-Qur’an, sunah dan segala pengetahuan ajaran yang
bersumber dari keduanya, (2) mengamalkan ilmu yang dimilikinya, (3) ikhlas
dalam beramal, (4) teguh pendirian (istiqomah),
(5) pemaaf dan toleran, (6) lemah lembut (tawadhu),
(7) qanah, (8) shabar, (9) terpercaya, (10) berbicara seperlunya.
2. Sifat Jasadiyah
dimaksudkan sebagai kepemilikan kondisi badan yang sehat dari berbagai penyakit
jasmaniyah yang membuat orang lain menjauhkan diri dari pergaulan dengan
dirinya. Kesehatan jasmani ini ditunjukan oleh mursyid dalam cara berpakaian
yang bersih dn rapih, bertubuh sehat dan berdaya, serta berpenampilan sempurna.
3. Sifat ijtimaiyah
dimaksudkan sebagai kepemilikan kesempurnaan perilaku dalam interaksi
dengan orang lain sebagai anggota masyarakat. Sifat ini antara lain: (1) budi
pekerti baik, (2) berteman dengan orang baik, (3) mencintai orang lain seperti
mencintai dirinya, (4) menepati janji, (5) dermawan, (6) berani dalam
mengatakan kebenaran, dan (7) disiplin dan bertindak logis serta sistematis[6].
a. Kualitas Pribadi Konselor
Kualitas pribadi konselor merupakan faktor yang menentukan
jalannya konseling. Tidak hanya ilmu dan teknik-teknik yang harus dimiliki oleh
seorang konselor. Fakta dilapangan menunjukkan, bahwa konseli (konseli) tidak
mau ke ruangan konselor untuk memanfaatkan konseling karena kepribadian
konselor yang mereka anggap judes, keras, dan menakutkan. Oleh karena itu
selain ilmu seorang konselor juga harus mempunyai kepribadian yang baik,
berkualitas dan dapt dipertanggung jawabkan.
Cavanagh,
1982 (Yusuf, 2009: 37) mengemukakan bahwa kualitas pribadi konselor ditandai dengan karakteristik sebagai berikut :
1)
Pemahaman Diri
(Self awareness)
Self awareness berarti bahwa konselor memehami dirinya dengan baik, memahami secara pasti apa yang
akan dilakukan,
mengapa dilakukan,
dan masalah apa yang harus diselesaikan.
Pentingnya pemahaman diri bagi konselor diantaranya sebagai berikut :
a) Konselor yang memiliki persepsi yang akurat tentang dirinya cenderung akan memiliki persepsi yang akurat tentang orang lain
b) Konselor yang terampil dalam memahami dirinya, maka dia akan terampil memahami orang lain
c) Konselor yang memahami dirinya akan mampu mengajarkan cara memahami diri kepada orang lain
d) Pemahaman tentang diri memungkinkan konselor untuk dapat merasa dan berkomunikasi secara jujur dengan konseli pada saat proses konseling berlangsung[7].
2)
Kompeten (Competence)
Kompeten diartikan bahwa konselor itu memiliki kualitas fisik,
intelektual, emosional, social, dan moral sebagai pribadi yang berguna[8].
3)
Kesehatan Psikologis
Konselor yang memiliki kesehatan psikologis yang
baik memiliki kualitas sebagai berikut :
a) Memperoleh pemuasan kebutuhan
rasa aman, cinta, kekuatan dan seks
b) Dapat menghadapi masalah-masalah pribadi yang dimiliki
c) Menyadari kelemahan, atau keterbatasan kemampuan diri
4)
Dapat Dipercaya
Kualitas pribadi konselor yang dapat dipercaya sangat penting karena alasan sebagai berikut :
a) Esensi tujuan konseling adalah mendorong konseli untuk mengmukakan masalah dirinya yang paling dalam.
b) Dalam konseling perlu mempercayai karakter dan motivasi konselor.
c) Konseli yang mendapat penerimaan dan kepercayaan dari konselor, maka akan berkembang dalam dirinya sikap percaya diri.
Konselor yang dapat dipercaya cenderung memiliki kualitas sikap dan perilaku sebagai berikut :
a.
Memiliki pribadi yang
konsisten.
b.
Dapat dipercaya oleh orang lain, baik ucapan maupun perbuatan.
c.
Tidak pernah membuat orang lain kecewa atau kesal.
d.
Bertanggungjawab, mampu merespon orang lain secara utuh, tidak inkar janji, dan mau membantu secara penuh[10].
5)
Jujur (honesty)
Jujur yang dimaksud adalah konselor bersikap transparan
(terbuka), autentik, dan asli (genuine). Sikap jujur ini penting dalam konseling, karena
alasan-alasan berikut :
a) Sikap
keterbukaan memungkinkan konselor dan konseli untuk menjalin hubungan
psikologis yang lebih dekat satu sama lainnya di dalam proses konseling.
Konselor yang menutup atau menyembunyikan bagian-bagian dirinya terhadap konseli
dapat menghalangi terjadinya relasi yang lebih dekat. Kedekatan hubungan
psikologis sangat penting dalam konseling, sebab dapat menimbulkan hubungan
yang langsung dan terbuka antara konselor dengan konseli. Apabila terjadi
ketertutupan dalam konseling dapat menyebabkan merintangi perkembangan konseli.
b) Kejujuran
memungkinkan konselor dapat memberikan umpan balik secara objektif kepada konseli.
Konselor
yang jujur memiliki karakteristik sebagai berikut.
a.
Bersikap kongruen, artinya
sifat-sifat dirinya yang dipersepsi oleh dirinya sendiri (real self)
sama sebangun dengan yang dipersepsi oleh orang lain (public self).
b.
Memiliki pemahaman yang jelas
tentang makna kejujuran[11].
6)
Kekuatan (Strength)
Kekuatan atau kemampuan konselor sangat penting dalam konseling, sebab dengan hal itu konseli akan merasa aman. Konseli memandang konselor sebagai
orang yang :
a)
Tabah dalam menghadapi masalah,
b)
Dapat mendorong konseli untuk mengatasi masalah,
c)
Dapat menanggulangi kebutuhan dan masalah pribadi.
Konselor yang memiliki kekuatan cenderung menampilkan kualitas sikap dan perilaku sebagai berikut :
a) Dapat membuat batasan waktu yang pantas dalam konseling.
b) Bersifat fleksibel.
c) Memiliki identitas diri yang jelas.
7)
Bersikap Hangat (Warmth)
Bersikap hangat adalah konselor besikap penuh perhatian, dan memberikan kasih sayang. Dengan rasa hangat tersebut mendorong konseli untuk mendapat kehangatan dan melakukan “sharing”
(bercerita) dengan konselor.
8)
Actives Responsiveness
Respon aktif yang
dimaksud adalah konselor dapat mengkomunikasikan perhatian dirinya terhadap kebutuhan konseli.
9)
Sabar (Patience)
Sikap sabar konselor dalam konseling dapat membantu konseli untuk mengembangkan diri secara alami. Sikap sabar konselor menunjukkan lebih memperhatikan diri konseli dari pada hasilnya.
10)
Kepekaan (Sensitivity)
Konselor menyadari tentang adanya dinamika psikologis
yang tersembunyi atau sifat-sifat mudah tersinggung, baik pada diri konseli maupun dirinya sendiri. Kepekaan ini penting karena konseli yang datang untuk meminta bantuan kepada konselor pada umumnya tidak menyadari masalah yang
sebenarnya dihadapi. Bahkan ada yang tidak menyadari bahwa dirinya bermasalah.
Konselor yang memiliki kepekaan memiliki kualitas perilaku sebagai berikut.
a) Sensitif terhadap reaksi dirinya sendiri.
b) Mengetahui kapan, dimana, dan berapa lama mengungkap masalah konseli.
c) Mengajukan pertanyaan tentang persepsi konseli tentang masalah yang dihadapinya.
11)
KesadaranHolistik (Holistic Awareness)
Pendekatan holistik dalam konseling
berarti bahwa konselor memahami konseli secara utuh dan tidak mendekatinya
secara serpihan. Namun begitu bukan berarti bahwa konselor sebagai seorang ahli
dalam segala hal, disini menunjukkan bahwa konselor perlu memahami adanya
berbagai dimensi yang menimbulkan masalah konseli, dan memahami bagaimana
dimensi yang satu memberi pengaruh terhadap dimensi yang lainnya.
Dimensi-dimensi itu meliputi : fisik, intelektual, emosi, sosial, seksual, dan
moral-spiritual.
Konselor yang memiliki kesadaran holistik cenderung
menampilkan karakteristik sebagai berikut :
a) Menyadari
secara akurat tentang dimensi-dimensi kepribadian yang kompleks.
b) Menemukan
cara memberikan konsultasi yang tepat dan mempertimbangkan tentang perlunya
referal (rujukan).
c) Akrab dan
terbuka terhadap berbagai teori[13].
b. Persyaratan Konselor
Bimbingan
kelompok akan efisien dan efektif dapat di capai apabila di dukung oleh tenaga
pembimbing yang memiliki kualitas kepribadian yang memadai, pengetahuan dan
keahlian professional tentang bimbingan, serta psikologi pendidikan yang
memadai pula dan berdedikasi tinggi terhadap tugas dan profesi.
Syarat
kualitas kepribadian dan dedikasi seorang konselor[14],
diantaranya :
1.
Bertaqwa kepada Allah swt
2.
Menunjukan keteladan dalam hal
yang baik.
3.
Dapat dipercaya,jujur, dan
konsisten
4.
Memiliki rasa kasih sayang dan
kepedulian
5.
Rela dan tanpa pamrih dalam
memberikan layanan bimbingan dan konseling
6.
Senantiasa melengkapi diri dengan
pengetahuan dan informasi
Menurut
Jones ada 7 sifat yang harus di miliki oleh seorang konselor:
1.
Tingkah laku yang etis.
Sikap dasar seorang konselor harus mengandung ciri etis karena konselor
harus membantu manusia sebagai pribadi dan memberikan informasi pribadi yang
bersifat sangat rahasia. Konselor harus dapat merahasiakan kehidupan pribadi
konseli dan memiliki tanggung jawab moral untuk membantu memecahkan kesukaran
konseli.
2.
Kemampuan intelektual.
Konselor yang baik harus memiliki
kemampuan intelektual untuk memahami seluruh tingkah laku manusia dan masalahnya
serta dapat memadukan kejadian-kejadian sekarang dengan
pengalaman-pengalamannya dan latihan-latihannya sebagai konselor pada masa
lampau. Ia harus dapat berpikir secara logis, etis,kritis, dan mengarah ke
tujuan tertentu.
3.
Keluwesan (fleksibility)
Hubungan dalam konseling yang bersifat
pribadi mempunyai ciri yang supel dan terbuka. Konselor di harapkan tidak
bersikap kaku dengan langkah-langkah tertentu dan system tertentu. Konselor
dapat dengan luwes bergerak dari satu persoalan ke persoalan lainnya dan dapat
menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan yang mungkin terjadi dalam proses
konseling.
4.
Sikap penerimaan.
Konselor harus dapat menerima dan
melihat kepribadian konseli secara keseluruhan dan dapat menerima menurut apa
adanya. Konselor harus dapat mengakui kepribadian konseli dan menerima
konseli sebagai pribadi yang mempunyai hak untuk mngambil keputusan sendiri.
Konselor harus percaya bahwa nanti konseli memiliki kemmapuan untuk membuat
keputusan yang bijaksana dan bertanggung jawab.
5.
Pemahaman.
Seorang konselor harus dapat menangkap
arti dari ekspresi konseli. Kemampuan konselor memahami konseli pada setiap
situasi konseling dapat terjadi dengan menempatkan dirinya pada kaca mata
konseli. Seorang konselor harus mengikuti perubahan kepribadian konseli dengan
baik. Konselor harus dapat menyatukan dirinya dengan dunia konseli dan dapat
pula menyatukan kembali dengan cara yang wajar dan dengan penuh perasaan agar
konseli mudah mennagkap dan mengerti.
6.
Peka terhadap rahasia pribadi.
Dalam segala hal konselor harus dapat
menunjukan sikap yang jujur dan wajar sehingga ia dapat dipercaya oleh konseli
dan konseli berani membuka diri terhadap konselor.Konseli sangat peka terhadap
kejujuran konselor, sebab konseli telah berani mengambil resiko dengan membuka
diri dan khususnya rahasia hidup pribadinya.
7.
Komunikasi.
Komunikasi merupakankecakapan dasar yang
harus dikuasai oleh setiap konselor. Dalam komunikasi konselor dapat
mengekspresikan kembali pernyataan-pernyataan konseli secara tepat. Menjawab
atau memantulkan kembali pernyataan konseli dalam bentuk perasaan dan kata-kata
serta tingkah laku konselor. Konselor harus dapat memantulkan perasaan konseli
dan pemantulan ini dapat ditangkap dan dimengerti oleh koseli sebagai
pernyataan yang penuh penerimaan dan pengertian[15].
c. Kepribadian Konselor
1.
Empati
Yang
dimaksud dengan empati dalam uraian ini adalah kemampuan seseorang untuk
merasakan secara tepat apa yang dirasakan dan dialami oleh oranglain
mengkomunikasikan persepsinya. Orang yang memiliki tingkat empati tinggi akan menampakan sikap bantuannya
yang yata dan berarti dalam hubungannya
dengan orang lain, sementara mereka yang rendah empatinya menunjukan sikap yang
secara nyata dan berarti merusak hubungan antar pribadi.
2.
Respek
Respek menunjukan
secara tak langsung bahwa konselor
menghargai martabat dan nilai konseli sebagai manusia. Hal ini mengandung arti
juga bahwa konselor menerima kenyataan : Setiap konseli menerima hak untuk
memilih sendiri, memiliki kebebasan, kemauan, dan mampu membuat keputusannya
sendiri.
3.
Keaslian
Keaslian
merupakan kemampuan konselor menyatakan dirinya secara bebas dan mendalam tanpa
pura-pura, tidak bermain peranan dan tidak dipertahankan diri. Konselor yang
demikian selalu tampak keaslian pribadinya, sehingga tidak ada pertentangan
antara apa yang ia katakan dan apa yang ia lakukan.
4.
Kekongkretan
Kekongkretan
menyatakan ekspresi yang khusus mengenai perasaan dan pengalaman orang lain.
Seorang konselor yang memiliki kekongkretan tinggi selalu memelihara hubungan
yang khusus dan selalu mencari jawaban mengenai apa, mengapa, kapan, dimana dan
bagaimana dari sesuatu yang dia hadapi.
5.
Konfrontasi
Konfrontasi
terjadi jika terdapat kesenjangan antara apa yang dikatakan konseli dengan apa
yang dia alami, atau antara yang ia katakan pada suatu saat dengan apa yang ia
katakan sebelum itu. Variabel ini tidak di kontrol sepenuhnya oleh konselor,
tetapi hal ini dapat dilaksanakan jika konselor merasakan cocok untuk
dikonfrontasikan.
6.
Membuka Diri
Membuka diri
adalah penampilan perasaan sikap, pendapat, dan pengalaman-pengalaman pribadi
konseling untuk kebaikan konseli. Konselor mengungkapkan diri sendiri dan
membagika dirinya kepada konseli dengan mengungkapkan beberapa pengalaman yang
berarti yang bersangkutan dengan masalah konseli.
7.
Kesanggupan
Kesanggupan
dinyatakan sebagai charisma, sebagai suatu kekuatan yang dinamis dan magnetis
dari kualitas pribadi konselor. Konselor yang memiliki sifat potensi ini selalu
menampakkan kekuatannya dalam penampilan pribadinya.
8.
Kesiapan
Kesiapan ( Colingwood dan Renz , 1969) adalah sesuatu
yang berhubungan dengan perasaan
diantara konseli dan konselor pada waktu kini dan disini. Tingkat
kesiapan yang tinggi terdapat pada
diskusi dan analisis yang terbuka mengenai hubungan antar pribadi yang terjadi
antara konselor dan konseli dalam situasi konseling.
9.
Aktualisasi diri
Dalam penelitian
telah terbukti bahwa aktualisasi diri memiliki kolerasi yang tinggi terhadap
keberhasilan konseling ( Fould, 1969). Aktualisasi diri dapat di pakai oleh
konseli yang meminta bantuan kepadanya. Aktualisasi diri menunjukan secara tak
langsung bahwa orang dapat hidup dan memenuhi kebutuhan nya secara langsung
karena ia mempunyai kekuatan dalam dirinya untuk mencapai tujuan hidupnya[16].
2. Definisi Konseli
Konseli adalah
seorang individu yang sedang mengalami masalah, atau setidaknya sedang
mengalami sesuatu yang ingin disampaikan kepada orang lain. Konseli menanggung
semacam beban, uneg-uneg, atau mengalami suatu kekurangan yang ia ingin isi,
atau mengalami suatu ia ingin dan/atau perlu dikembangkan
pada dirinya. Melalui konseling, konseli menginginkan agar ia mendapatkan
suasana berpikir yang jernih dan/atau perasaan yang lebih nyaman, memperoleh
nilai tambah, hidup yang lebih berarti, dan hal-hal positif lainnya dalam
menjalani hidup sehari-hari.
Shertzer
and Stone (1987) mengemukakan bahwa keberhasilan dan kegagalan proses konseling
ditentukan ole tiga hal yaitu :
(1) kepribadian konseli, (2) harapan konseli, (3) pengalaman atau pendidikan konseli.[17]
(1) kepribadian konseli, (2) harapan konseli, (3) pengalaman atau pendidikan konseli.[17]
a. Kepribadian Konseli
Kepribadian
konseli cukup menentukan keberhasilan proses konseling. Aspek-aspek kepribadian
konseli adala sikap, emosi, intelektual, motivasi, dsb. Seorang konseli yang
cemas akan tampak pada perilakunya dihadapan konselor. Seorang konselor yanag
efektif akan mengungkap perasaan-perasaan cemas konseli semaksimal mungkin
dengan cara menggali atau eksplorasi sehingga keluar dengan leluasa bahkan
mungkin diiringi oleh air mata konseli.
Konseli
juga dilatarbelakangi oleh sikap, nilai-nilai, pengalaman, perasaan, budaya,
sosial, ekonomi, dsb. Semua itu membentuk kepribadiannya. Saat berhadapan
dengan konselor didalam proses konseling, maka latar belakang tersebut akan
muncul baik dengan sengaja dimunculkan maupun muncul dengan sendirinya, seperti
sikap. Ada konseli yang bersikap curiga terhadap konselor sehingga tidak mau
terbuka dalam pembicaraan, ada tlagi konseli emosional, marah, dan menyerang
konselor dengan kata-kata. Dibalik itu ada yang diam saja, mengangguk-ngangguk
saja dan sedikit sekali kalimat yang keluar dari mulutnya. Ada juga konseli
yang acuh tak acuh alias cuek, tapi akan ditemukan pula yang agkuh, manja dan
tergantung pada konselor dan banyak pula yang menolak[18].
b. Harapan Konseli
Mengandung
makna adanya kebutuhan yang ingin terpenuhi melalui proses konseling. Pada
umumnya harapan konseli terhadap proses konseling adalah untuk memperoleh
informasi, menurunkan kecemasan, memperoleh jawaban atau jalan keluar dari
persoalan yang dialami, dan mencari upaya bagaimana dirinya supaya lebih baik,
lebih berkembang.
Shertzer
dan Stone (1980) mengemukakan bahwa secara umum haparan konseli atau Counselees adalah agar proses konseling
dapat menghasilkan pemecahan (solusi) persoalan pribadi mereka. Termasuk
didalam permasalahan pribadi itu adalah dapat menurunkan atau menghilangkan
stress, memberikan kemampuan untuk bisa mengadakan pilihan, menjadikan dirinya
populer dari sebelumnya, menjadikan hubungan dengan orang lain lebih baik dan
bermakna, agar bisa diterima di perguruan tinggi bermutu, mendapat beasiswa,
atau dana bantuan dari perusahaan. Disamping itu harapan konseli adalah agar
dapat mengatasi kesulitan dan kegagalan dalam pelajaran, agar konseling dapat
eberikan jaminan supaya dia bisa mendapat pekerjaan dan naik pengkat, serta
mendapatkan kedudukan atau karir makin baik[19].
c. Pengalaman Dan Pendidikan Konseli
Hal ini
amat menentukan atas keberhasilan proses konseling sebab dengan pengalaman dan
pendidikan tersebut, konseli akan mudah menggali dirinya sehingga persoalannya
makin jelas dan upaya pemecahannya makin terarah. Pengalaman yang dimaksud
adalah pengalaman dalam konseling, wawancara, keterbukaan, berkomunikasi,
berdiskusi, pidato, ceraah, mngajar/melatih, keterbukaan, dalam suasana
demokratis di keluarga/ sekolah, dan sebagainya.
d. Aneka Ragam Konseli
Berikut
akan diuraikan berbagai jenis atau ragam konseli yang dihadapi konselor : [20]
1. Konseli
Sukarela
Konseli sukarela artinya konseli yang
hadir di ruang konseling atas kesadaran sendiri, berhubung ada maksud dan
tujuannya. Mungkin ia ingin memperoleh informasi, menginginkan penjelasan
tentang persoalan yang dihadapinya, tentang karir dan lanjutan studi dsb.
Secara umum dapat kita kenali ciri-ciri konseli
sukarela sebagai berikut :
-
Hadir atas kehendak sendiri
-
Segera dapat menyesuaikan diri dengan
konselor
-
Mudah terbuka, seperti mengatakan
persoalannya
-
Bersungguh-sungguh mengikuti proses
konseling
-
Berusaha mengemukakan sesuatu dengan jelas
-
Sikap bersahabat, mengharapkan bantuan
-
Bersedia mengungkapka rahasian walaupun
menyakitkan.
2. Konseli
Terpaksa
Konseli terpaksa adalah konseli yang
kehadirannya di ruang konseling bukan atas keinginannya sendiri. Dia datang atas
dorongan orang tua, wali kelas, teman dsb. Mungkin konseli tadi diantar atau
disuruh menghadap konselor karena dianggap perilakunya kurang sesuai dengan
aturan lingkungan keluarga atau sekolah. Konseli terpaksa memiliki
karakteristik sebagai berikut :
-
Bersifat tertutup
-
Enggan bicara
-
Curiga terhadap konselor
-
Kurang bersahabat
-
Menolak secara halus bantuan konselor
Strategi yang digunakan untuk menghadapi konseli
terpaksa adalah mencoba menjelaskan dengan bijak apa yang dimaksud dengan
proses konseling yang dilakukan.
3. Konseli
Enggan
Salah satu bentuk konseli enggan adalah konseli
yang banyak berbicara, pada prinsipnya enggan untuk dibantu. Hanya senang
berbicara dengan konselor tanpa penyelesaian masalah, atau konseli yang diam
saja. Upaya yang dilakukan untuk menghadapi konseli semacam ini adalah :
-
Menyadarkan akan kekeliruannya
-
Memberi kesempatan agar dia dibimbing
orang lain atau mencari lawan bicara yang lain.
4. Konseli
Bermusuhan atau menentang
Konseli terpaksa dan bermasalah dapat
menjadi konseli yang menentang sifat-sifatnya adalah : (1) Tertutup, (2)
menentang, (3) bermusuhan, (4) menolak secara terbuka. Konseli terpaksa harus
diperlakukan ramah, perlakukan sebaik mungkin tapi tegas dan negoisasi.
Cara-cara efektif menghadapi konseli
semacam ini adalah :
-
Ramah, bersahabat, dan empati
-
Toleransi terhadap perilaku yang nampak
-
Tingkatkan kesabaran menanti saat yang
tepat untuk berbicara bahasa tubuh konseli
-
Memahami keinginan konseli yaitu tidak
sudi dibimbing
-
Membuat bentuk negoisasi, kontrak waktu
dan penjelasan tentang konseling.
5. Konseli
Krisis
Apabila seseorang menghadapi musibah,
seperti kehilangan orang yang dicintai, diperkosa dll, yang dihadapkan pada
konselor untuk diberi bantuan agar jiwanya stabil dan mampu menyesuaikan diri
dengan keadaan yang baru. Beberapa gejala konseli krisis :
-
Tertutup atau menutup diri dengan dunia
luar
-
Amat emosional, tidak berdaya, bahkan
histeris
-
Kurang mampu berfikir rasional
-
tidak mampu menkonselors diri dan keluarga
-
membutuhkan orang yang amat dipercayai
e. Peran Konseli dalam
Konseling Kelompok
Konseli
adalah anggota kelompok. Anggota kelompok pada dasarnya sebagai agen penolong
bagi anggota yang lain. Peran anggota kelompok adalah sebagai berikut:
1. Membantu
terbinanya suasana keakraban dalam hubungan antar anggota kelompok
2. Mencurahkan
segenap perasaan dan melibatkan diri dalam kegiatan kelompok
3. Berusaha
agar apa yang dilakukannya itu membantu tercapainya tujuan bersama
4. Membantu
tersusunnya aturan kelompok dan berusaha mematuhinya
5. Berusaha
secara aktif ikut serta dalam seluruh kegiatan kelompok
6. Berkomunikasi
secara terbuka
7. Berusaha
membantu anggota lain
8. Memberi
kesempatan kepada anggota lain untuk menjalankan perannya
BAB III
PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
·
Hartinah, Siti, Konsep dasar
Bimbingan Kelompok, Bandung, Refika Aditama, 2009
·
AS Enjang dan
Mujib Abdul, Dasar-dasar Bimbingan dan
Penyuluhan Islam, Bandung, Sajjad Publishing House, 2009
·
Juntika,
Nurihsan Achmad, Bimbingan dan konseling
dalam berbagai latar kehidupan, Refika Aditama, 2011;30
·
Gunawan Yusuf, Pengantar Bimbingan dan Konseling,
Jakarta, Gramedia Pustaka Utama, 1992
·
Mashudi Farid,Psikologi Konseling, Jogjakarta,
IRCiSoD, 2011.
·
Willis Sofyan S,
Konseling Individual Teori dan Praktik,
Bandung, Alfabeta, 2011
·
Winkel,
W.S.1997. Bimbingan dan Konseling. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana
Indonesia
·
http://warnaa-warnii.blogspot.com/2013/01/pengertian-dan-tujuan-bimbingan.html
diunduh pukul. 11.00 WIB
[1]
http://warnaa-warnii.blogspot.com/2013/01/pengertian-dan-tujuan-bimbingan.html
[2] Ibid
[3] Prof.
Dr. Sofyan Willis, konseling Individual Teori dan Praktek, Bandung,
Alfabeta, 2011, hal. 111
[4] Enjang AS dan Abdul Mujib, Dasar-dasar Bimbingan dan Penyuluhan Islam, Bandung,
Sajjad, 2009, hal 73
[5] Enjang AS dan Abdul Mujib, Dasar-dasar Bimbingan dan Penyuluhan Islam, Bandung,
Sajjad, 2009, hal 73
[6] Ibid
[7] Dr. Achmad Juntika Nurihsan M.pd
Bimbingan dan konseling dalam berbagai latar kehidupan, refika aditama, 2011;30
[8] ibid
[9] Dr. Achmad Juntika Nurihsan M.pd
Bimbingan dan konseling dalam berbagai latar kehidupan, refika aditama, 2011
[10] ibid
[11] Dr. Achmad Juntika Nurihsan M.pd
Bimbingan dan konseling dalam berbagai latar kehidupan, refika aditama, 2011
[12] Dr. Achmad Juntika Nurihsan M.pd
Bimbingan dan konseling dalam berbagai latar kehidupan, refika aditama, 2011
[13] Dr. Achmad Juntika Nurihsan M.pd
Bimbingan dan konseling dalam berbagai latar kehidupan, refika aditama, 2011
[14]
Ibid
[15] Dr. Achmad Juntika Nurihsan M.pd
Bimbingan dan konseling dalam berbagai latar kehidupan, refika aditama, 2011
[16]
Drs.
Gunawan Yusuf, MSc, Pengantar Bimbingan
dan Konseling, Jakarta, Gramedia Pustaka Utama, 1992
[17] Prof. Dr. Sofyan S. Willis, Konseling Individual Teori dan Praktik, Bandung,
Alfabeta, 2011
[18] Prof.
Dr. Sofyan S. Willis, Konseling Individual
Teori dan Praktik, Bandung, Alfabeta, 2011
[19] ibid
[20] Farid
Mashudi,Psikologi Konseling, Jogjakarta,
IRCiSoD, 2011, Hal 81
0 komentar:
Posting Komentar